Liputan6.com, Seoul - Korea Utara memperingatkan pada Sabtu 3 Maret 2018 waktu setempat, pihaknya akan membalas kalau Amerika mengadakan latihan militer bersama bulan depan dengan Korea Selatan.
Dengan mengemukakan itu, pencairan hubungan antara kedua Korea baru-baru ini pun menjadi terhambat.
Advertisement
Pencairan hubungan tersebut akan diuji ketika latihan itu, yang ditangguhkan selama berlangsungnya Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan, mulai bulan Maret sampai awal April.
"Latihan bersama itu akan dimulai awal April," ujar penasihat keamanan Korea Selatan mengatakan pekan ini seperti diberitakan kantor berita Korea Selatan Yonhap yang dikutip dari VOA News, Minggu (4/3/2018).
Korea Utara berkali-kali menyebut latihan itu sebagai ancaman.
"Kalau Amerika mengadakan latihan militer bersama sementara mempertahankan sanksi terhadap Korea Utara, Korea Utara akan melakukan balasan terhadap Amerika dengan cara pembalasannya sendiri. Amerika akan dianggap bertanggung jawab atas konsekuensi yang menyusul," kata kantor berita resmi Korea Utara dalam komentarnya.
Amerika mengumumkan tanggal 23 Februari bahwa negaranya mengenakan seperangkat sanksi paling besar terhadap Korea Utara, dalam usaha menekan negara itu agar meninggalkan program pengembangan misil jarak jauh dan nuklirnya.
Saksikan juga video berikut:
Berseberangan dengan China
Sementara itu, pemerintah China justru meminta Amerika Serikat untuk membatalkan sanksi terbaru yang mereka jatuhkan terhadap Korea Utara -- menyebutnya sebagai sebuah langkah sepihak yang mampu melemahkan kerja sama antara Beijing dan Washington.
Sebelumnya, pada Jumat 23 Februari, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa pemerintahannya telah menjatuhkan sanksi ekonomi baru terhadap Korea Utara.
Sanksi berlabel 'yang terbesar yang pernah diberikan oleh AS pada negara mana pun' itu secara spesifik menargetkan total 56 entitas, yang terdiri dari 27 perusahaan perkapalan dan perdagangan dan 28 kapal, baik yang terdaftar di atau berbendera dari seluruh dunia, termasuk Korea Utara, China, Singapura, sampai Tanzania.
Beberapa entitas dan kapal China masuk dalam daftar sanksi itu, meliputi; kapal Asia Bridge 1, Hao Fan 2, Hao Fan 6 -- ketiganya telah masuk daftar hitam PBB pada Oktober 2017 -- dan Xin Guan Hai.
Begitu juga firma perkapalan Shandong, Weihai World Shipping Freight (berbasis di China), Shanghai-Dongfeng Shipping Co. Ltd (berbasis di China), dan Shen Zhong International Shipping (berbasis di Hong Kong).
Merespons sanksi itu, Kementerian Luar Negeri China mengeluarkan pernyataan yang isinya menentang langkah sepihak dan pemaksaan yurisdiksi dari Amerika Serikat dalam menargetkan entitas dari Tiongkok pada sanksi itu.
"China menentang sanksi sepihak dan pemaksaan perpanjangan yurisdiksi hukum yang dilakukan Amerika Serikat terhadap entitas dan individu China," kata Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China seperti dikutip dari Al Jazeera, 25 Februari 2018.
Sebagai bentuk pembelaan, Kemlu China mengatakan, "Pemerintah China selalu secara ketat dan komprehensif mengimplementasi Resolusi Dewan Keamanan PBB Seputar Korea Utara dan memenuhi obligasi internasional -- yakni dengan tak mengizinkan warga negara atau perusahaan China terlibat dalam aktivitas yang melanggar resolusi Dewan Keamanan."
Kemlu China juga menyatakan akan 'menanggapi masalah itu' sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku di China. Mereka juga menuntut AS segera mencabut sanksi-sanksi itu, 'guna mencegah rusaknya kerjasama bilateral dalam bidang terkait'. Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia.
Pernyataan itu adalah rangkaian terkini penolakan keras Tiongkok atas sanksi-sanksi apapun atas Korea Utara yang tidak dijalankan sesuai dengan peraturan PBB.
Perdagangan China dengan Korea Utara pada Januari turun ke tingkat terendah dalam hampir empat tahun, memberikan adalah indikasi terbaru bahwa Tiongkok mungkin telah mengenakan tekanan kuat atas The Hermit State.
Advertisement