Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik arah ke zona merah usai sempat menguat di awal sesi perdagangan. Aksi jual investor asing menekan laju IHSG.
Pada penutupan perdagangan saham, Senin (5/3/2018), IHSG melemah 31,72 poin atau 0,48 persen ke posisi 6.550,59. Indeks saham LQ45 tergelincir 0,76 persen ke posisi 1.089,77.
Sebagian besar indeks saham acuan tertekan. Ada sebanyak 206 saham melemah sehingga menekan IHSG. Sebanyak 156 saham menguat, sehingga tahan pelemahan IHSG. 118 saham lainnya diam di tempat. Pada awal sesi, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.607,16 dan terendah 6.543,66.Transaksi perdagangan saham cukup ramai.
Baca Juga
Advertisement
Total frekuensi perdagangan saham sekitar 357.026 kali dengan volume perdagangan 8,7 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 6,9 triliun. Investor asing melakukan aksi jual Rp 1,22 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat berada di kisaran 13.756.
Sebagian besar sektor saham tertekan kecuali sektor tambang naik 0,16 persen dan sektor saham aneka industri mendaki 0,11 persen. Sektor saham industri merosot 1,35 persen, dan catatkan penurunan terbesar.
Disusul sektor saham keuangan melemah 0,71 persen dan sektor saham manufaktur merosot 0,61 persen. Saham-saham yang catatkan penguatan terbesar antara lain saham ERAA melonjak 10,41 persen ke posisi Rp 1.220 per saham, saham ARMY naik 6,78 persen ke posisi Rp 378 per saham, dan saham PSAB mendaki 6,25 persen ke posisi Rp 272 per saham.
Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham KMTR turun 11,92 persen ke posisi Rp 665 per saham, saham RBMS tergelincir 10,88 persen ke posisi Rp 344 per saham, dan saham TKIM melemah 5,24 persen ke posisi Rp 6.32 per saham.
Bursa saham Asia sebagian besar bervariasi. Indeks saham Hong Kong Hang Seng turun 2,28 persen, dan catatkan penurunan terbesar. Disusul sektor saham Singapura merosot 1,17 persen, indeks saham Korea Selatan Kospi melemah 1,13 persen. Selain itu, indeks saham Jepang Nikkei merosot 0,66 persen dan indeks saham Taiwan turun 0,52 persen.
Analis PT Binaarta Sekuritas, Nafan Aji menuturkan, pelemahan IHSG masih wajar. Ia menuturkan, pernyataan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Jerome Powell dalam menaikkan suku bunga acuan pada Maret ini membuat pergerakan indeks saham global melemah.
"Apalagi para pelaku pasar khawatir kenaikan suku bunag the Fed pada tahun ini akan lebih agresif dibandingkan dengan tahun lalu. Hal inilah yang memberikan efek hawkish bagi dolar AS sehingga sebabkan rupiah terdepresiasi," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
Ia menambahkan, pelaku pasar global juga menyayangkan kebijakan Presiden AS Donald Trump yang merencanakan kenaikan tarif impor baja dan aluminium sehingga sebabkan gesekan dalam hubungan perdagangan antara Amerika Serikat dengan China, negara di kawasan Eropa.
Dari dalam negeri, menurut Nafan, juga masih sepi sentimen. Apalagi proyeksi hasil rilis indeks keyakinan konsumen per Februari yang akan melemah.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
IHSG Melemah Tipis Sepanjang Februari
Berdasarkan laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, IHSG melemah 0,1 persen ke posisi 6.597 pada Februari 2018. Koreksi pada Februari 2018 merupakan besar sejak Desember dan Januari.
Adapun penurunan pada Februari didorong kenaikan volatilitas di pasar global terutama dengan pelemahan imbal hasil surat berharga Amerika Serikat (AS) dan indeks saham Amerika Serikat (AS) yang sebabkan sentimen negatif ke seluruh dunia.
Pada Februari, penurunan IHSG lebih banyak terjadi pada saham unggulan dibanding saham kapitalisasi kecil. Indeks saham LQ45 yang mereprenstasikan saham unggulan turun 0,5 persen sementara indeks MSCI Small Cap melemah 0,3 persen.
Pada Februari, investor asing melakukan aksi jual Rp 9,5 triliun dari pasar saham.Pasar obligasi terkena imbasl lebih besar dari pelemahan imbal hasil surat berharga AS yang mendorong imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun ke level 6,6 persen dari level 6,2 persen pada akhir Januari 2018.
Naiknya imbal hasil surat berharga AS dari 2,2 persen ke 2,9 persen merupakan alasan utama pelemahan di obligasi Indonesia diikuti pelemahan rupiah yang mencapai 13.750 per dolar Amerika Serikat.
Inflasi sebagai faktor terakhir yang merupakan alasan investor asing masih memegang posisi cukup besar di obligasi Indonesia meski penjualan bersi terjadi sebesar Rp 12 triliun pada Februari. Secara year to date, investor asing masih melakukan pembelian bersih Rp 20 triliun.
Advertisement