Memburu Dalang di Balik Aroma Politik Hoax MCA

Polisi mencium aroma politik di balik penyebaran konten hoax dan ujaran kebencian oleh kelompok MCA.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 06 Mar 2018, 09:25 WIB
Tersangka penyebar berita bohong atau hoax yang tergabung MCA (Liputan6.com/ Nafiysul Qodar)

Liputan6.com, Jakarta - Polisi mencium aroma politik di balik penyebaran konten berita bohong alias hoax dan ujaran kebencian oleh kelompok Muslim Cyber Army atau MCA dan mantan Saracen.

Hoax MCA yang terkait penyerangan ulama dan kebangkitan PKI tersebut disebar begitu masif di media sosial selama Februari 2018.

"Dari semua yang disampaikan itu, kami ingin katakan bahwa apa yang dilakukan kelompok ini adalah motifnya politik," ujar Kepala Satgas Nusantara Polri Irjen Gatot Eddy Pramono saat jumpa pers di Mabes Polri, Senin 5 Maret 2018.

Kelompok tersebut, Gatot melanjutkan, berharap dapat mendegradasi pemerintah dengan isu yang disebar dan opini publik yang dibangun. Dengan isu itu, masyarakat akan dibuat resah, khususnya ulama dan pemuka agama.

"Akibatnya timbul ketakutan dan memicu perpecahan bangsa. Dapat memicu konflik ketika tidak bisa diatasi, muncul (opini) bahwa pemerintah tidak mampu. Hoax ini betul-betul berbahaya," kata jenderal bintang dua itu.

Namun hingga kini, polisi belum menemukan dalang dibalik proyek penyebaran hoax dan ujaran kebencian MCA pada tahun politik ini. Polri saat ini tengah memburu dalang hoax melalui keterangan para tersangka yang ditangkap dan bukti-bukti petunjuk lain.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Buru Aktor Politik Hoax

Anggota The Family Muslim Cyber Army diperlihatkan di Dittipid Siber Bareskrim Polri, Jakarta (28/2). Enam tersangka, satu di antaranya wanita ditangkap karena menyebarkan berita bohong yang meliputi kebangkitan PKI. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Gatot memastikan, pihaknya akan menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam kejahatan siber ini tanpa pandang bulu. Bahkan jika dalang penyebaran hoax dan ujaran kebencian ini nantinya ternyata seorang politikus maupun simpatisan partai politik manapun.

"Tentunya kita akan lakukan itu (tindak tegas politikus). Saya sudah katakan tadi bahwa polisi itu melakukan penegakan yang berkeadilan, tidak berpihak kepada kepentingan apa pun," ucap dia.

Jenderal yang sehari-hari bertugas sebagai Staf Ahli Sosial Ekonomi Kapolri ini menyatakan, pengusutan kasus ini tidak hanya berhenti pada penangkapan operator MCA dan Saracen. Ia memastikan Polri mengusut tuntas hingga ke akarnya, yakni dalang dan penggalang dana.

"Satgas ini belum berhenti. Kita sudah membentuk tim-tim dan ini juga akan mendalami hasil yang sudah kita dapatkan tadi," ujar Gatot.

Hal yang sama juga dikatakan Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala Satgas Nusantara, Brigjen Fadil Imran. Polri akan terus mengejar di manapun keberadaan aktor intelektual penyebaran hoax dan ujaran kebencian ini.

"Siapa di balik ini semua. Kami akan terus bekerja agar hoax fitnah yang dapat mengganggu keamanan nasional bisa kami hilangkan," ucap Fadil.

 


Dorongan MUI

Petugas kepolisian menunjukkan anggota The Family Muslim Cyber Army yang terlibat kasus ujaran kebencian di Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Jakarta (28/2). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Penegakan hukum kepada para penyebar hoax dan ujaran kebencian di media sosial ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, tak terkecuali Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI meminta Polri mengusut tuntas kasus ini dan menindak tegas mereka yang terlibat tanpa pandang bulu.

"Siapa pun dia harus ditindak dengan tegas karena melakukan penyebaran kebohongan, hoax, ujaran kebencian, penghinaan, fitnah, adu domba dan pencemaran nama baik terhadap para pemimpin, tokoh agama dan pejabat negara," ujar Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Saadi di Mabes Polri, Jakarta, Senin 5 Maret 2018.

Zainut menambahkan, penyebaran hoax dan ujaran kebencian di samping berlawanan dengan hukum positif juga bertentangan dengan syariat Islam.

"Karena dapat menimbulkan ketakutan, perpecahan, dan permusuhan yang menimbulkan kerusakan hidup berbangsa dan bernegara," ucap dia.

Apalagi MUI telah mengeluarkan fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial. Dalam fatwa itu disebutkan bahwa setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan melakukan ghibah, fitnah, namimah, penyebaran permusuhan, bullying, ujaran kebencian, dan lainya.

"Ini diharamkan. MUI juga mengharamkan kegiatan memproduksi menyebarkan dan atau membuat dapat diaksesnya konten atau informasi yang tidak benar kepada masyarakat," Zainut menegaskan.

 


7 Pentolan MCA Ditangkap

Anggota The Family Muslim Cyber Army diperlihatkan di Dittipid Siber Bareskrim Polri, Jakarta (28/2). Enam tersangka ditangkap karena menyebarkan berita bohong dan mencemarkan nama baik presiden, dan pemerintah. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Polri telah menangkap tujuh pentolan kelompok MCA terkait penyebaran hoax dan ujaran kebencian di media sosial. Enam di antaranya ditangkap secara serentak di lokasi berbeda pada Senin 26 Februari 2018.

Enam tersangka tersebut yakni M Luth (40) ditangkap di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Riski Surya Darma (35) ditangkap di Pangkal Pinang, Bangka Belitung. Ramdani Saputra (39) ditangkap di Jimbaran, Bali.

Kemudian Yuspiadin (25) ditangkap di Sumedang, Jawa Barat. Ronny Sutrisno (40) ditangkap di Palu, Sulawesi Tengah. Dan Tara Arsih Wijaya (40) yang merupakan dosen di salah satu universitas di Yogyakarta itu ditangkap di Jawa Barat.

Yang terbaru, Bobby Gustiono alias BG (35) ditangkap di Serdang Begadai, Sumatera Utara pada Minggu 4 Maret 2018. BG merupakan salah satu orang penting di MCA. Selain sebagai admin, dia juga bertugas meretas akun-akun lawan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya