KPK Ultimatum Fredrich Yunadi Terkait Persidangannya

Kalau tidak ada sikap kooperatif dengan proses hukum, tidak tertutup kemungkinan tuntutan seberat-beratnya akan diajukan di proses persidangan.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 06 Mar 2018, 09:56 WIB
Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi saat sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (5/3). Sidang dugaan merintangi penyidikan dugaan korupsi e-KTP dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK membuka kemungkinan akan memberikan tuntutan maksimal kepada Fredrich Yunadi, jika terus berkelit dalam persidangan. Fredrich mengancam tidak menghadiri persidangan karena eksepsinya ditolak majelis hakim.

"Domain KPK adalah berat ringan tuntutan yang akan diajukan. Pasal 21 ini kan maksimal 12 tahun. KPK tentu akan menghitung faktor-faktor yang meringankan atau memberatkan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (6/3/2018).

"Kalau tidak ada sikap kooperatif dengan proses hukum, tidak tertutup kemungkinan tuntutan seberat-beratnya akan diajukan di proses persidangan," imbuhnya.

Kendati begitu, KPK akan menyerahkan hal tersebut kepada jaksa penuntut umum (JPU) untuk mengkaji lebih dalam hal-hal yang dapat memberatkan atau meringankan tuntutan hukuman mantan pengacara Setya Novanto itu.

Dia juga mempersilakan Fredrich untuk mengajukan bukti tandingan, jika keberatan dengan barang bukti dalam persidangan.

"Kalau tidak kooperatif kemudian berbelit-belit dan melakukan upaya-upaya lain maka tidak tertutup kemungkinan ancaman seberat-beratnya akan diajukan ditentukan. Tapi sekali lagi sidang masih tetap berjalan baik secara semua pihak menghormati," ujar Febri.


Nota Keberatan Ditolak

Sebelumnya, Fredrich Yunadi tak terima eksepsi atau nota keberatannya ditolak Majelis Hakim Pengadilan Tipikor. Fredrich tetap beranggapan dakwaan yang disampaikan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) palsu.

Di hadapan hakim, Fredrich menerangkan surat penyidikan terhadap dirinya palsu. Salah satu yang dipermasalahkan Fredrich lantaran tertera nama dan tanda tangan Novel Baswedan. Sementara, menurut Fredrich, Novel tak ikut memeriksa dirinya.

“Di sini diperintahkan ke Novel, Novel itu enggak ada, tapi dia dimasukkan di sprindik dan penggeledahan. Kami minta Agus Rahardjo bisa dipanggil, apa betul Novel sudah tugas, kalau tidak kan dia buat keterangan palsu,” ujar Fredrich di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin 5 Maret 2018.

Mendengar permintaan Fredrich, hakim Syaifudin menyatakan tidak akan menghadirkan pimpinan lembaga antirasuah.

Mendengar jawaban hakim, Fredrich merasa kesal dan mengeluarkan nada tinggi. Fredrich merasa keberatan dengan sprindik dan surat penggeledahan palsu karena dijadikan bukti oleh jaksa KPK di dalam sidang.

“Silakan (keberatan) diajukan, dicatat di berita acara, kami berpegang untuk perkara pokok ini dilanjut. Untuk penuntut umum dimohon hadirkan saksi di pemeriksaan pokok perkara,” kata hakim Syaifudin.

Permohonannya tetap tak diterima oleh hakim, Fredrich kembali kesal. Ia berjanji dirinya tak akan menghadiri persidangan lanjutan yang rencananya akan digelar pekan depan, Kamis, 15 Maret 2018.

“Kami enggak akan menghadiri sidang lagi. Ini hak saya sebagai terdakwa, saya punya hak asasi manusia, saya punya landasan hukum,” kata Fredrich.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya