Semarang - Ketika menyusuri wilayah sekitar Kaligawe, Semarang, bisa kita temui pemandangan unik. Sejumlah rumah hanya terlihat atap. Bukan tanpa sebab kondisi ini terjadi di wilayah itu.
Peninggian jalan yang terus dilakukan untuk menghindari banjir dan rob di kawasan Kaligawe membuat rumah-rumah warga berada lebih rendah dari jalan. Mau tidak mau, ketika peninggian jalan dilakukan, warga harus meninggikan rumahnya.
Memasuki wilayah RW 2 Kelurahan Kaligawe, Semarang, proses peninggian rumah menjadi pemandangan biasa. Warga berupaya meninggikan rumahnya agar sejajar dengan permukaan jalan. Di wilayah ini, peninggian jalan memang sudah beberapa kali dilakukan. Terhitung sejak 2004, sudah sebanyak 2-3 kali dilakukan peninggian.
Tentu peninggian rumah dilakukan oleh warga yang mampu. Sementara untuk warga yang belum cukup mampu, terpaksa harus tetap menempati rumahnya dalam keadaan seadanya.
Baca Juga
Advertisement
Didik, warga RT 7 / RW 2 mengaku harus tinggal di rumah bawah tanah. Ia hanya mampu meninggikan bagian depan rumahnya dan membangun beberapa bagian untuk tempat tidur.
Tampak dari depan rumah, sebuah ruang kecil, seperti bekas bangunan lama yang ditambah bangunan lagi di atasnya. Ruang kecil inilah yang ia sebut sebagai bawah tanah. Benar saja, posisinya lebih rendah dari permukaan jalan. Di ruang ini terdapat televisi, kipas angin dan sejumlah kursi.
"Atasnya untuk tidur. Cuma bisa meninggikan yang bagian depan saja," jelas pria yang sudah sekitar 37 tahun tinggal di Kaligawe RW 2, Semarang. "Kalau yang bagian bawah itu buat masak saja," timpal istrinya.
Untuk bisa masuk ke tempat ini, diperlukan perjuangan. Sebab, dari bagian ruang tamu tempat ini hanya menyisakan lubang tak lebih dari 60 sentimeter. "Itu cuma saya yang bisa masuk," jelas istri Didik.
Dikatakan olehnya, beberapa warga yang belum mampu meninggikan rumah ada yang terpaksa membongkar plafon rumah, agar tetap bisa ditinggali. "Supaya ndak sundul," ujarnya.
Bahkan, lanjutnya, ada juga warga yang harus tinggal meskipun rumahnya tergenang air. Pantauan Jawa Pos Radar Semarang, memang ada beberapa rumah yang digenangi air pada bagian terasnya. Sayangnya, sang pemilik rumah belum berhasil ditemui.
Baca berita menarik lainnya dari JawaPos.com di sini.
Baru 30 Persen Warga yang Meninggikan Rumah
Ketua RT 03 / RW 2 Kaligawe, Basyir, 36, mengatakan, peninggian rumah memang menjadi pekerjaan rumah (PR) warga wilayah Kaligawe buntut dari peninggian jalan.
Pemerintah, kata dia, hanya memberikan bantuan untuk meninggikan jalan agar terbebas banjir dan rob. Sementara peninggian rumah, menjadi tanggung jawab masing-masing pemiliknya.
"Ini kan cuman untuk nyenengke warga saja mungkin. Kasihan yang belum bisa meninggikan rumah. Di wilayah saya baru sekitar 30 persen yang sudah bisa meninggikan rumah," beber pria asal Demak yang tinggal di Kaligawe sejak 2004 ini.
Termasuk Masjid Al-Hikmah yang berada tepat di samping rumahnya. Ia menuturkan sudah 3 kali dilakukan peninggian untuk menyesuaikan ketinggian jalan.
Sedikit menyentil, ia mengatakan secara ekonomi orang yang tinggal di wilayahnya haruslah orang yang kaya. Sebab, untuk membangun rumah, mereka harus mengeluarkan dua kali lipat biaya. Biaya pembongkaran dan pembangunan kembali. Belum lagi jika masih harus berlomba-lomba meninggikan dengan permukaan jalan.
Advertisement
Rencana Pemerintah
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana, Ruhban Ruzziyatno, mengatakan, dua sungai di Genuk, yakni Sringin dan Tenggang yang tengah dinormalisasi diharapkan akan selesai pada tahun ini. Tahun ini, BBWS juga memasang dua pompa berukuran besar untuk mengentaskan banjir di wilayah Genuk.
"Kemarin banjir karena pompanya belum terpasang. Nanti pompa tersebut dipasang di hilir Sungai Sringin dengan kapasitas 10.000 liter per detik, dan di hilir Sungai Tenggang dengan kapasitas 12.000 liter per detik," jelasnya.
Dengan adanya dua pompa tersebut, ia yakin banjir bisa teratasi.
Terkait kerusakan jalan, pihaknya mengaku telah berkoordinasi dengan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah VII untuk melakukan penambalan dan perbaikan Jalan Raya Kaligawe yang mengalami kerusakan parah.
“Saya sudah berkoordinasi, sudah mulai dilakukan pengerjaan berupa penambalan,” katanya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Sumber Daya Air, dan Penataan Ruang (Pusdataru) Jateng, Prasetyo Budhie Yuwono, mengatakan, penanganan banjir dan rob di wilayah Kaligawe dikeroyok oleh Pemerintah Kota Semarang, Provinsi Jateng, hingga Pemerintah Pusat. Yakni, dengan membangun dua kolam retensi, membuat pintu air, menaikkan jalan, hingga tanggul laut yang diintegrasikan dengan Jalan Tol Semarang-Demak.
Menurut Prasetyo, intensitas hujan yang sudah mulai menurun belakangan ini, akan dimanfaatkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur penanganan rob dan banjir di Kaligawe. Yakni, percepatan pembangunan dua kolam retensi, yakni di dekat Rusunawa Kaligawe dan Banjardowo.
Dua kolam retensi itu digadang-gadang mampu menampung genangan air di derah permukiman dan lahan di sekitarnya. "Nanti air akan diparkirkan di kolam retensi dulu, baru dibuang. Jadi, akan ada pompa airnya. Untuk kolam retensi Kaligawe, airnya akan dipompa ke Banjir Kanal Timur. Sementara yang di Banjardowo yang menjadi parkir air dari wilayah Kali Seringin dan Genuk, akan dipompa ke Kalibon," terangnya, Minggu (4/3).
Hingga saat ini, progres pembangunan kedua kolam retensi itu sudah tembus 80 persen. Bahkan, Kementerian PUPR menargetkan, Maret mendatang sudah bisa difungsionalkan. Nantinya kolam retensi yang dibangun Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana itu akan diserahkan pengelolaannya ke Pemkot Semarang.
Khusus untuk kolam retensi di dekat Rusunawa Kaligawe, akan dihias agar bisa menjadi tempat kumpul warga di sekitarnya. Rencananya, akan ada taman, jogging track, dan fasilitas hiburan lain untuk jujugan wisata. "Minggu depan, direncanakan akan ada prosesi penanaman untuk membangun taman. Kalau yang di Banjardowo, tidak dihias. Benar-benar difungsikan sebagai kolam retensi saja," bebernya.
Setelah kolam retensi bisa difungsionalkan, giliran Kali Tenggang dan Sringin digarap. Akan ada normalisasi besar-besaran di kedua sungai tersebut. Bahkan ada penutupan permanen di bagian muara. Saat ini, di Kali Sringin memang sudah ada penutupan, tapi sifatnya sebagai tanggul darurat yang hanya sementara untuk menahan rob.
"Nantinya di sebelah bawah yang sekarang ditutup, akan dibuat pintu pengatur. Tentu dilengkapi pompa juga. Kalau yang di Sringin, ada 5 pompa, masing-masing berkapasitas 2 meter kubik per detik. Sementara yang di Tenggang, kapatias total pompanya bisa 12 meter kubik per detik," paparnya.
Selain dua program prioritas sepanjang 2018 itu, Kementerian PUPR melalui Balai Pelaksana Jalan Nasional Kota Semarang, akan meninggikan Jalan di Kaligawe yang kemarin terus terendam rob. Yakni, dari arah Terminal Terboyo ke timur hingga Genuk. "Tidak semuanya di naikkan, hanya beberapa titik saja. Ini sudah mulai digarap. Sudah ada pengurukan material kricak untuk meninggikan jalan," tuturnya.
Meski sudah ada tiga upaya mengusir rob di Kaligawe, Prasetyo belum bisa memastikan bisa berhasil 100 persen. Memang, diperkirakan bisa menjadi solusi rob, tapi belum seberapa. "Kami hanya bisa menjamin bisa berkurang," katanya.
Penanganan rob yang cukup signifikan, lanjutnya, baru bisa terjadi setelah tanggul laut yang diintegrasikan dengan jalan tol Semarang-Demak sudah jadi. Rencananya, proyek tersebut baru masuk tahap lelang pada pertengahan 2018 ini.
"Kalau DED (Detail Engineering Design) dan FS (Feasibility Study) sudah selesai. Sekarang sedang proses kajian lingkungan. Diharapkan Maret nanti rampung agar segera masuk proses lelang. Nah, nanti kalau tanggul laut ini sudah jadi, bisa hampir dipastikan, sudah dapat mengendalikan banjir dan rob di Kota Semarang," ujarnya optimistis.
Banjir Rob Semakin Parah dari Tahun ke Tahun
Guru Besar Manajeman Lingkungan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Prof Sudharto P Hadi mengatakan, rob di Kaligawe merupakan persoalan serius. Karena dari tahun ke tahun, rob semakin parah, dan penurunan permukaan tanah semakin besar. Jika tak segera diatasi, bukan tidak mungkin daerah Kaligawe dan Semarang Utara akan terus tergenang rob setiap tahunnya.
"Rob sudah ada sejak 1990-an. Tetapi sekarang intensitasnya semakin sering dan kondisinya semakin parah," katanya.
Ia menambahkan, sebenarnya penyebab utama rob di Semarang sudah jelas dan didominasi karena adanya penurunan muka tanah akibat pembangunan yang berlebihan dan pengeboran air tanah yang tak terkontrol. Kondisi tersebut, semakin membuat rob semakin parah dan sulit dikendalikan.
"Penyebab sudah ada, tinggal bagaimana mengatasi. Tapi baik pemerintah pusat, provinsi dan Kota Semarang belum maksimal dalam penanganannya," tegasnya.
Upaya yang dilakukan selama ini masih parsial, dan belum menyentuh akar masalah. Misalnya, dengan pembangunan Polder Tawang maupun Polder Banger di Kemijen. Selain itu, upaya peninggian jalan dan karung pasir justru semakin menenggelamkan permukiman warga di sekitar lokasi tersebut. "Tidak salah, tapi itu hanya solusi jangka pendek," katanya.
Pemerintah dari pusat sampai Semarang harus sinergis dan mulai menata kawasan ulang Semarang Utara dan Kaligawe. Penambahan ruang terbuka hijau bisa menjadi salah satu solusi agar rob tidak semakin meluas.
Selain itu, penataan kawasan industri harus dilakukan karena pembangunan kawasan industri menyumbang sekian cepatnya penurunan muka tanah. "Industri skala besar itu penyumbang utama. Karena selain infrastruktur yang besar, pengeboran sumur tanah juga berlebihan," tegasnya.
Anggota Komisi E DPRD Jateng, Yudhi Indras Wiendarto, mendesak Pemkot Semarang menyelesaikan evaluasi tata ruang wilayah. Karena, banjir dan rob di Semarang disebabkan pembangunan infrastruktur dan permukiman penduduk. "Jika terus dibiarkan, maka bencana banjir dan rob itu bisa saja akan menjadi lebih parah pada tahun-tahun mendatang," katanya.
Untuk persoalan rob yang terjadi di Kaligawe, pemerintah pusat harus segera merealisasikan jalan tol yang juga berfungsi sebagai tanggul. Lantaran Jalan Kaligawe-Demak merupakan jalan nasional dan hampir sebulan ini juga tergenang rob dan banjir. Akibatnya pengguna jalan dan warga setempat terganggu. "Harus ada upaya percepatan. Jika tidak, bisa saja meningkatkan jumlah kemiskinan di Jateng," tandasnya.
Advertisement