Wapres JK Serahkan ke Kapolri soal Aktor Politik di Balik MCA

Polisi menguak adanya motif politik di balik isu-isu hoax yang diviralkan Muslim Cyber Army (MCA).

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 06 Mar 2018, 19:06 WIB
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla memberi sambutan usai menyaksikan penandatanganan kesepakatan antara PMI dan BPOM di Jakarta, Senin (20/11). Kepala BPOM juga menyerahkan sertifikat cara pembuatan obat yang baik kepada PMI. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Polisi menguak adanya motif politik di balik isu-isu hoax yang diviralkan Muslim Cyber Army (MCA). Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menyerahkan sepenuhnya ke Kapolri untuk mencari aktor di belakang Muslim Cyber Army. 

"Kapolri saja. Saya belum tahu," ucap JK di Jakarta, Selasa (6/3/2018).

Saat ditegaskan, apakah sudah memperoleh informasi bahwa MCA akan membuat kekacauan, terutama di tahun politik, dia kembali menyerahkan ke Kapolri.

"Kita tidak tahu, nanti tunggu penyidikan oleh Kapolri," jelas JK.

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian masih enggan menjelaskan soal aktor politik penyebaran konten hoax dan ujaran kebencian kelompok Muslim Cyber Army. Menurut dia, sudah ada tim yang akan menjelaskan hal itu.

"Kan, sudah ada paparan resmi dari tim di Mabes Polri kepada rekan-rekan media," kata Tito.

 


Perintah Menko Polhukam

Menko Polhukam Wiranto usai melakukan pertemuan dengan Ketua KPU, Arief Budiman di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (6/3). Pertemuan berlangsung sekitar satu jam dan tertutup. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sementara itu, Menko Polhukam Wiranto mengatakan, sudah memerintahkan Kapolri untuk menangkap seluruh kelompok penyebar hoax. Dia ingin memberantas hal itu.

"Kita sudah minta Kapolri untuk mencari, menangkap, menghukum dengan keras dan tegas para pelaku-pelaku hoax siapa pun dia, perorangan, kelompok atau organisasi mana yang kira-kira arahnya itu. Kita akan berantas," ucap Wiranto.

Dia memerintahkan hal demikian, karena aksi kelompok tersebut sudah menganggu ketentraman umum. Bahkan, event di tahun politik.

"Mengganggu ketenteraman umum, mengganggu pelaksanaan-pelaksanaan isu-isu nasional atau event nasional, pilkada serentak, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan kegislatif itu. Kita harapkan jangan diganggu. Kampanye boleh, tetapi jangan menggunakan hoax, kampaye boleh tapi jangan menyebarkan kebencian, kampanye boleh tapi jangan menggunakan isu SARA yang bisa menimbulkan kekacauan di dalam negeri," Wiranto memungkasi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya