Liputan6.com, Jakarta Induksi paksa atau forced induction merupakan sistem kerja yang memberikan asupan udara ekstra ke dalam ruang pembakaran. Sistem tersebut bertujuan untuk meningkatkan tenaga yang dihasilkan oleh mesin, sehingga tenaganya lebih besar dengan mesin berkapasitas sama yang masih naturally aspirated. Dua macam forced induction yang populer adalah supercharger dan turbocharger. Keduanya mengompresi aliran udara ke dalam mesin dan mampu memberi dorongan hingga 50 persen lebih besar.
Meskipun memiliki fungsi dan manfaat yang sama, kedua peranti tersebut memiliki beberapa perbedaan yang sangat berpengaruh pada performa mesin. Yang paling mendasar ialah power supply atau sumber tenaga.
Baca Juga
Advertisement
Supercharger mendapatkan aliran tenaga dari crankshaft mesin. Hal ini disebabkan dengan strukturnya yang mengharuskan perangkat ini langsung terhubung dengan mesin melalui sebuah belt.
Udara akan terkompresi sebelum akhirnya disalurkan ke mesin dan menciptakan tenaga 46 persen lebih besar. Dengan peningkatan asupan udara, penggunaan bahan bakar dalam proses pembakaran juga lebih banyak.
Sama halnya dengan supercharger, turbocharger juga berfungsi membuat dorongan dan tenaga lebih besar. Turbo menjadikan gas buang sebagai sumber tenaga penggerak kompresor melalui sebuah turbin.
Secara logika, penggunaan perangkat ini jauh lebih efisien karena menggunakan energi yang tak terpakai sebagai sumber tenaga. Sayangnya, 'boost-effect' yang dihasilkan cenderung lebih kecil dan terdapat jeda waktu antara membuka gas dengan akselerasi yang muncul atau kerap disebut sebagai turbo lag.
Karena terhubung dengan mesin, supercharger hanya bisa berputar hingga 50.000 rpm sementara turbocharger yang berdiri sendiri mencapai 250.000 rpm. selain itu, asap juga akan keluar ketika supercharger bekerja karena tidak dilengkapi dengan wastegaste.
Dengan berbagai kemampuan tersebut, biasanya modifikator atau pabrikan memasangkan sesuai dengan kebutuhan. Bisa dibilang, supercharger unggul di putaran bawah, sedangkan turbocharger untuk lintasan atau jalur panjang.
Sumber: Otosia.com
Asal Muasal Keong Racun pada Mobil
Siapa yang tidak mengenal istilah turbocharger pada mesin? Para pecinta otomotif tentu mengenal alat forced induction (induksi paksa) yang memberikan pasokan udara ekstra ke dalam ruang bakar, sekaligus meningkatkan performa dari segi tenaga dan torsi puncak.
Misalkan saja pada Honda CR-V Turbo yang bermesin 1,5 liter turbo. Berkat penggunaan turbo, tenaganya setara dengan varian 2,4 liter (187 Tk), bahkan torsi puncaknya lebih besar (221 Nm).
BACA JUGA
Lalu bagaimana asal muasal dari turbocharger? Dikutip dari berbagai sumber, umur dari turbocharger itu sendiri nyaris sama dengan mesin internal combustion.
Antara tahun 1885 dan 1896, Gottlieb Daimler dan Rudolf Diesel mencari cara untuk meningkatkan tenaga pada mesin sekaligus mengurangi konsumsi bahan bakar. Di tahun 1925, Alfred Büchi, insinyur asal Swiss yang pertama mematenkan turbocharger dan berhasil meningkatkan tenaga hingga 40 persen.
Awalnya, turbocharger digunakan untuk alat berat bermesin besar, misalkan kapal laut dan pesawat terbang. Di dunia otomotif, turbocharger pertama kali disematkan pada truk yang dibangun oleh "Swiss Machine Works Saurer".
Kendaraan penumpang pertama yang menggunakan turbocharger adalah Chevrolet Corvair Monza dan Oldsmobile Jetfire. Hanya saja, karena menemui kendala pada durability, saat itu pemakaian turbo tidak terlalu populer.
Pada tahun 1970-an, penyematan turbodiesel pada Mercedes-Benz 300 SD berhasil mengubah persepsi masyarakat. Turbocharger tidak saja bertenaga, efisiensi bahan bakarnya juga memuaskan, dan emisi dapat ditekan.
Di Indonesia sendiri, mobil bermesin turbocharger sudah ditawarkan oleh berbagai APM. Misalkan BMW, Chevrolet, Honda, Isuzu, Mercedes-Benz, Mitsubishi, Toyota, dan masih banyak lagi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement