Strategi Pilih Saham Saat Rupiah Tertekan

Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat juga membayangi kinerja emiten.

oleh Agustina Melani diperbarui 07 Mar 2018, 08:15 WIB
Pengunjung melintasi layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung tertekan. Hal ini berdampak terhadap kinerja emiten di pasar saham Indonesia.

Nilai tukar rupiah melemah sepanjang Februari 2018. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) rupiah melemah 2,27 persen pada Februari 2018. Rupiah sempat berada di posisi 13.402 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 1 Februari 2018 menjadi 13.707 per dolar AS pada 28 Februari 2018. Bahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah mencapai posisi 13.793 pada 1 Maret 2018.

Plt Kepala Riset PT Bahana Sekuritas, Henry Wibowo menuturkan, rupiah tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berdampak negatif untuk kinerja emiten di Indonesia. Apalagi emiten atau perusahaan tercatat di pasar saham Indonesia masih banyak impor bahan material. Ini dapat meningkatkan pembiayaan emiten.

"Berdasarkan riset kami kalau setiap pelemahan rupiah sekitar satu persen eps (earning per share) growth berkurang 0,6 persen-0,7 persen. Jadi dampaknya kalau rupiah melemah lima persen, eps sekitar 3-4 persen," ujar Henry saat dihubungi Liputan6.com, seperti ditulis Rabu (7/3/2018)

Ia menambahkan, pelemahan rupiah tersebut dapat berdampak kinerja keuangan emiten pada kuartal I 2018. Hal itu terutama emiten yang belum lakukan lindung nilai. Henry menuturkan, tekanan terhadap rupiah akan berdampak terhadap sektor saham yang punya utang dolar AS besar dan andalkan bahan impor. Sektor saham kemungkinan kena efek negatifnya antara lain sektor properti, barang konsumsi dan farmasi.

"Perusahaan akan alami kerugian kurs pada kuartal I 2018 karena rupiah melemah. Emiten seperti poultry akan terkena karena 90 persen raw materialnya impor mulai jagung, soybean. Kemudian, consumer seperti Indofood Sukses Makmur dan Kalbe Farma," jelas dia.

Sedangkan rupiah melemah, menurut Analis PT Binaartha Sekuritas Nafan Aji dapat menguntungkan sejumlah sektor saham terutama berbasis ekspor.

Henry menambahkan, sektor saham tambang dan perkebunan mendapatkan sentimen positif. Hal ini karena sektor saham itu berbasis ekspor sedangkan produksinya dibayar dengan rupiah."United Tractors dan Adaro Energy akan diuntungkan dari rupiah," kata Henry.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Selanjutnya

Pergerakan saham terlihat di sebuah monitor, Jakarta, Senin (14/11).Tekanan IHSG tersebut juga didorong saham-saham berkapitalisasi besar yang merosot. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Henry menuturkan, Bank Indonesia (BI) akan melakukan intervensi untuk menjaga kestabilan rupiah. Oleh karena itu, diperkirakan rupiah masih berpeluang ke posisi 13.500 hingga akhir 2018. Henry mengatakan, pelemahan rupiah ini tak lepas dari sentimen global terutama kekhawatiran pelaku pasar terhadap perang dagang seiring Amerika Serikat (AS) akan mengenakan tarif impor baja dan aluminium. Selain itu, kekhawatiran kenaikan suku bunga bank sentral AS lebih agresif.

Dengan kondisi nilai tukar rupiah melemah, Henry mengatakan sektor saham bank dan infrastruktur masih menarik untuk dicermati pelaku pasar. Hal ini karena ada kesempatan untuk beli dilihat dari fundamental perusahaan.

"Atraktif sektor saham bank. Good buy oppurtunity karena fundamental sangat baik dari indikator. Demikian juga sektor infrastruktur. Apalagi ada momen Asian Games yang akan menggerakkan sektor saham," kata Henry.

Sedangkan Nafan memilih saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) untuk dicermati pelaku pasar.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya