Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI berkolaborasi dengan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengungkap dugaan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang dialami seorang pemuda asal Banyumas, Jawa Tengah.
Kasus yang sejatinya telah terjadi sejak 2016 itu kemudian dipaparkan oleh pihak Kemlu RI, SBMI, dan ibu kandung IU dalam sebuah konferensi pers bersama di Jakarta, Kamis (8/3/2018).
Advertisement
Pemuda itu diketahui berinisial IU (20), diduga menjadi korban TPPO yang dilakukan oleh sebuah sindikat berkedok agen perekrut tenaga kerja Indonesia (TKI) bidang pelayaran.
Awal Mula
Kasus bermula ketika IU direkrut di Banyumas pada Juli 2016 oleh sebuah agen sindikat TPPO. Dari Banyumas, IU dibawa ke Jakarta untuk ditampung sementara.
Kemudian, lewat sebuah skema rumit, non-prosedural, manipulatif, dan diduga kuat melanggar pidana yang dilakukan oleh sindikat itu, IU kemudian diberangkatkan ke Gabon untuk menjadi anak buah kapal (ABK) nelayan.
"Ia bekerja di Gabon sejak November 2016. Setelah tiga bulan di Gabon, IU sudah merasakan sesuatu yang tidak beres setelah menerima berbagai perlakuan buruk," kata Hariyanto, anggota SBMI yang menangani kasus tersebut.
Di sana, IU mengalami kondisi yang memprihatinkan, ia bekerja 20 jam per hari di sebuah kapal nelayan yang hanya berlabuh setiap delapan bulan sekali.
Tak hanya itu, IU pun menerima gaji minim dan tidak sesuai kontrak kerja, serta menerima penganiayaan dari rekan-rekannya.
Setelah tiga bulan bekerja di Gabon, IU melaporkan kondisi yang ia alami kepada orang tuanya di Banyumas dan minta dibebaskan dan dipulangkan ke Indonesia.
"Orang tua IU kemudian melaporkan kepada PJTKI dan calo penyalur tenaga kerja. Namun, oleh kedua pihak itu, orang tua IU dimintai uang sebesar Rp 50 juta untuk biaya proses pembebasan. Karena tidak punya uang, pihak orang tua akhirnya melaporkan kasus itu ke SBMI," jelas Hariyanto
Oleh SBMI kasus tersebut kemudian dilaporkan ke Direktorat Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luaar Negeri RI.
Sudah Dibebaskan
Setelah melalui proses yang rumit, IU berhasil dibebaskan.
"Tepatnya pada 14 Februari 2018, IU berhasil dipulangkan oleh pihak Kemlu RI. Ia sudah di Indonesia, saat ini ditempatkan di rumah aman, dan akan segera diperiksa oleh Satgas Bareskrim TPPO Polri," kata Hariyanto.
Ibu IU, yang turut hadir dalam konferensi tersebut mengatakan, "Saya dan keluarga sangan berterima kasih kepada SBMI dan Kemlu RI yang telah membantu anak saya."
Sampai hari ini, kasus tersebut baru akan diselidiki oleh pihak Kepolisian RI, ujar Hariyanto dan pihak Kemlu RI.
"BAP baru dimulai esok atau lusa. Setelah BAP, penyelidikan resmi berjalan," kata Hariyanto.
Otoritas RI pun sejatinya telah mengantongi nama dan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus IU tersebut. Namun, demi kepentingan penyelidikan dan asas praduga bersalah, belum akan dibeberkan ke media dan publik.
Saksikan juga video berikut:
Menguak Sindikat TPPO Berkedok Perekrutan ABK, Korban Capai Puluhan Orang
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Lalu Muhammad Iqbal yang turut hadir dalam konferensi pers itu membenarkan kasus yang dialami oleh IU.
Tak hanya itu, Iqbal melanjutkan bahwa di balik kasus IU, ada jaring sindikat TPPO berkedok perekrut anak buah kapal (ABK) yang menyeret puluhan korban WNI. Hingga saat ini, kasus itu belum diproses oleh hukum.
"Ini kasus pelik. Terduga korban hanya satu orang. Tapi, di balik kasus yang ia alami, terdapat korban lain yang diduga mencapai puluhan orang. Semuanya melibatkan sebuah sindikat TPPO yang sama, berkedok perekrutan anak buah kapal," jelas Iqbal dalam konferensi pers di Kemlu RI, Kamis, 8 Maret 2018.
Perwakilan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto mengatakan, sindikat itu mempunyai basis perusahaan di Rawa Badak Utara, Jakarta Utara dan memiliki agen-agen perekrut yang membujuk calon-calon pemuda dari berbagai daerah yang ingin menjadi ABK di luar negeri.
"Dugaan itu diperoleh dari pengakuan IU yang memaparkannya ke SBMI dan Kemlu," jelas Hariyanto.
Menurut Hariyanto, yang menerima pengakuan IU, ada sembilan kapal di Gabon yang di dalamnya terdapat sekitar 45 ABK WNI.
"Sekitar 15 orang, termasuk IU, berangkat pada time span dan batch yang berbarengan, sementara 30 orang lainnya menyusul beberapa bulan kemudian. Mereka diberangkatkan oleh dua perusahaan yang pemiliknya satu atau entitas yang sama," jelas Hariyanto.
Akan tetapi, mengingat kasus ini masih dalam tahap penyelidikan awal, seluruh terduga korban dan para pelaku sindikat masih belum disentuh oleh hukum.
"Kemlu masih perlu memerlukan verifikasi status kewarganegaraan terduga 45 ABK WNI itu dan memeriksa juga apakah mereka semua ada di Gabon atau tidak. Di sisi lain, Polri masih dalam tahap penyelidikan awal. Besok atau lusa, IU baru akan di periksa, mengawali proses rangkaian investigasi," jelas Iqbal.
Advertisement