Dua Sisi Ondel-Ondel Jalanan

Nyaringnya suara musik khas Betawi dari pengeras suara kecil di gerobak dan sosok boneka raksasa bernama ondel-ondel memecah konsentrasi pengguna jalan malam itu.

oleh Lady Nuzulul Barkah Farisco diperbarui 10 Mar 2018, 10:42 WIB
Arif dan tiga temannya yang masih di bawah umur menyusuri jalan sekitaran Depok hingga Cijantung, Jawa Timur untuk mengamen dengan menggunakan ondel-ondel. (Liputan6.com/Lady Nuzulul Barkah Farisco)

Liputan6.com, Jakarta - Nyaringnya suara musik khas Betawi dari pengeras suara kecil di gerobak dan sosok boneka raksasa bernama ondel-ondel memecah konsentrasi pengguna jalan malam itu. Arif dan tiga temannya yang masih di bawah umur menyusuri jalan sekitaran Depok hingga Cijantung, Jakarta Timur.

Mereka sengaja mengusung kesenian Betawi tersebut untuk mengamen beberapa bulan ini di rute yang sama setiap harinya. Menurut mereka, metode ini lebih menguntungkan ketimbang mengamen biasa, seperti membawa kecrekan misalnya.

Arif mengaku dapat memperoleh uang Rp 400.000 dalam beberapa jam.

"Tiap hari keliling gini, kadang dari siang abis Zuhur, kadang dari sore sampai malam jam 9-an. Ondel-ondelnya dapet nyewa di daerah Depok 2. Sehari nyewa bayar Rp 120 ribu," ujar Arif saat ditemui Liputan6.com di daerah Kalisari, Jakarta Timur, Jumat, 9 Maret 2018.

Jika dikurangi uang sewa, rata-rata mereka mendapat bagian Rp 50.000 per orang. "Lumayan per orang dapatnya bisa 50 ribuan-lah. Uangnya sebagian buat bantu orangtua di rumah, sebagian buat nambah jajan," kata Arif.

Ketika menjalankan "usahanya" tersebut, Arif bertugas mendorong gerobak sound system, dua temannya sebagai pengumpul uang mengamen, dan satu temannya lagi menggunakan ondel-ondel

Selama menjadi pengamen jalanan, Arif bercerita, banyak orang atau anak kecil yang minta berfoto dengan ondel-ondelnya. Dia merasa semua orang senang dengan kehadiran ondel-ondel jalanan. Bahkan, dia berceloteh jika tak pernah kena palak preman maupun Satpol PP. 

"Seneng tiap ngamen orang-orang ngasih duit. Anak kecil juga banyak yang minta foto, dari situ dapat duit deh dari orangtua tuh anak. Tiap hari rutenya sama, istilahnya udah hafal daerah-lah. Udah gitu wilayah Kalisari-Depok aman, enggak ada preman apa enggak Satpol PP," tutur Arif.

Bagai dua sisi mata uang, mengamen ondel-ondel seperti yang Arif lakukan ini memiliki sisi negatif dan positif.

Positifnya, dia dapat membantu perekonomian keluarga. Namun, di sisi lain ada fakta sedih di balik pengamen ondel-ondel. Arif dan kawan-kawannya yang duduk di bangku sekolah dasar dan menengah nyatanya telah putus sekolah. Alasannya, karena keadaan ekonomi, sehingga menyebabkan mereka malas untuk melanjutkan sekolah. Mirisnya kedua orangtua Arif masih lengkap. Namun, ayahnya tak lagi bekerja.

"Orangtua masih ada, sehat dua-duanya. Ngamen gini buat bantu orangtua, ya daripada nganggur di rumah, kan, mending ngamen dapet duit," tutur Arif.

Banyak pemerhati budaya Betawi yang menyayangkan kegiatan seperti yang dilakukan Arif dan kawan-kawannya. Mengamen ondel-ondel ini dianggap telah melukai budaya Betawi.

"Tahu sih, ini katanya bikin jelek budaya Betawi, tapi kita bisa apa? Sekarang buat kita yang penting bisa cari duit," ujar Arif yang disusul anggukan setuju kawan-kawannya.

 


Jatuhkan Budaya Betawi?

Salah satu perajin ondel-ondel Mpo Minah, Miji, masih memegang teguh pakem dalam kesenian Betawi. (Liputan6.com/Lady Nuzulul Barkah Farisco)

Salah satu perajin ondel-ondel sekaligus pemilik sanggar ondel-ondel Mpo' Minah, Miji menilai ondel-ondel jalanan telah menjatuhkan budaya Betawi. Namun, ia pun tak bisa menyalahkan sepenuhnya ke pengamen ondel-ondel, karena sulitnya mendapat mata pencaharian lain.

Sebagai orang Betawi asli, Miji menduga ondel-ondel jalanan berawal dari jarangnya hajatan yang menampilkan pertunjukan ondel-ondel sekarang ini. Pemilik ondel-ondel kemudian menyewakan ondel-ondelnya ke pengamen.

"Ramai pengamen ondel-ondel nih saya enggak setuju. Ini kan jadinya ngejatuhin budaya Betawi, dianggep rendah budaya kita. Tapi misalnya saya bilangin tuh ke para pengamen ondel-ondel kayak gitu, mereka (pengamen ondel-ondel) nanti malah bilang emang lu bisa kasih gua nafkah," ujar Miji.

Oleh karena itu, kata dia, perlu adanya perhatian dari pemerintah. Dia berharap pemerintah bisa bekerja sama dengan pemerhati budaya Betawi, agar kesenian ondel-ondel dapat terus ada dengan tetap menjunjung nilai-nilai budayanya.

Muji sendiri masih membuat ondel-ondel sebagai usaha turun-temurun keluarganya.

"Sanggar ini turun-temurun. Tahun 1945 kita udah produksi ondel-ondel. Sejarahnya sanggar ini enggak sembarang, kita dapat nama ondel-ondelnya dari Kramat Kali Miring dari Mpok Minah. Makanya kita namain Sanggar Mpo' Minah," ujar pemilik sanggar, Miji, saat ditemui Liputan6.com di daerah Setu, Jakarta Timur, Kamis, 8 Maret 2018. 

Selain membuat ondel-ondel, ia menyewakan ondel-ondelnya untuk acara pernikahan, khitanan, dan acara yang berkaitan dengan budaya Betawi. Dia masih memegang teguh pakem-pakem dalam kesenian ondel-ondel, seperti tidak menggunakan ondel-ondel untuk sembarang acara.

"Kalau ada acara-acara kayak nikahan, sunatan gitu saya sewain. Itu dari mana aja yang nyewa. Kita sewain sepasang udah termasuk sama alat musiknya. Selama pementasan ondel-ondel ada aturannya, kayak pake baju seragam yang rapih gitu," ujar Miji.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya