700 Pekerja Freeport Tunggu Kejelasan Nasib

Tak hanya terkena PHK, rekening BPJS Ketenagakerjaan dan rekening bank para pekerja Freeport ini juga ‎dibekukan.

oleh Septian Deny diperbarui 11 Mar 2018, 17:50 WIB
Ratusan karyawan Freeport minta kejelasan terhadap nasib mereka.

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Swadaya Manusia (LSM) di Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Lokataru menyatakan, sebanyak 700 pekerja PT Freeport Indonesia menunggu kejelasan nasibnya. Hal tersebut menyusul tindakan Freeport yang merumahkan dan mem-PHK para pekerja tersebut.

Pendiri Lokataru, Haris Azhar, mengatakan, hal ini berawal pada Februari 2017 lalu di mana Freeport mengeluarkan kebijakan untuk merumahkan (furlough) 700 pekerja. Menurut dia, Freeport beralasan hal ini didorong oleh kebijakan pemerintah soal ekspor konsentrat.

"Kebijakan furlough dipertanyakan oleh serikat pekerjanya. Tapi Freeport bilang kebijakan ini tidak bisa didiskusikan, karena ini keputusan manajemen. Mereka berdalil di Perjanjian Kerja Bersama yang menyatakan jika kebijakan strategis itu tidak bisa didiskusikan dengan karyawan, tapi dia ayat berikutnya jika terkait dengan pekerja maka harus didiskusikan dengan serikat," ujar dia di Jakarta, Minggu (11/3/2018).

Menurut Haris, serikat pekerja Freeport sebenarnya telah meminta penjelasan soal kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS). Namun sayangnya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari pihak manajemen Freeport.

Saat karyawan meminta dialog, terjadi dialog tapi kenyataannya itu hanya semacam pidato satu pihak dari perusahaan. Sampai tiga kali diundang, tapi karyawan hanya disuruh untuk mendengarkan, tidak bisa bertanya.

"Serikat menolak, karena inginnya dialog yang dua arah. Sampai diundang 11 kali, serikat tidak mau datang. Kemudian serikat juga mengundang tapi perusahaan tidak mau," jelas dia.

Karena tidak juga bisa berdialog dengan pihak manajemen, para pekerja Freeport akhirnya memutuskan untuk melakukan aksi mogok. Namun manajemen Freeport justru menganggap para pekerja tersebut mangkir untuk bekerja dan berakhir pada pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Karena perusahaan tidak mau dialog, akhirnya mereka mengeluarkan pemberitahuan untuk mogok kerja, karena memang tahapannya begitu. Freeport menyebut karyawan ini mangkir, mogoknya tidak diakui, dan akhirnya di PHK. PHK sepertinya mulai Mei-April 2017," kata dia.

 


BPJS Ketenagakerjaan

Freeport Indonesia (AFP Photo)

Tak hanya terkena PHK, rekening BPJS Ketenagakerjaan dan rekening bank para pekerja Freeport ini juga ‎dibekukan. Hal ini dinilai menghilangkan hak-hak para pekerja. Sebab, para pekerja tidak bisa mengakses uang yang dimilikinya di bank.

"Dalam UU BPJS, 6 bulan setelah PHK itu tidak boleh dimatikan rekeningnya. Tapi BPJS Ketenagakerjaan berdalih uangnya dihentikan oleh Freeport. Tunjangan-tunjangan juga tidak dibayarkan. Rekening bank juga ditutup, masa rekening bank? Rekening bank itu ditutup kalau ada putusan pengadilan atau ada temuan, ada tahap penyidikan resmi atau penggunaan tindak pidana," ungkap dia.

Selain itu, kata Haris, sebagian pekerja juga dipaksa untuk menandatangani pernyataan jika dirinya berhenti secara sukarela dari perusahaan. Karena merasa diintimidasi, maka para pekerja tersebut ‎terpaksa menandatangani surat pernyataan tesebut.

"Setelah dirumahkan, keluar penerimaan pemutusan hubungan secara suka rela, tapi dalam praktiknya ada intimidasi. Misalnya didatangi oleh beberapa orang pakai polisi, itu kan bukan suka rela. Beberapa orang terima akhirnya," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya