Ratusan Warga Marah, Paksa Petugas Bunuh Harimau Bonita

Bonita merupakan harimau Sumatera betina yang diperkirakan berumur 5 tahun.

oleh M Syukur diperbarui 13 Mar 2018, 01:03 WIB
Setelah Jumiati, karyawati perusahaan sawit pada awal Januari lalu, kini buruh bangunan bernama Yusri yang menjadi korban keganasan harimau di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. (M Syukur/Liputan6.com)

Liputan6.com, Pekanbaru - Kesabaran warga di Desa Tanjung Simpang, Kelurahan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, sepertinya sudah habis. Petugas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) yang sudah 67 hari di sana dipaksa menandatangani surat yang isinya persetujuan membunuh harimau Bonita.

Harimau Bonita merupakan harimau Sumatera betina yang diperkirakan berumur 5 tahun. Dua kali, hewan belang ini sudah menerkam warga. Pertama, karyawati perusahaan sawit, Jumiati, pada awal tahun 2018. Kedua, Yusri buruh bangunan pada 10 Maret 2018 malam.

Kepala BBKSDA Riau Suharyono dikonfirmasi dari Pekanbaru membenarkan ultimatum dalam surat itu. Dia pun mengakui anggotanya juga menandatangani surat yang diantarkan ratusan warga itu.

"Tim dipaksa untuk tanda tangan, tim dipaksa membunuh oleh masyarakat. Ini bukan bahasa kami, kami akan upayakan segera mungkin untuk evakuasi, tapi namanya hewan liar risiko yang sangat tinggi, kami tetap memperhitungkan faktor keselamatan," ujar pria dipanggil Haryono ini, Senin sore, 12 Maret 2018.

Haryono menerangkan, dalam surat ditulis tangan itu ada tiga tuntutan. Di antaranya, masyarakat meminta BKSDA Riau secepatnya "membunuh" harimau Bonita dalam waktu tujuh hari.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 


Warga Akan Bunuh Sendiri

Setelah Jumiati, karyawati perusahaan sawit pada awal Januari lalu, kini buruh bangunan bernama Yusri yang menjadi korban keganasan harimau di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. (M Syukur/Liputan6.com)

Selanjutnya, jika tidak ada tindakan, masyarakat akan mengambil tindakan sendiri untuk membunuh hewan ganas secara bersama-sama.

Menurut Haryono, surat itu ada materainya dan turut ditandatangani oleh perwakilan masyarakat dan PT Tabung Haji Indo Plantation (THIP) sebagai perusahaan yang punya lahan di lokasi harimau berkeliaran itu.

"Dan bahasa membunuh itu bukan bahasa BKSDA, anggota dipaksa tanda tangan," tekan Haryono.

Adanya surat ini disinyalir sebagai puncak kemarahan warga karena Bonita sudah memakan 2 korban, sementara BBKSDA belum bisa menangkapnya.

"Kami beri tenggat satu minggu. Hidup atau mati harus dapat (ditangkap)," kata Rudi (45), salah seorang warga saat dihubungi dari Pekanbaru.

 


Tambahan Personel

Luka yang dialami Yusri Efendi di sekitar leher akibat terkaman harimau. (Riauonline.co.id)

Rudi menyebut ultimatum itu disampaikan bersama 500 warga di Dusun Sinar Danau, Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir.

"Kalau seminggu tidak dapat ditangkap, kita akan turun memburu harimau ini bersama-sama," ujarnya.

Sejak Bonita makan korban lagi, BBKSDA Riau mengirim 24 personel tambahan untuk menangkap harimau tersebut. Personel itu turut dilengkapi dengan senjata bius.

Sepuluh perangkap juga telah dipasang. Perangkap-perangkap berbentuk kotak itu berisi kambing jantan dan babi hutan. Kamera pengintai juga dipasang di setiap sudut di mana perangkap itu berada. Namun, selama lebih kurang dua bulan pencarian, belum ada perkembangan berarti.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya