Harga Minyak Turun 1 Persen karena Kekhawatiran Kelebihan Pasokan

Kontrak berjangka minyak mentah Brent tergelincir 54 sen atau 0,8 persen, ke level US$ 64,95 per barel.

oleh Arthur Gideon diperbarui 13 Mar 2018, 06:00 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta). Investor memperkirakan pasokan minyak mentah di AS akan terus mengalami peningkatan sehingga menekan harga minyak.

Mengutip Reuters, Selasa (13/3/2018), kontrak berjangka minyak mentah Brent tergelincir 54 sen atau 0,8 persen, ke level US$ 64,95 per barel.

Sedangkan harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) turun 68 sen atau 1,1 persen dan menetap di US$ 61,36 per barel.

Investor melihat bahwa produksi yang terus dilakukan oleh AS akan mendorong peningkatan pasokan minyak mentah di dunia. Hal ini tentu saja akan mengganggu harga karena permintaan minyak belum terlalu tinggi.

Oleh sebab itu, beberapa analis memperkirakan bahwa bertambahnya pasokan minyak mentah AS ini harus diimbangi dengan pemangkasan produksi oleh negara-negara yang tergabung dalam organisasi eksportir minyak (OPEC).

Selama dua tahun ini OPEC memang telah memaskas produksi demi mencari angka keseimbangan baru harga minyak. Dengan bertambahnya pasokan di AS akan membuat OPEC terus memperpanjang pemangkasan produksi tersebut.

 


Pengurangan Sumur Minyak

Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

"Pasar terus bolak-balik antara gagasan peningkatan permintaan global dan penurunan produksi yang akan mendorong harga minyak, tetapi tiba-tiba produksi AS terus meningkat," jelas analis Tradition Energy, Gene McGillian.

Perusahaan energi Baker Hughes mengatakan pada hari Jumat bahwa pada minggu lalu perusahaan energi di AS telah mengurangi pengoperasian sumur minyak pertama kalinya dalam hampir dua bulan.

Namun, pengurangan tersebut belum berdampak kepada penurunan produksi. Amerika Serikat masih menjadi produsen minyak mentah terbesar nomor 2 di dunia. Sedangkan nomor satu masih dipegang oleh Arab Saudi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya