Liputan6.com, Santiago - Politikus konservatif, Sebastian Pinera, kembali mengisi kursi kepresidenan Chile untuk kedua kalinya, setelah sempat digantikan oleh Michelle Bachelet selama empat tahun.
Pelantikan pria yang juga konglomerat ini dilakukan pada hari Minggu, 11 Maret 2018. Pinera, yang terpilih dalam pemilu Desember 2017, akan menjabat sebagai presiden hingga 2022.
Advertisement
Usai dilantik, Sebastian Pinera menyampaikan pidato singkat di hadapan anggotan Kongres Nasional, di Valparaiso, Chile.
Ia berjanji untuk menghidupkan kembali perekonomian negara yang sempat merosot di bawah kepemimpinan Bachelet. Selain itu, ia juga akan menurunkan pajak, meningkatkan investasi dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
Dalam upacara pelantikan tersebut, Bachelet menyerahkan selempang kepresidenan kepada pemimpin Kongres, yang kemudian diberikan kepada Pinera. Hal ini seperti yang dilakukan pada tahun 2010, saat Bachelet menerima selempang serupa dari Pinera.
Sebastian Pinera, yang merupakan seorang pengusaha, mengatakan bahwa pertumbuhan rata-rata Chile selama masa jabatan pertamanya dari 2010 hingga 2014 adalah sebesar 5,3 persen per tahun.
Hasil itu diakuinya disokong dari kebijakan pro-bisnisnya, kenaikan harga untuk ekspor utama Chile, tembaga, dan upaya pembangunan besar-besaran, setelah Chile digoyang gempa 8,3 SR.
"Dari hari 1 (Pinera memimpin), ia ingin menunjukkan bahwa di bawah kekuasannya, roda ekonomi akan mulai berputar lagi," kata Cristobal Bellolio, seorang guru besar di Adolfo Ibáñez University, seperti dikutip dari The New York Times, Selasa (13/3/2018).
Acara pelantikan tersebut dihadiri sejumlah negara tetangga di Amerika Latin, termasuk Argentina, Bolivia, Meksiko, Peru, dan Spanyol. Meski demikian, hari pertama kepemimpinan Sebastian Pinera ditandai oleh demonstrasi di jalanan Chile. Mereka menuntut reformasi pendidikan dan fasilitas lainnya, serta kenaikan harga tembaga.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Menang dalam Pemilu 2017
Mantan Presiden Chile, Sebastian Pinera, kembali terpilih menjadi pemimpin negara yang beribu kota di Santiago itu setelah memenangi pemilihan presiden melawan Alejandro Guillier.
Dari 90 persen lebih suara yang masuk, Pinera meraih 54,5 persen suara. Sedangkan Guillier, yang merupakan mantan jurnalis, meraih 45,4 persen suara.
Dikutip dari The Telegraph, Senin 18 Desember 2017, Pinera merupakan seorang pebisnis yang duduk di kursi kepresidenan Chile pada periode 2010 hingga 2014.
Pria konservatif berusia 68 tahun itu memberikan mandat untuk membalikkan reformasi ekonomi dan politik yang selama empat tahun dijalankan oleh Michelle Bachelet. Kepopuleran perempuan berusia 66 tahun itu jatuh saat anak perempuannya terlibat dalam skandal korupsi pada 2015.
Dalam kampanyenya, baik Pinera dan Guillier, berjanji untuk tetap mempertahankan model pasar bebas yang berlaku di Chile.
Namun, Pinera berjanji akan memberlakukan pajak yang lebih rendah untuk mendorong pertumbuhan, menciptakan 600.000 pekerjaan, memudahkan peraturan industri dan memperkecil defisit anggaran.
Pada Minggu, 17 Desember 2017, para pendukung Pinera berkumpul di markas besarnya di Santiago untuk merayakan kemenangan itu.
Dalam satu dekade terakhir, Argentina, Bolivia, Chile, Kuba, Ekuador, Honduras, Nikaragua, Uruguay dan Venezuela semuanya diperintah oleh pemimpin sayap kiri.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, pihak konservatif mulai berkuasa di sejumlah negara, seperti Argentina, Brasil, Paraguay, dan Venezuela. Kemenangan Pinera pun menambah panjang daftar tersebut.
Advertisement