Penyebab Buaya Sungai Batanghari Kerap Menyerang Manusia

Kasus serangan buaya Sungai Batanghari terakhir menyebabkan dua emak-emak meninggal dengan kondisi mengenaskan.

oleh Bangun Santoso diperbarui 13 Mar 2018, 13:02 WIB
Jasad seorang wanita 66 tahun, warga Kabupaten Tebo ditemukan tak utuh usai diserang buaya di Sungai Batanghari. (dok. Polres Tebo/Bangun Santoso)

Liputan6.com, Jambi - Warga Kabupaten Tebo, Jambi, beberapa pekan lalu dihebohkan dengan meninggalnya dua orang emak-emak dalam waktu berdekatan akibat serangan buaya di Sungai Batanghari. Jauh sebelumnya, beberapa warga juga menjadi korban keganasan predator sungai tersebut.

Lantas, apa penyebab kawanan buaya tersebut menjadi ganas hingga menyerang manusia? Menurut Kepala Seksi Wilayah III Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, Faried, sejumlah wilayah di Provinsi Jambi memang memiliki populasi buaya yang cukup banyak.

Hampir di sepanjang aliran Sungai Batanghari, terdapat populasi buaya. Hanya di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh yang tidak ada karena merupakan wilayah pegunungan di sisi barat Jambi.

"Seperti di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim). Daerah ini dahulunya ada banyak populasi buaya," ujar Faried di Jambi, Senin, 12 Maret 2018.

Daerah Tanjabtim bahkan cenderung lebih banyak terdapat populasi buaya dibanding daerah lain di Jambi. Selain terdapat banyak rawa, daerah itu juga dialiri banyak anak Sungai Batanghari.

Akan tetapi, seiring perkembangan kehidupan manusia, kawasan rawa dan hutan kini sudah beralih fungsi menjadi permukiman maupun perkebunan. "Alih fungsi ini memengaruhi habitat buaya sehingga kerap muncul. Dan bahkan bisa terjadi konflik dengan manusia," ucap Faried.

 


Persediaan Makanan Berkurang

Serangan buaya terhadap manusia di sepanjang bibir sungai Batanghari, Jambi kerap terjadi dalam beberapa tahun terakhir. (dok. Polres Tebo/Bangun Santoso)

Koordinator Wildlife Conservation Society (WCS), Maslim, menambahkan, seekor buaya dapat menyerang buaya karena beberapa faktor. Salah satunya adalah alih fungsi kawasan habitat buaya yang berubah menjadi permukiman. Kondisi ini menyebabkan buaya dan manusia kerap bersinggungan langsung.

Selain itu, persediaan makanan bagi buaya juga ikut berpengaruh. "Ketika persediaan makanan berkurang atau bahkan habis, buaya akan bergerak mencari wilayah baru," kata Maslim.

Sementara, pada dasarnya buaya adalah predator utama yang bisa memakan apa saja yang bisa dijangkau saat lapar, termasuk manusia. Di samping itu, buaya memiliki sistem pencernaan yang lambat. Dengan begitu, semakin banyak aktivitas, semakin menguras energi.

"Jadi biasanya, buaya memperhitungkan energi yang akan dikeluarkan untuk berburu dengan menangkap mangsa yang mudah dijangkau," kata Maslim menjelaskan.

Maslim juga menyebut, Indonesia belum memiliki data akan populasi buaya. Sementara dari data BKSDA Jambi, di Jambi terdapat dua jenis buaya, yakni buaya senyulong (Tomistoma schlegelii) dan buaya muara (Crocodylus porosus). Sebaran populasi buaya muara disebut lebih banyak dari pada buaya senyulong.

 


Deretan Teror Buaya di Jambi

Seekor buaya ditemukan mati telentang di bibir sungai yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), Jambi. Buaya tersebut mati diduga karena ditombak warga yang panik. (Foto: Dok BKSDA Jambi/B Santoso)

Serangan buaya menjadi momok menakutkan bagi warga Jambi terutama yang tinggal di bibir sungai. Peristiwa paling terkini adalah meninggalnya dua orang perempuan di Kabupaten Tebo yang hanya berselang beberapa hari. Mereka adalah Hofsah (53) dan Samsidar (66). Keduanya meninggal di sungai dengan jasad tak utuh diduga karena diserang buaya.

Korban pertama adalah Samsidar, warga Desa Melako Intan, Kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo, ini awalnya dinyatakan hilang pada Rabu, 21 Februari 2018 sekitar pukul 15.00 WIB. Ia diduga diserang buaya saat tengah menyeberangi Sungai Batanghari saat pulang dari kebun miliknya.

Jasad Samsidar ditemukan selang sehari kemudian dengan kondisi mengenaskan. Saat ditemukan, tubuhnya mengambang di sungai dan sudah tak utuh lagi. Kedua tangannya hilang, bagian perut ke bawah hingga kaki juga hilang.

Sekitar empat hari sebelumnya, warga Desa Pulau Jelmu, Kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo, juga baru dibuat heboh. Seorang warganya bernama Hofsah (55) meninggal dunia usai diterkam dan diseret buaya ke dalam sungai.

Peristiwa nahas tersebut terjadi pada Sabtu pagi, 17 Februari 2018. Saat itu, korban tengah mencuci bersama seorang temannya di pinggir Sungai Batanghari yang tak jauh dari rumahnya.

Saat hendak berdiri, tiba-tiba ada seekor buaya dengan moncong menganga langsung menyambar kaki Hofsah. Sontak tubuh perempuan paruh baya itu langsung terempas diseret hewan predator itu ke tengah sungai.

Menurut saksi mata, usai menarik paksa korbannya, buaya ganas tersebut sempat menampakkan diri ke permukaan air sebelum akhirnya menghilang.

Jasad korban baru bisa ditemukan 24 jam setelahnya. Ia ditemukan pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB pada Minggu, 18 Februari 2018. Lokasi penemuan berjarak sekitar satu kilometer dari lokasi hilangnya korban, yakni di Desa Koto Joyo yang memang bersebelahan dengan Desa Pulau Jelmu.

Teror buaya bukan kali ini saja terjadi di Jambi. Pada Desember 2016, masih di Kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo tepatnya di Kelurahan Pulau Temiang, seorang bocah SD umur 12 tahun bernama Rio juga ditemukan meninggal usai menjadi korban keganasan buaya di Sungai Batanghari.

Jasad bocah malang itu yang masih mengenakan seragam sekolah itu ditemukan rusak, diduga akibat serangan buaya.

Kemudian antara Maret dan April 2017, buaya diketahui menyerang dua warga di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim), Jambi, di lokasi berbeda. Meski berhasil menyelamatkan diri, keduanya diketahui mengalami luka-luka akibat serangan buaya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya