Perburuan Masuki Hari ke-71, Harimau Bonita Kerap Mengaum di Malam Hari

BBKSDA Riau menyebut tenggat waktu tujuh hari untuk menangkap harimau Bonita bukan sebagai tekanan, melainkan penyemangat.

oleh M Syukur diperbarui 13 Mar 2018, 16:30 WIB
Harimau Sumatera yang menerkam dua warga berkeliaran di Desa Tanjung Simpang, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Indragiri Hilir - Ratusan warga dari Pulau Muda memberikan tenggat atau batas waktu tujuh hari kepada tim gabungan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau untuk menangkap harimau Bonita yang kerap berkeliaran di Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir.

Kendati demikian, BBKSDA Riau menyebut tenggat waktu tujuh hari untuk menangkap harimau Bonita bukan sebagai tekanan, melainkan penyemangat.

Bonita merupakan harimau Sumatera betina dan tersangka penerkam dua warga Indragiri Hilir. Datuk Belang, demikian warga setempat menjuluki harimau, terakhir terpantau di Dusun Danau, Desa Tanjung Simpang. Sudah 71 hari sang penguasa rimba itu berada di sana, hilir mudik masuk kampung serta perkebunan sawit.

"Ini bentuk kepercayaan, penyemangat untuk tim supaya secepatnya mengevakuasi Bonita, deadline-nya tujuh hari," ucap Kepala Bidang I BBKSDA Riau, Mulyo Hutomo di Pekanbaru, Selasa (13/3/2018) siang.

Di sisi lain, untuk meredam amarah warga supaya tak bertindak sendiri dan membunuh harimau Bonita, Hutomo menyebut BBKSDA Riau mengintensifkan komunikasi dengan tokoh masyarakat di sana.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 


Pergerakan Bonita Terus Dipantau

Setelah Jumiati, karyawati perusahaan sawit pada awal Januari lalu, kini buruh bangunan bernama Yusri yang menjadi korban keganasan harimau di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. (M Syukur/Liputan6.com)

Mulyo mengungkapkan, kemarahan warga memang ada, tapi berasal dari Pulau Muda karena korban kedua, Yusri, berasal dari sana. Sementara, masyarakat di Dusun Danau masih bisa mengerti karena selalu berbaur dengan tim.

"Kalau masyarakat di dusun, tim juga tidur di sana, sudah membaur dan terus diberi pemahaman," tutur Mulyo.

Mulyo juga menyebut BBKSDA berkordinasi dengan stakeholder atau pemangku kepentingan di kabupaten tersebut, mulai dari kapolres, dandim, tokoh masyarakat, hingga bupati.

"Supaya satu visi dalam menangani hal ini, intinya tim harus diberi kepercayaan. Apalagi, sudah ada deadline tujuh hari, mudah-mudahan tertangkap Bonitanya," ucapnya.

Hutomo menerangkan, dusun dimaksud merupakan habitat Datuk Belang dengan nama Latin Panthera tigris sumatrae itu. Pergerakannya sudah ditebak petugas sejak 70 hari dipantau, tapi belum bisa ditangkap.

 


Auman Bonita di Malam Hari

Setelah Jumiati, karyawati perusahaan sawit pada awal Januari lalu, kini buruh bangunan bernama Yusri yang menjadi korban keganasan harimau di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. (M Syukur/Liputan6.com)

Malam harinya, masyarakat harus mendengarkan auman mamalia itu. Tak ada yang berani keluar, termasuk tim dari BBKSDA.

"Malam itu kan waktunya dia (Bonita), apalagi gelap di sana, namanya juga perkampungan dalam hutan. Apalagi di dusun ini memang habitatnya," tutur Hutomo.

Sejak kejadian penerkaman terhadap Yusri, tim di lapangan mengedukasi masyarakat supaya tak memperbanyak aktivitas di luar. Selanjutnya, keluar dari rumah dengan cara berkelompok dan tidak terpecah ketika berhadapan dengan harimau.

"Karena pada kejadian pertama dan kedua, warga yang bertemu dengan harimau terpecah atau memencar. Tapi, dimaklumi juga karena yang dihadapi itu harimau," katanya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya