Liputan6.com, Jakarta - Salah satu tujuan program registrasi kartu SIM adalah menghentikan pesan spam seperti undian hadiah, penawaran kredit atau berbagai bentuk promosi lain.
Namun nyatanya, pesan spam masih saja muncul meski pemerintah telah memberlakukan pemblokiran tahap satu untuk pelanggan yang belum melakukan registrasi.
Menanggapi hal itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, mengatakan bahwa hasil akhirnya baru bisa dilihat mulai Mei 2018. Pemerintah memberlakukan pemblokiran bertahap bagi pelanggan yang tidak melakukan registrasi kartu SIM.
Pemblokiran total akan dilakukan pada 1 Mei 2018, artinya pelanggan tidak bisa lagi menggunakan kartu SIM tersebut karena semua layanan sudah dimatikan.
Baca Juga
Advertisement
“Saya katakan nanti, ini kan baru tahap satu. Saya berharap kalau nanti sudah bersih pada Mei, kami bisa lebih cepat merespons (pesan spam),” tutur Rudiantara saat ditemui dalam acara diskusi publik Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa (13/3/2018).
Kendati demikian, Rudiantara tidak bisa menjamin pesan spam akan hilang 100 persen. Namun dengan ada program registrasi kartu SIM, setidaknya pesan-pesan spam itu akan berkurang.
“Pasti ada yang jahat, tapi penanganannya harus lebih baik lagi. Kalau sekarang mau ditanganin, orangnya siapa? Tapi nanti bisa ketahuan dengan menghubungi operator untuk diteruskan ke Dukcapil, jadi kita tahu siapa orangnya (pengirim pesan spam),” jelasnya.
Ke depannya, kata Rudiantara, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) akan difungsikan lagi untuk pelayanan pelanggan. Oleh karena itu, pelanggan nantinya juga bisa menyampaikan aduan mereka langsung ke BRTI.
“Kalau perlu dibuat sama BRTI (sistem pelaporan). Apa susahnya bikin senang masyarakat. Untuk aduan konten kan sudah ada, ya jadi kita bikin masyarakat senanglah ,” ungkap pria yang akrab disapa Chief RA tersebut.
Beredar Isu Kebocoran NIK dan KK
Sebelumnya beredar kabar data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK) telah bocor.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, membantah tudingan yang menyebutkan dirinya dipaksa oleh intelijen Tiongkok untuk membocorkan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK). Ia menyebut tudingan itu sebagai fitnah.
Tudingan tersebut disampaikan pemilik akun Twitter @PartaiHulk. Pemilik akun itu mengatakan bahwa penyerahan data NIK dan KK merupakan syarat untuk kemenangan Jokowi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) mendatang.
“Selamat pagi. Tweet @PartaiHulk ini mengandung fitnah yg sangat keji dan tidak berdasar. Yg disampaikan yang bersangkutan tidak benar dan dapat diduga sbg perbuatan yg dilarang UU ITE. Mari selalu tabayyun, hindari fitnah berjamaah. Jangan sampai fitnah/hoax banyak disebar di medsos,” tulis Rudiantara di akun Twitter miliknya pada hari ini, Selasa (13/3/2018).
Rudiantara saat ditemui dalam acara diskusi publik UU Perlindungan Data Pribadi di Perpustakaam Nasional, kembali menegaskan tudingan di Twitter tersebut merupakan hal yang tidak benar.
“Di media sosial, saya dikatakan ditekan oleh intelijen Tiongkok. Menanggapi hal seperti ini, kita harus sabar, tapi tetap harus memberikan respons,” tutur pria yang akrab disapa Chief RA tersebut.
Dijelaskannya pro kontra semacam itu banyak ditemui di ranah internet. Namun, jika dirasa sudah keterlaluan, ia tak segan membawa masalah tersebut ke ramah hukum.
“Kalau keterlaluan akan saya bawa ke ranah hukum. Saya juga punya hak karena (tudingan semacam ini) bukan hanya kepada saya, tapi pemerintah dan itu tidak benar,” pungkasnya.
Advertisement
Imbauan Menkominfo
Rudiantara menegaskan, tidak ada kebocoran data NIK dan KK karena registrasi kartu prabayar. Menurutnya yang kemungkinan terjadi adalah penyalahgunaan NIK dan KK.
Pria yang biasa disapa Chief RA itu mengatakan, sudah sejak lama gambar kartu keluarga dengan mudah didapatkan lewat mesin pencari di internet. Bahkan, hal ini terjadi sebelum registrasi diberlakukan.
Untuk itu, dirinya mengimbau kepada masyarakat untuk tidak sembarangan memberikan informasi KTP dan KK kepada pihak lain.
"Saya imbau masyarakat jangan sembarangan berikan fotokopi KTP dan KK, apalagi yang berwarna dan softcopy kepada siapa pun yang tidak berwenang," kata Rudiantara ditemui media di Kantor Kemkominfo, Jakarta, belum lama ini.
Menurut Rudiantara, kemungkinan mudahnya masyarakat memberikan fotokopi KTP dan KK inilah yang menyebabkan munculnya penyalahgunaan.
"Saya minta masyarakat jangan sembarangan berikan info, kecuali resmi dari pemerintah karena (keamanan data KK dan KTP) itu menjadi tanggung masing-masing," ujar Rudiantara.
Sejauh ini, Rudiantara juga terbuka untuk membantu Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) menghapus berbagai laman dan gambar berkaitan dengan penyalahgunaan data kependudukan, khususnya KTP dan KK yang beredar di internet.
"Kalau mau, saya akan minta penyedia platform untuk hapus, karena itu informasi yang bisa disalahgunakan oleh orang-orang tertentu," tuturnya.
(Din/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini