Pesawat Celaka di Landasan, Bandara Nepal Tolak Bertanggung Jawab

Raj Kumar Chhetri, General Manager Tribhuvan International Airport, menolak bertanggung jawab atas kecelakaan pesawat di Kathmandu.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 13 Mar 2018, 18:40 WIB
Tim penyelamat berusaha mengangkat puing pesawat yang jatuh di dekat Bandara Internasional Kathmandu, Nepal, Senin (12/3). Pesawat yang kecelakaan merupakan maskapai US-Bangla Airlines. (Prakash MATHEMA/AFP)

Liputan6.com, Kathmandu - Pihak berwenang di Nepal menolak klaim bahwa mereka harus bertanggung jawab atas situasi pelik sebelum terjadi kecelakaan pesawat mematikan di bandara Kathmandu.

Sedikitnya 49 orang tewas setelah penerbangan US-Bangla Airlines, mendekati landasan pacu dari arah yang salah, jatuh dan terbakar.

Dikutip dari CNN pada Selasa (13/3/2018), Chief Executive Officer maskapai penerbangan, Imran Asif menyalahkan pengendali lalu lintas udara karena kecelakaan itu, dan mengatakan bahwa mereka memberikan "sinyal yang salah".

Raj Kumar Chhetri, General Manager untuk Tribhuvan International Airport, membantah kurangnya kompetensi di pihak Nepal yang menyebabkan kecelakaan pesawat itu. 

"Kami mengecam komentar dari pihak berwenang Bangladesh bahwa kontrol bandara Nepal memberi sinyal yang salah," kecamnya.

Menurut Chhetri, pihaknya telah memberikan sinyal yang tepat. Pesawat diminta mendarat dari sisi selatan, namun roda kapal terbang itu justru menyentuh aspal landasan dari sisi utara, sehingga menyebabkan kecelakaan pesawat.

"Staf pengendali bandara kami dilatih secara internasional Kami telah mengkomunikasikan semuanya dengan kepada pilot. Kami berulang kali meminta pilot untuk mendarat dari sisi yang benar dari landasan pacu," Chhetri menambahkan.

Kecelakaan tersebut telah menjadi sorotan pada catatan keselamatan udara Nepal.

Sebelum kecelakaan Senin 12 Maret 2018, 44 orang tewas dalam empat insiden dalam lima tahun terakhir, menurut data yang dikumpulkan oleh Aviation Safety Network.

Kecelakaan pesawat terbaru di landas pacu ini membawa 71 orang di penerbakan BS 211 dari Dhaka. Burung besi itu dioperasikan oleh turboprop Bombardier Dash 8 Q400 berusia 17 tahun. Keempat awak kapal tewas dalam kecelakaan tersebut.

 

 


Pesawat Miring Saat Mendarat?

Tim penyelamat berkumpul di sekitar puing pesawat yang jatuh di dekat Bandara Internasional Kathmandu, Nepal, Senin (12/3). Kecelakaan ini merupakan bencana penerbangan terburuk yang melanda Nepal selama bertahun-tahun. (Saroj BASNET/AFP)

Sanjiv Gautam, direktur jenderal Otoritas Penerbangan Sipil Nepal, mengatakan, "adalah hal keliru menyebut kami memberikan sinyal yang salah."

"Cuaca cerah, pilot memiliki jarak padang minimal lima kilometer. Pilot juta memastikan melihat landasan pacu. Kami juga punya bukti bahwa pilot tidak mengikuti instruksi kami," kata Gautam.

"Pesawat menunjukkan gerakan yang tidak terkendali saat mendarat, penyelarasannya tidak tepat, miring ke satu sisi."

Dia mengatakan, saat insiden terjadi, pengendali lalu lintas udara menundah keberangkatan dan pendaratan sejumlah pesawat lain. Kala itu, mereka menjadi saksi "perilaku abnormal" dari awak pesawat BS 211.

Dua perekam pesawat -- perekam suara kokpit dan perekam data penerbangan - keduanya telah ditemukan dan pihak Nepal mengatakan akan melaporkan hasil penyelidikan awal dalam waktu satu bulan.

Juru bicara US-Bangla Airlines, Kamrul Islam menolak untuk mengomentari siapa yang bersalah sebagai pemicu kecelakaan tragis itu. 

"Ada kebingungan antara pengontrol dan pilot. Kotak hitam telah ditemukan dan kami menunggu apa yang ditunjukkannya ... Seseorang harus disalahkan, kami akan menunggu penyelidikan untuk memutuskannya," kata Kamrul Islam kepada CNN.

"US-Bangla Airlines telah mengirim sekelompok ahli ke Nepal, bersama 46 anggota keluarga para korban kecelakaan pesawat," tambahnya.

Empat puluh jenazah ditemukan di tempat kejadian dan sembilan orang meninggal di rumah sakit. Sementara, 22 orang yang selamat menerima perawatan di rumah sakit setelah kecelakaan pada hari Senin.


Catatan Kecelakaan yang Buruk di Nepal

Suasana saat tim penyelamat berkumpul di sekitar puing pesawat yang jatuh di dekat Bandara Internasional di Kathmandu, Nepal, Senin (12/3). Sebanyak 40 orang tewas dan 23 lainnya cedera. (Saroj BASNET/AFP)

Kecelakaan Senin adalah yang teranyar dalam serangkaian insiden baru-baru ini di Nepal. Pada bulan Februari 2016, jatuhnya pesawat Tara Air menyebabkan kematian 23 orang.

Pada tahun sebelumnya, pada bulan Maret 2015, sebuah jet Turkish Airlines membawa 224 orang tergelincir dari landasan pacu di Bandara Tribhuvan, memaksa staf dan penumpang untuk mengungsi pesawat.

"Rekam jejak keselamatan Nepal telah menjadi tantangan terutama karena daerah pegunungan," Kapil Kaul, yang mengepalai CAPA India, sebuah konsultan penerbangan.

"Mungkin ada banyak alasan yang menyebabkan kecelakaan itu, mungkin ada pilot yang tidak berpengalaman, pengawasan penegakan araturan mungkin tidak baik, penyelidikan lebih lanjut akan mengungkapkan apa yang telah terjadi, harus dilihat apakah itu kesalahan pilot atau yang lainnya."

"Sebagian besar kecelakaan di wilayah pegunungan, melibatkan pesawat kecil. Saya berharap pemerintah bangkit dan memberikan prioritas tertinggi pada keselamatan dan menyediakan anggaran untuk regulator keselamatan," tambahnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya