Pesawat di Bandara Kathmandu Salah Belok Lalu Celaka, Dipicu Miskomunikasi?

Rekaman yang dirilis oleh situs web monitoring lalu lintas udara liveatc.net mencerminkan salah komunikasi antara menara dan pilot.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 13 Mar 2018, 20:50 WIB
Suasana saat tim penyelamat berkumpul di sekitar puing pesawat yang jatuh di dekat Bandara Internasional Kathmandu, Nepal, Senin (12/3). Sebanyak 40 orang tewas dan 23 lainnya cedera. (Saroj BASNET/AFP)

Liputan6.com, Kathmandu - "Saya katakan sekali lagi, balik!," itu seruan yang datang dari pusat pengendali lalu lintas udara di radio kepada pilot pesawat. 

Suara staf tersebut meninggi saat pesawat milik US-Bangla Airlines berbelok ketika terbang rendah di atas landasan pacu di Bandara Kathmandu yang tak seberapa besar, Senin 12 Maret 2018. 

Beberapa detik kemudian, pesawat tersebut menabrak lapangan di samping landasan pacu dan terbakar hebat. Sebanyak 50, dari 71 orang yang ada di dalam burung besi itu, tewas.  

Sebelum insiden terjadi, sempat berlangsung dialog singkat antara menara kontrol dan pilot pesawat US-Bangla.

Mereka mendiskusikan arah mana yang harus dipilih pilot untuk mendaratkan pesawatnya dengan selamat.

Percakapan radio, antara petugas menara pengendali dan setidaknya satu pilot pesawat, memicu dugaan adanya salah komunikasi, demikian, seperti dilansir dari ABCNews.go.com yang mengutip Associated Press pada Selasa (13/3/2018).

Dalam rekaman tersebut, yang dirilis oleh situs monitoring lalu lintas udara liveatc.net, pilot dan pihak menara terdengar berkali-kali berusaha memastikan, apakah pilot harus mendekati landasan pacu dari utara atau selatan.

Tepat sebelum pendaratan, pilot bertanya, "Apakah kita bisa melakukan pendaratan?"

Namun, beberapa saat kemudian, terdengar suara yang diduga dari menara. Nada orang tersebut terdengar cemas saat memberi tahu pilot.

"Saya katakan sekali lagi, balik!" Beberapa detik setelah kalimat itu, menara pengendali memerintahkan truk pemadam kebakaran yang bersiaga, menuju ke landasan pacu.

Tak berapa lama kemudian, pesawat yang datang dari ibu kota Bangladesh, Dhaka, menuju ke Kathmandu, membawa 67 penumpang dan empat awak, celaka di landas pacu.

Pejabat Kathmandu dan pihak maskapai asal Bangladesh pun saling menyalahkan satu sama lain atas peristiwa nahas tersebut.

General Manager bandara mengatakan kepada wartawan, pilot diduga tidak mengikuti instruksi dari menara kontrol dan mendekati landasan pacu dari arah yang salah.

"Pesawat itu tidak sejajar dengan landasan pacu. Pihak pengendali berulang kali bertanya, apakah pilotnya baik-baik saja dan jawabannya adalah 'Ya'," kata GM Bandara Kathmandu, Raj Kumar Chetri.

Akan tetapi, Imran Asif, CEO US-Bangla Airlines, mengatakan hal berbeda kepada wartawan di Dhaka. "Kita tidak dapat mengklaim dengan pasti saat ini, tapi kami menduga bahwa menara kontrol lalu lintas udara Kathmandu mungkin telah menyesatkan pilot kami untuk mendarat di landasan yang salah."

Setelah mendengar rekaman antara menara dan pilot, Asif menambahkan, "Kami berasumsi bahwa tidak ada kelalaian oleh pilot kami," katanya.

Dia mengatakan, pilot tersebut, yang awalnya selamat dari kecelakaan pesawat itu, mengembuskan napas terakhir akibat luka-luka yang ia derita pada hari Selasa. Sang penerbang adalah seorang mantan perwira angkatan udara.

Pilot tersebut, Kapten Abid Sultan telah menerbangkan pesawat seri Bombardier Q400 selama lebih dari 1.700 jam dan juga seorang instruktur terbang di maskapai tersebut.

Sebelum kecelakaan itu, pesawat tersebut mengitari Tribhuvan International Airport dua kali saat menunggu izin mendarat, demikian dikatakan Mohammed Selim, manajer maskapai penerbangan di Kathmandu, kepada Somoy TV yang berbasis di Dhaka.

Juru bicara polisi Manoj Neupane mengatakan pada hari Selasa bahwa 50 orang telah dikonfirmasi tewas akibat kecelakaan pesawat itu. Sementara, 22 orang lainnya cedera.

Korban luka dirawat di berbagai rumah sakit di Kathmandu, ibu kota Nepal.

 

 

 


Jasad Para Korban Tak Utuh

Petugas penyelamat berkumpul di sekitar puing pesawat yang jatuh di dekat Bandara Internasional di Kathmandu, Nepal, Senin (12/3). Sebanyak 40 orang tewas dan 23 lainnya cedera. (Prakash MATHEMA/AFP)

Autopsi pada jasad dilakukan di rumah sakit Kathmandu Medical College, di mana sekitar 200 kerabat menunggu untuk mendengar kabar tentang orang yang mereka cintai.

Dr. M.A Ansari dari departemen forensik di rumah sakit mengatakan, identifikasi korban tewas bisa memakan waktu selama seminggu karena banyak jasad terbakar parah. Pada Selasa pagi, baru empat jenazah yang berhasil diidentifikasi.

Kerabat para penumpang dari Bangladesh tiba di Kathmandu pada Selasa malam dan dikawal ke rumah sakit oleh pejabat maskapai penerbangan.

Pemerintah Nepal telah memerintahkan penyelidikan atas kecelakaan tersebut. Namun, Mohammed Kamrul Islam, juru bicara US-Bangla Airlines, mengatakan bahwa pemerintah Nepal dan Bangladesh perlu "meluncurkan penyelidikan yang adil dan menemukan alasan di balik kecelakaan tersebut."

Menurut maskapai penerbangan tersebut, pesawat tersebut membawa 32 penumpang dari Bangladesh, 33 dari Nepal dan masing-masing dari China dan Maladewa. Namun, mereka tidak memberi tahu kewarganegaraan dari empat anggota awak pesawat.

US-Bangla mengoperasikan Boeing 737-800 dan pesawat Bombardier Dash 8 yang lebih kecil, termasuk Q400, model kapal terbang yang celaka di landas pacu bandara Kathmandu itu.

Maskapai ini berbasis di ibu kota Bangladesh, Dhaka, dan melayani rute dalam negeri dan internasional. Perusahaan induk, bagian dari Grup US-Bangla, juga berbisnis real estate, sektor pendidikan, dan pertanian.

Bandara Kathmandu telah menjadi lokasi beberapa kecelakaan mematikan. Pada bulan September 2012, sebuah pesawat turboprop Sita Air yang membawa pendaki ke Gunung Everest menabrak seekor burung dan jatuh sesaat setelah lepas landas, membunuh 19 orang di dalamnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya