Liputan6.com, Jakarta - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mendapat 23 pertanyaan saat diperiksa tim khusus pemantau penyerangan air keras di Komnas HAM.
Selama tujuh jam diperiksa, Novel Baswedan membeberkan kronologi kejadian penyerangan air keras yang menimpa dirinya pada April 2017.
Advertisement
"Ada 23 pertanyaan, di kepolisian hanya 10 kemarin juga tidak sampai 23 di Singapura. Mungkin Komnas HAM punya list pertanyaan yang detail," ujar Tim Advokasi Novel Alghiffari Aqsa di Komnas HAM Jakarta Pusat, Selasa 13 Maret 2018 malam.
Kuasa hukum Novel lainnya, Yati Andriyani mengatakan selain membeberkan kronologi kejadian, Novel juga menjelaskan tentang pekerjaan atau kasus yang ditanganinya selama bekerja di KPK.
Dalam pemeriksaan, Komnas HAM juga menggali soal hambatan serta kendala yang membuat pengungkapan kasus penyerangan air keras berjalan di tempat dan memakan 11 bulan.
"Berkaitan dengan kejanggalan atau sejumlah hambatan-hambatan dalam pengungkapan kasus ini," jelas Yati.
Menurut dia, saat menjalani pemeriksaan oleh tim khusus, Novel Baswedan tidak irit berbicara dan memberikan keterangan secara utuh. Yati mengatakan Novel dengan terbuka menjelaskan informasi tentang penyerangan air keras.
"Tadi justru ketika mendengarkan itu ini sebenarnya banyak sekali informasi yang disampaikan. Dan begitu pula ketika diperiksa kepolisian sebenarnya juga banyak informasi,” tutur Yati.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Komnas HAM Bergerak
Sebelumnya, Komnas HAM bergerak membentuk tim ini atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, khususnya Pasal 89 terkait pelaksanaan fungsi pemantauan guna mendorong percepatan penanganan kasus.
Komnas HAM menilai, kasus ini telah menyedot perhatian luas masyarakat, sehingga patut mengundang elemen publik bergabung dalam tim. Karena itu dalam tim ini bergabung sejumlah nama dari beragam latar belakang dan profesi.
Mereka antara lain Franz Magnis Suseno, Prof Abdul Munir, Alissa Wahid, dan Bivitri Susanto. Dari Komisioner Komnas HAM sendiri ada Ahmad Taufan Damanik, Sandrayati Moniaga, dan juga Choirul Anam.
Advertisement