BI: Risiko Pelemahan Rupiah ke Utang Swasta Sangat Minim

Banyak perusahaan swasta yang sudah menjalankan ketentuan BI, tentang kewajiban bagi perusahaan yang memiliki utang luar negeri melakukan lindung nilai.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 14 Mar 2018, 14:14 WIB
Petugas Bank memperlihatkan uang pecahan Rp100.000 dan Rp 50.000, Jakarta, Selasa (29/12). Di pasar spot, Senin (28/12), rupiah melemah tipis 0,08% ke Rp 13.642 per dollar AS. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) mengaku tak terlalu khawatir dengan risiko pelemahan Rupiah terhadap utang swasta. Sepanjang Maret 2018, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS telah melemah 0,27 persen.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi menjelaskan, saat ini banyak perusahaan swasta yang sudah menjalankan ketentuan BI, tentang kewajiban bagi perusahaan yang memiliki utang luar negeri melakukan lindung nilai (hedging) minimal 25 persen.

"Hasil pantauan kami sudah lebih dari 90 persen perusahaan sudah comply dengan ketentuan tersebut, sehingga pelemahan rupiah ini tidak terlalu berisiko," ujar dia di Gedung Bank Indonesia, Rabu (14/3/2018).

Ketentuan BI ini sebenarnya sudah dikeluarkan pada pertengahan 2017. Hasilnya langsung dimanfaatkan perusahaan. Dalam ketentuan tersebut, BI mengimbau bagi perusahaan yang belum melakukan hedging harus segera menjalankannya.

Menurut Doddy, fluktuasi rupiah yang terjadi belakangan ini akibat sentimen dari rencana The Fed menaikkan suku bunganya dalam FOMC meeting 21 Maret 2018. Setelah itu, rupiah diperkirakan kembali ke level fundamentalnya.

Meski, kata dia, resiko fluktuasi rupiah masih terjadi ke depannya. Ini karena The Fed berencana menaikkan suku bunganya sebanyak tiga kali pada 2018.

"Namun begitu, kami pastikan akan selalu hadir di pasar untuk menjaga Rupiah tidak terlalu fluktuatif," dia menandaskan.


Rupiah Melemah 0,27 Persen Sepanjang Maret

Rupiah melemah

Bank Indonesia (BI) melaporkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Maret masih melanjutkan tren pelemahan. Tercatat hingga 14 Maret, rupiah melemah 0,27 persen.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Doddy Zulferdi mengatakan masih berlanjutnya tren pelemahan ini masih karena sentimen rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) pada akhir bulan ini.

"Rupiah memang masih sedikit melemah, namun dibandingkan negara high yield country, pelemahan rupiah ini masih cukup minim dan lebih terjaga," kata Doddy di Gedung Bank Indonesia, Rabu (14/3/2018).

Dia menyebutkan, hanya Afrika Selatan yang pelamahan mata uangnya lebih rendah dari Indonesia yaitu hanya 0,17 persen. Sementara negara lainnya seperti Turki mata uangnya telah melemah 0,32 persen, Brasil 0,28 persen dan Rusia 0,49 persen.

Doddy meyakini, peluang rupiah untuk kembali menguat masih cukup besar. Hanya saja, proses itu akan terjadi pasca FOMC meeting yang akan diselenggarakan pada 21 Maret 2018.

Keyakinan Doddy tersebut mengacu pada berbagai indikator ekonomi dalam negeri Indonesia yang menunjukkan data cukup positif. Seperti di antaranya inflasi yang tetap terjaga, pertumbuhan ekonomi lebih baik dan juga cadangan devisa sangat mencukupi.

"Jadi sebenarnya kalau melihat dari sisi domestik masih banyak peluang rupiah untuk kembali menguat di level fundamentalnya. Apalagi setelah FOMC meeting terlaksana nanti pasar akan lebih stabil," dia menegaskan.

Tonton Video Pilihan Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya