Investor Khawatir Perang Dagang, Bursa Asia Tergelincir

Bursa saham Asia mengekor wall street yang tertekan imbas kekhawatiran investor global terhadap potensi perang dagang.

oleh Agustina Melani diperbarui 15 Mar 2018, 08:45 WIB
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, Tokyo - Bursa saham Asia melemah pada perdagangan saham Kamis pekan ini. Pergerakan bursa Asia mengikuti wall street yang tertekan.

Tekanan di bursa saham dipicu meningkatnya kekhawatiran investor global terhadap potensi perang dagang Amerika Serikat (AS) akan membebani ekonomi global.

Di bursa saham Asia, indeks saham MSCI Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,05 persen. Indeks saham Australia melemah 0,35 persen, indeks saham Korea Selatan Kospi susut 0,15 persen dan indeks saham Jepang Nikkei merosot 0,15 persen.

Bursa saham Asia merosot ini mengekor wall street yang tertekan. Presiden AS Donald Trump mencari cara untuk mengenakan tariff impor China lainnya menimbulkan kekhawatiran perang dagang. Sentimen itu juga mendorong indeks saham MSCI Global tergelincir 0,46 persen. Indeks saham FTSE merosot 0,14 persen.

Tak hanya itu, kekhawatiran perang dagang juga mendorong permintaan obligasi Eropa. Imbal hasil obligasi Jerman bertenor 10 tahun menurun ke level terendah dalam 1,15 bulan di posisi 0,58 persen. Demikian juga obligasi pemerintahan Prancis.

“Bursa saham Asia telah bertahan cukup baik namun harus turun lagi jika bursa saham AS kembali tertekan,” ujar Yutaka Miura, Analis Mizuho Securities, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (15/3/2018).

Ia menambahkan, bursa  Asia yang tertekan ini dapat mendorong investor memburu saham murah. Akan tetapi, sebagian besar investor cenderung hati-hati.

 

 


Selanjutnya

Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Di pasar uang, dolar AS cenderung stabil. Indeks dolar AS terhadap mata uang utama lainnya berada di posisi 89,70. Euro sedikit berubah di posisi US$ 1,2376. Terhadap yen, dolar AS tergelincir 0,2 persen menjadi 106,14.

Selain itu, harga minyak menguat 0,25 persen menjadi US$ 61,10 per barel. Harga minyak Brent bertambah 0,2 persen menjadi US$ 65,02 per barel.

Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun stabil 2,81 persen. Meningkatnya ketegangan diplomatik Inggris dan Rusia mempengaruhi pergerakan imbal hasil obligasi. Data ekonomi lainnya pengaruhi obligasi yaitu data penjualan ritel AS melambat.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya