Prospek Baik Wisata Halal Indonesia

Wisata halal memiliki prospek ekonomi yang besar.

oleh Yanuar H diperbarui 15 Mar 2018, 11:27 WIB
Menteri Pariwisata, Arief Yahya masih ada yang kurang dalam hal kunjungan wisatawan asing, khususnya untuk jenis wisata halal. (Foto; Liputan6.com/Yanuar.H)

Liputan6.com, Yogyakarta Pencapaian Kementrian Pariwisata di mata dunia membuat bangga. Pasalnya kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia mengalami kenaikan cukup tinggi tahun lalu. Namun bagi Menteri Pariwisata, Arief Yahya masih ada yang kurang dalam hal kunjungan wisatawan asing, khususnya untuk jenis wisata halal. Walaupun Indonesia mayorritas muslim namun jumlah wisatawan muslim ke Indonesia dinilai masih kalah jauh dari negara tetangga.

"Kita kalah jauh dari negara tetangga wisatawaan muslim itu hanya 20 persen jadi kita punya 10 juta maka kita punya 2 juta sementara negara lain punya lebih banyak. Singapur lebih dari 25 persen maka kita naikkan menjadi 25 persen jadi 5 juta," jelasnya, saat ditemui di Hotel Alana Yogyakarta Rabu (14/3/2018).

Menurutnya saat ini Indonesia belum memiliki destinasi wisata halal yang banyak. Dari ribuan pulau yang dimiliki Indonesia baru memiliki tiga destinasi menuju halal.

"Satu Nusa Tenggara Barat, Sumatera barat dan ketiga Aceh. Yang paling keliatan itu Nusa Tenggara Barat itu sudah mencapai 1 juta wisman dan 1 juta wisnus," tambahnya.

Bila dilihat secara khusus wisatawan dari Arab Saudi misalnya yang datang ke Indonesia masih sedikit. Setidaknya hanya 150 ribu wisatawan yang datang ke Indoensia, hal ini mungkin dipengaruhi oleh jenis pilihan wisata halal dan pelayanan kepada wisatawan asing.

"Padahal yang datang ke malaysia itu 300 ribu yang datang ke Thailand itu yang non muslim 600 ribu empat kali lipat. Bukan karena dia muslim atau tidak muslim atau kita muslim bukan itu ternyata yang memberikan service bagus yang akan didatangi orang. Thailand bukan mayoriti toh," katanya.


Perbaikan

Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika di Lombok, Nusa Tenggara Barat. (Liputan6.com/Fiki Ariyanti)

 

Arief mengatakan untuk mengejar ketertinggalan itu perlu adanya perbaikan standar layanan umum kepada wisatawan asing. Hal ini bisa dilakukan mulai dari hal sederhana hingga yang benar-benar dibutuhkan wisatawan mancanegara ini.

"Satu kita harus perbaiki standar layanan berlaku umum. mulai dari orang datang imigrasi dan lain-lain," katanya.

Arief melanjutkan yang paling penting lagi adalah hal sertifikasi layanan mulai dari kuliner hingga penginapan yang ada. Namun sertifikasi halal ini belum dilirik dan dijadikan pedoman bagi pemiliki resto, pelaku wisata hingga hotel.

 


Wisata Halal

Presiden Joko Widodo meresmikan operasional Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Mandalika (The Mandalika) di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (20/10/2017). (liputan6.com/Fiki Ariyanti)

Ia menegaskan bahwa saat ini halal sudah menjadi gaya hidup di dunia. Sementara pasar halal ini memiliki potensi yang besar namun belum banyak dilirik.

"Bisnis pasarnya besar kalo mau mengambil itu harus mengambil sertifikasi kalo tidak mau ya keras kepala," katanya.

Orang di dunia yang non muslim pun sudah menjadikan halal ini sebagai gaya hidup mulai dari makan makanan yang halal. Namun informasi ini belum banyak diketahui di Indoensia.

"Ini ada pasar besar halal mau diambil atau tidak. Karena gini lifestyle sekarang orang jepang yang seneng halal lifestyle juga banyak ," ujarnya.

Menurutnya saat ini 30 persen wisatawan pergi ke suatu tempat karena keyakinan seperti naik haji, ziarah dan lain-lain. Maka label halal sangat penting bagi yang mengincar wisata halal ini.

"Sekarang kita di jakarta itu ada hotel deklarasikan muslim friendly hotel bahkan dapat jadi nomor satu. Ini besar potensinya," katanya.

Yanuar H

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya