Hidup Terisolasi di Hutan Siberia, Keluarga Ini Tak Tahu Ada Perang Dunia II

Taiga Siberia merupakan salah satu tempat paling terisolasi di dunia, serta menjadi medan paling sulit untuk dilalui dan hampir mustahil ditinggali manusia.

oleh Citra Dewi diperbarui 15 Mar 2018, 14:33 WIB
Ilustrasi hutan Siberia (iStock)

Liputan6.com, Siberia - Taiga Siberia merupakan salah satu tempat paling terisolasi di dunia. Hutan yang diselimuti salju itu, menjadi medan paling sulit untuk dilalui dan hampir mustahil ditinggali manusia.

Panjangnya musim dingin dan suhu ekstrem, membuat Taiga Siberia menjadi alam liar terluas yang tak dihuni manusia.

Wilayah yang luasnya 10 persen dari daratan Bumi itu, menjadi tempat tinggal bagi binatang yang mampu hidup di tempat dingin, seperti beruang dan serigala.

Namun, pernah ada manusia yang tinggal di sana lebih dari 40 tahun. Hal tersebut terkuak pada 1978, setelah sejumlah ahli geologi Rusia menemukan sebuah keluarga di sana.

Mereka adalah Keluarga Lykov, yang telah tinggal di Pegunungan Sayan, Siberia Selatan. Mereka tinggal di sana sejak 1936 hingga ahli geologi itu menemukannya.

Dikutip dari The Vintage News, Kamis (15/3/2018), mereka ditemukan sekitar 241 km dari permukiman terdekat, di wilayah yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya. Sebelum 1936, keluarga tersebut tinggal di wilayah Rusia yang dihuni.

Namun setelah pasukan Soviet membunuh saudara laki-laki Karp Lykov, ia dan keluarganya memutuskan untuk pindah ke Taiga Siberia. Sejak saat itu, mereka tak pernah terlihat lagi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Bertahan Hidup di Alam Liar

Ilustrasi salju (iStock)

Selama lebih dari empat dekade, Karp Lykov bersama dengan istri dan anak-anaknya tinggal di hutan yang hanya berjarak beberapa kilometer dari Mongolia.

Menurut Smithsonian, awalnya hanya ada Karp Lykov, istrinya (Akulina), anaknya (Savin), dan anak perempuannya (Natalia) saat mereka memutuskan untuk pindah.

Namun, di tempat ekstrem itu Akulina melahirkan dua anak lainnya, mereka adalah Dmitry (1940) dan Agafia (1943).

Injil dan buku doa disebut cukup untuk mengajari anak-anak Lykov membaca dan menulis. Namun, mereka harus berjuang dan beradaptasi untuk bertahan hidup di lingkungan yang esktrem.

Mereka bertahan hidup dengan mengonsumsi beri Siberia dan sayuran yang mereka tanam sendiri. Mereka pun belajar untuk berburu tanpa menggunakan pistol maupun panah. Namun, hal itu tak cukup untuk menghindarkan mereka dari kelaparan.

Pada akhir 1950-an, Akulina meninggal karena kelaparan. Hal tersebut membuat Karp dan anak-anaknya harus bertahan hidup tanpa seorang ibu.


Tak Tahu Ada Perang Dunia II

Uni Soviet menerjunkan anjing ke medan tempur Perang Dunia II (Wikipedia)

Ketika sejumlah ahli geologi menemukan keluarga Lykov pada 1978, mereka tercengang oleh kenyataan bahwa keluarga tersebut masih hidup dalam kondisi Abad Pertengahan. Meski demikian, Lykov menyambut orang asing itu.

Smithsonian melaporkan bahwa pada awalnya keluarga Lykov menolak semua hal yang mereka tawarkan, kecuali satu hal, yakni garam. Dilaporkan sudah 40 tahun Karp tidak mencicipi garam, dan dia tak bisa menolak tawaran itu.

Saking terisolasinya, Keluarga Lykov bahkan tak sadar jika Perang Dunia II terjadi dan fakta bahwa manusia telah mendarat di Bulan.

Ketika ahli geologi mendapat kepercayaan dari mereka untuk memperlihatkan "keajaiban" kehidupan modern, Karp dilaporkan paling terkesima dengan kantong plastik bening.

Pada musim gugur 1981, tiga dari anak Karp (Dmitry, Natalia, dan Savin) meninggal hanya berjarak beberapa hari. Dua di antaranya menderita gagal ginjal sementara satu lainnya akibat pneumonia.

Para ahli geologi berusaha meyakinkan Karp dan anaknya, Agafia, untuk pindah bersama dengan kerabatnya di desa yang berjarak 241 km dari tempatnya. Namun mereka selalu menolak.

Karp meninggal pada 16 Februari 1988 dan anaknya, Agafia, masih tinggal di Taiga Siberia seorang diri.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya