Liputan6.com, Jakarta Di awal 2018, PT Astra International Tbk, kelompok usaha besar asal Indonesia, berinvestasi modal USD 150 juta atau sekitar Rp 2 triliun ke Go-Jek. Ini investasi tidak biasa, jika melihat jejak rekam Astra yang kuat sebagai induk usaha perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia, terutama di lini usaha otomotif.
Ya, lini usaha otomotif, mulai dari komponen, pabrik perakitan, distribusi mobil dan motor, hingga jasa keuangannya, semua ada di Astra. Baik milik anak usaha sendiri maupun usaha patungan dengan mitranya.
Advertisement
Pada 2017, Astra menguasai penjualan mobil nasional dengan pangsa pasar 53,6 persen lewat merek Toyota, Daihatsu, Peugeot, dan Isuzu. Sedangkan di sepeda motor, lebih besar lagi dengan pangsa 74,5 persen lewat Honda. Simpelnya, Astra mendominasi industri otomotif nasional.
Menariknya, apa benang merah investasi Rp 2 triliun ke Go-Jek dari sosok raksasa otomotif bernama Astra International ini. Untuk mengetahui lebih dalam soal tersebut, M Syakur Usman dari Merdeka.com melakukan wawancara eksklusif dengan Prijono Sugiarto, Presiden Direktur Astra International Tbk.
Wawancara dilakukan usai Prijono Sugiarto 'cuci mata' di pameran GAIKINDO Indonesia International Commercial Vehicle Expo (GIICOMVEC) 2018 di JCC Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu. Berikut petikannya:
Mengapa Astra International mesti berinvestasi ke Go-Jek?
Sekarang semua tidak bisa terhindar dari digitalisasi. Kami melihat Go-Jek merupakan satu fenomena baru di Indonesia. Yang akhirnya kami melihat banyak benang merah juga. Misalnya alat transportasinya kan butuh kendaraan bermotor, baik roda empat maupun roda dua. Kemudian servis kendaraannya di mana? Kami punya sekitar 3.600 outlet servis kendaraan roda dua di seluruh Indonesia. Kemudian kalau Go-Jek mau ekspansi ke daerah-daerah, kami memiliki diler-diler kendaraan bermotor di daerah-daerah. Mudah-mudahan ada sinergi-sinergi selanjutnya. Intinya, kami senang melihat perkembangan Go-Jek dahsyat.
(Sejak berdiri hingga kini, Go-Jek memiliki pengemudi terdaftar lebih dari satu juta pengemudi. Kemudian lebih dari 125.000 mitra usaha dan 30.000 penyedia jasa di platform-nya yang menawarkan berbagai jenis jasa, seperti transportasi, pengantaran makanan, kurir barang, jasa kebersihan, hingga keperluan pembayaran. Diunduh sekitar 10 juta di Google Play Store, Go-Jek memfasilitasi lebih dari 100 juta transaksi setiap bulan).
Jadi dimungkinkan kebutuhan armada Go-Jek dipasok dari Astra?
Antara lain kebutuhan armada ya, tapi itu tidak harus. Harus dibuktikan dulu, karena kami hanya pemegang saham minoritas di Go-Jek. Diharapkan ada sinergi armada, kemudian bisa pula aftersales. Mudah-mudahan leasing-nya kepada driver juga bisa dari Astra, dan kredit-kredit di bank, kami juga punya. (Astra memiliki saham di Bank Permata Tbk sebesar 44,56 persen).
Berapa persen saham kepemilikan Astra di Go-Jek?
Saya tidak bisa sebutkan berapa persennya. Yang USD 150 juta kan Anda sudah tahu.
Jadi maksudnya Astra akan membuat produk bundling untuk mitra Go-Jek?
Itu yang diharapkan (produk bundling), tapi kami masih studi semua. Too early, too say. Tapi harusnya banyak sekali yang bisa dikerjakan. Itu yang diharapkan. Yang kami suka dari investasi ini adalah Go-Jek produk anak bangsa. Menurut kami, sayang kalau produk anak bangsa, semua (investasi) asing yang masuk. Maka Astra lah masuk. Jadi menyambut gembira saja.
Jadi belum ada gambaran besar yang konkret ya?
Belum, too early, kami hanya minoritas. Tapi banyak benang merahnya, yang bisa dikerjakan bersama. Misalnya armada mereka membutuhkan kredit, ya kreditnya kepada kami. Selama ini kan sporadis. Mudah-mudahan saja.
Bisakah mengikat Go-Jek untuk menggunakan produk dan layanan Astra?
Tidak bisa mengikat, karena pemegang saham Go-Jek sekian banyak. Kalau Anda ikut bermain di situ, paling tidak akan dipikirkan.
Mengapa tidak bisa, Astra kan ada perwakilan di manajemen Go-Jek?
Memang ada perwakilan Astra di jajaran manajemen Go-Jek. Tapi, tidak bisa, Anda kan bukan mayoritas, hanya minoritas.
Ini menjadi pintu pertama Astra ekspansi di bisnis digital?
Kami punya Astra Digitalisasi Program, yakni program dari anak-anak perusahaan. Di mana semua sudah digital, apakah layanan asuransinya, kreditnya, dan sebagainya. Anda bisa klaim asuransi sekarang pakai smartphone kan. Tapi kalau melihat Go-Jek, wow! Harus diakui anak-anak muda ini berprestasi dan inovasinya hebat. Kami coba ingin berpartisipasi lah dan membantu mereka juga.
Jadi Astra terbuka investasi lagi ke startup?
Saya tidak bilang terbuka. Ini baru satu saja. Small step!
Soal lain, laba bisnis otomotif Astra turun 3 persen menjadi Rp 8,9 triliun di tahun lalu. Pandangan Anda?
Menurut saya, volume otomotif tahun lalu hanya naik 1 persen lebih, jadi persaingan begitu ketat. Kalau saya ngomong Alhamdulilah hanya turun 3 persen, nanti kalian tidak percaya. Tapi memang persaingannya ketat banget, terutama di kendaraan penumpang. Jadi kami bisa bersyukur di angka segitu. Ada yang naik dan turun.
Bagaimana proyeksi bisnis otomotif Astra di 2018?
Gaikindo memprediksi volume pasar mobil 1,1 juta unit di 2018, hanya naik sekitar 20 ribu dari tahun lalu. Jadi prediksi saya, kurang lebih sama, karena pertumbuhan ekonomi masih sama di angka 5,3 persen. Tahun lalu kan 5,07 persen. Jadi tidak terlalu banyak berbeda.
Tapi tahun ini kan tahun politik?
Saya tidak khawatir, karena sudah terbukti di pilkada yang paling berat pun seperti pilkada Jakarta, penjualan oke. Saya less worry.
Kalau perang diskon khawatir kah?
Perang diskon itu masalahnya kapasitas, utilisasinya berapa. Kebetulan kami oke-oke saja. Toyota utilisasinya 80 persen, Daihatsu 95 persen, sepeda motor Honda 75 persen. Kami oke-oke saja.
Reporter: Syakur Usman
Sumber: Merdeka.com