Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia telah menandatangani kontrak pembelian 11 jet tempur Sukhoi Su-35 buatan Rusia pada Rabu 14 Februari 2018 -- transaksi yang sempat menuai narasi kekhawatiran embargo dari negara-negara Barat.
Dalam sebuah seminar penjajakan potensi peningkatan kerjasama industri alat-alat pertahanan dan keamanan (hankam) RI - Inggris, Duta Besar Inggris untuk Indonesia turut mengomentari transaksi pembelian Sukhoi tersebut dan menjelaskan bahwa sejatinya, transaksi itu tak akan menimbulkan masalah apapun bagi hubungan Jakarta - London.
"Bagaimanapun, kita hargai keputusan dan penilaian Indonesia dalam melakukan pemilihan serta pembelian produk-produk itu," kata Dubes Moazzam Malik saat konferensi pers UK - RI Defence Industry Cooperation Seminar and Exhibition di Jakarta, Kamis (15/3/2018).
Baca Juga
Advertisement
Konferensi pers itu turut melibatkan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan RI Marsekal TNI Hadiyan Sumintaatmadja dan Direktur Kawasan Amerika dan Asia Pasifik - Defence & Security Organisation Department of International Trade (DIT) Inggris.
Keputusan Indonesia untuk membeli Sukhoi dari Rusia menjadi 'catatan' tersendiri bagi Inggris.
Mengingat, Britania Raya disebut mengekspor cukup banyak alat-alat hankam ke Indonesia, kata Deputi Bidang usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno kala menyampaikan opening remarks dalam seminar itu.
"Menurut data yang saya peroleh Indonesia mengimpor alat hankam paling banyak dari Inggris, diikuti Amerika Serikat di peringkat dua, dan Korea Selatan di peringkat tiga ... Data-data itu saya peroleh dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) loh ya," kata Fajar.
Ketika diminta mengomentari materi yang disampaikan Fajar dan transaksi jet Sukhoi RI - Rusia, Dubes Moazzam Malik mengatakan bahwa Inggris justru semakin antusias untuk berkompetisi dengan Rusia dalam melakukan penjualan alat-alat hankam ke Indonesia pada tahun-tahun berikutnya.
"Tentu saja kami sangat antusias untuk bersaing (dengan Rusia). Saya yakin Inggris punya produk (hankam) yang kompetitif, ditambah lagi, Inggris memiliki kemitraan yang baik dengan Indonesia," kata sang Duta Besar.
Tak Mempercayai Rusia
Melanjutkan komentarnya tentang Rusia, Dubes Moazzam Malik menilai negeri Beruang Merah sebagai negara yang "Memiliki niat jahat."
"Inggris juga tidak mempercayai Rusia sebagai mitra yang baik bagi perdamaian dan stabilitas dunia," lanjutnya.
Komentar Moazzam tentang Rusia dipicu oleh eskalasi tensi politik antara Britania Raya - Negeri Beruang Merah, menyusul kasus peracunan mantan mata-mata Rusia, Sergei Skripal dan anak perempuannya, Yulia Skripal oleh nerve agents toxin atau racun saraf.
"Rusia telah melakukan tindakan ilegal menggunakan zat yang ilegal di negara kami," kata sang Dubes Inggris mengomentari soal Rusia.
Tanggapan Kemhan RI
Merespons tanggapan Dubes Moazzam yang berkomentar tentang pembelian jet Sukhoi Rusia oleh Indonesia, pihak Kemhan RI mengatakan bahwa transaksi itu sepenuhnya merupakan hak dan bagian dari kedaulatan pemerintah.
"Kita negara bebas, menganut politik bebas aktif, maka kita boleh membeli peralatan apapun dari negara manapun ... Kita juga berbisnis dengan negara mana saja, AS, Inggris, dan lain-lain. Dan sejatinya, tidak perlu ada yang khawatir terkait hal itu," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan RI Marsekal TNI Hadiyan Sumintaatmadja dalam kesempatan yang sama.
"Lagi pula, alat pertahanan kita tidak digunakan untuk mengancam siapa-siapa atau invasi. Justru, sebagai negara yang berdaulat, adalah sebuah kewajiban untuk meningkatkan kapabilitas pertahanan kita untuk menjaga kedaulatan negara."
Keputusan untuk melakukan pengadaan dan pembelian alat pertahanan -- termasuk Sukhoi dari Rusia -- pun telah melewati proses pengkajian dan penilaian yang panjang oleh pemerintah RI, lanjut sang Sekjen Kemhan.
"Banyak hal yang perlu dipertimbangkan, mulai dari anggaran, teknologi, dan lain-lain. Jadi, pertimbangannya lebih ke sana ketimbang alasan-alasan politik. Dan negara lain harus menghargai keputusan Indonesia, dengan pendirian yang kita ambil," tambahnya.
Sempat Menuai Kekhawatiran Embargo Barat
Narasi kekhawatiran embargo dari negara-negara Barat terkait langkah Indonesia membeli Sukhoi dari Rusia didasari atas sejumlah riwayat dinamika geopolitik.
Amerika Serikat pernah menerapkan sanksi embargo senjata kepada Indonesia antara 1999 - 2005, merespons dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan rezim Presiden Soeharto di Dili, Timor Leste pada 1991.
Inggris dan Uni Eropa pun turut menetapkan sanksi embargo atas alasan yang sama pada September 1999. Namun, sanksi itu hanya bertahan kurang dari setengah tahun -- menyusul keberhasilan Reformasi Indonesia dan lengsernya Presiden Soeharto.
Namun, riwayat dinamika geopolitik teranyar yang sempat menjadi kekhawatiran terkait langkah Indonesia membeli Sukhoi dari Rusia adalah; tentang aneksasi Krimea oleh Rusia.
Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada Rusia, termasuk pada 'pihak ketiga yang melakukan transaksi dengan Rusia'. Dan, tahun lalu, kekhawatiran itu sempat muncul kala wacana pembelian Sukhoi dari Rusia oleh Indonesia mencuat.
Namun, pemerintah berkali-kali menekankan bahwa transaksi terbaru ini tak akan menimbulkan masalah apapun bagi negara manapun -- termasuk Amerika Serikat dan Inggris -- sekaligus menegaskan bahwa langkah tersebut adalah bagian dari hak dan kedaulatan politik luar negeri RI.
Kemarin, Kepala Pusat Komunikasi (Kapuskom) Publik Kemhan Brigadir Jenderal TNI Totok Sugiharto mengonfirmasi bahwa Indonesia telah melakukan penandatanganan kontrak pembelian Sukhoi -- menunjukkan bahwa kekhawatiran embargo dari negara Barat itu tak terbukti.
Advertisement