Liputan6.com, Bangkok- Tren mobil ramah lingkungan bertenaga listrik yang semakin berkembang, membuat kebutuhan baterai semakin meningkat. Bisnis perakitan baterai di kawasan Asia akan semakin berkembang, karena Mercedes-Benz menginvestasikan dana US$ 1,2 juta (setara Rp 16,5 triliun) di Thonburi Automotive Assembly (TAAP), Thailand.
Dilansir Autoevolution, Mercedes juga berencana memproduksi baterai di enam fasilitas yang tersebar di tiga benua. Langkah ini diperlukan seiring dengan rencana Mercedes yang menawarkan varian elektrik untuk semua modelnya di tahun 2020 mendatang.
Baca Juga
Advertisement
Total mobil listriknya akan di atas 50 varian, termasuk listrik sepenuhnya, plug-in hybrid, dan sistem 48-Volt. Sayangnya, model listrik sepenuhnya, yaitu EQC, gagal tampil perdana pada Geneva Motor Show 2018. Namun Mercedes berjanji model tersebut akan diproduksi pada 2019.
Markus Schäfer, penanggung jawab produksi Mercedes-Benz, mengatakan," Inisiasi elektrik yang fleksibel dan jaringan produksi global dari mobil Mercedes-Benz berkembang pesat dalam waktu singkat."
"Dengan standar tinggi dan produksi baterai yang terukur, kami dapat memulai operasi di mana saja dalam waktu singkat dengan ukuran tepat," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Baterai Mobil Listrik Masih Jadi Masalah Besar di Indonesia
Kendaraan ramah lingkungan, seperti mobil listrik, dipercaya bakal menjadi solusi masalah mobilitas di industri otomotif. Namun, mobil nol persen ini masih menjadi pembicaraan yang memang belum terselesaikan di Indonesia.
Saat ini pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memang tengah menyelesaikan rancangan regulasi kendaraan emisi rendah atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV). Kabarnya, regulasi tersebut bisa rampung tahun ini, dan Indonesia sudah mulai menjual berbagai mobil ramah lingkungan dengan harga jual yang lebih rendah.
BACA JUGA
Dijelaskan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Harjanto, untuk mengarah ke mobil listrik diperlukan waktu yang cukup, dan tidak akan terjadi cepat.
"Kalau pilihannya ke sini (mobil listrik) silakan, tapi kan butuh waktu, infrastruktur, lalu masalah daur ulang materai, dan sebagainya," jelas Harjanto di sela-sela acara Nissan Future di Marina Sand Bay, Singapura, Selasa (6/2/2017).
Lanjut Harjanto, selain itu, mobil listrik juga bisa menimbulkan pencemaran lingkungan lain. Pasalnya, untuk produksi mobil listrik juga menimbulkan emisi besar di pabrik perakitannya.
"Kecuali mobil listrik itu sumber tenaganya bukan dari baterai, misalkan pakai matahari, nuklir, dan lainnya. Lalu, listrik itu dibangun power plant, jadi hanya memindahkan emisi dari dalam karena energinya besar," pungkasnya.
Advertisement