Aksi Jual Investor Asing Bikin IHSG Lesu

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot dua persen dari posisi 6.433 pada 9 Maret 2018 menjadi 6.304 pada 17 Maret 2018.

oleh Agustina Melani diperbarui 17 Mar 2018, 09:30 WIB
Suasana kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/11). Dari 538 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, 181 saham menguat, 39 saham melemah, 63 saham stagnan, dan sisanya belum diperdagangkan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan koreksi pada pekan ini. Saham kapitalisasi besar kembali membebani gerak IHSG sepekan.

Mengutip laporan PT Ashmore Asset Management Indonesia, Sabtu (17/3/2018), IHSG melemah 2 persen dari posisi 6.433 pada 9 Maret 2018 menjadi 6.304 pada 17 Maret 2018. Tekanan IHSG didorong saham-saham kapitalisasi besar yang masuk indeks LQ45 tergelincir 2,59 persen selama sepekan.

Penurunan juga diikuti saham kapitalisasi kecil susut 2,49 persen. Investor asing pun masih melanjutkan aksi jual mencapai US$ 200 juta. Di surat utang atau obligasi, indeks BINDO naik satu persen selama sepekan. Imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun berada di posisi 6,7 persen. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berada di 13.750. Investor asing beli obligasi mencapai US$ 131 juta.

Faktor eksternal dan internal juga memengaruhi laju IHSG selama sepekan. Vice President Sales and Marketing Distribution, PT Ashmore Assets Management Indonesia, Lydia Toisuta menuturkan, faktor internal pengaruhi IHSG berasal dari rilis data ekonomi.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan alami defisit  sekitar US$ 0,12 miliar. Angka defisit ini lebih rendah dari defisit Januari 2018 sekitar US$ 677 juta. Berdasarkan konsensus, defisit perdagangan sekitar US$ 200 juta.

Impor masih lanjutkan tren penguatan dengan tumbuh 25,2 persen year on year (YoY) dan ekspor 11,8 persen YoY. Adapun volume ekspor tumbuh 22,3 persen dan impor 25,2 persen. Impor didorong barang konsumsi.

Sentimen lainnya dari laporan lembaga pemeringkat internasional S&P. Laporan menyebutkan kalau S&P belum akan menaikkan peringkat utang Indonesia dalam waktu 12-18 bulan. “Mereka (S&P) tidak melihat kenaikan subsidi menjadi masalah bagi mereka karena mereka mengerti ada tahun politik,” ujar dia.

Imbal hasil obligasi Indonesia juga dinilai masih menarik buat investor. Imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun berada di kisaran 6,7 persen.

Lydia menambahkan, faktor eksternal juga mendominasi pergerakan IHSG, terutama dari Amerika Serikat (AS). Harga konsumen di AS naik 2,2 persen YoY pada Februari 2018. Inflasi naik dari posisi Januari di posisi 2,1 persen. Ini sejalan dengan harapan pelaku pasar. Melihat kondisi itu, kemungkinan bank sentral AS atau the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga.

Presiden AS Donald Trump memecat Menteri Luar Negeri Rex Tillerson juga pengaruhi bursa saham. Trump menggantikan Tillerson dengan Direktur CIA Mike Pompeo. Trump memberhentikan Tillerson mendorong spekulasi peningkatan aksi proteksi dagang AS. Trump juga mengangkat Larry Kudlow sebagai penasihat ekonomi menggantikan Gary Cohn. Kudlow mendukung penguatan dolar AS.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Selanjutnya

Pekerja mengecek layar indeks saham gabungan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (4/4). Pada pemukaan indeks harga saham gabungan (IHSG) hari ini naik tipis 0,09% atau 4,88 poin ke level 5.611,66. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Lalu apa yang dicermati ke depan?

Lydia menuturkan, aksi jual investor asing mendorong kinerja IHSG tergelincir sepanjang tahun berjalan 2018. Sedangkan investor lokal belum masuk ke pasar saham.Akan tetapi, investor domestik mampu menahan aksi jual investor asing.

Lantaran investor domestik tidak ikut-ikutan lakukan aksi jual lantaran lebih melihat segi fundamental ekonomi. “Kami melihat valuasi saham jadi menarik dengan price earning ratio (PER) 16 kali untuk IHSG selama 12 bulan. Saham kapitalisasi besar ditransaksikan dengan PER 17 kali dan saham kapitalisasi kecil 10 kali,” jelas Lydia.

 Sentimen perang dagang akan terus membayangi laju IHSG.

“Risiko yang kami lihat beralih dari keputusan the Federal Reserve karena inflasi telah melunak.Kini perhatian menuju aksi proteksi dagang AS,” ujar Lydia.

Lydia menambahkan, tim regional Ashmore melihat aksi proteksi dagang masih berlanjut meski Trump memberikan fleksibilitas untuk kenaikan tarif impor baja. Namun terjun langsung melakukan aksi proteksi dagang juga cukup membingunkan. Presiden Trump juga meningkatkan stimulus fiskal.

“Potongan pajak Trump yang baru disetujui akan menelan biaya delapan persen dari produk domestik bruto (PDB). Kebijakan bervariasi ini tidak memiliki akhir yang menyenangkan,” ujar dia.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya