Liputan6.com, Kebumen - Siswa SMA Negeri 1 Kebumen, Jawa Tengah, Salma Rahmadanti (17), terbelalak kaget di grup aplikasi pesan. Pasalnya, terpampang foto seekor buaya besar dikuliti oleh beberapa orang. Foto itu berjejer dengan buaya sepanjang empat meter yang pekan lalu terdampar di Klirong. Dia curiga itu adalah hoaks.
Dalam narasinya, disebut bahwa buaya yang beberapa kali menampakkan diri di Sungai Luk Ulo, Kebumen, telah ditangkap oleh sejumlah pawang. Lantas, oleh si pawang, buaya dikuliti dan dibagikan ke warga kampung.
Di saat yang sama, Humam Afrizal (17) rekan satu sekolah Salma, juga mendapati hal yang sama. Bedanya, dia memperoleh kabar itu di grup Facebook. Beragam komentar anggota grup pun meruap, antara pro dan kontra.
Tetapi, kedua pelajar ini tak lantas mempercayai begitu saja kabar nan mengejutkan ini. Lantaran berada di satu sekolah, Salmda dan Afrizal cepat berkoordinasi. Mereka mengonfirmasi kabar itu ke kepolisian lewat sejumlah akun resminya. Dan mereka tahu bahwa informasi itu adalah hoax.
Baca Juga
Advertisement
“Ternyata bohong itu. Buayanya belum tertangkap. Itu kan buaya yang di Kalimantan,” ucap Salma, kepada Liputan6.com.
Petikan kisah di atas adalah bagaimana berita bohong alias hoaks menyelinap di berbagai lini massa, bercampur dengan obrolan ringan, dan kadang-kadang, informasi yang penting dan masuk akal. Namun, tak banyak yang menyadari bahwa hoaks sudah menjadi bahaya laten para pemakai gawai.
Belakangan, hoaks semakin menjadi-jadi. Kabar penyerangan terhadap kiai dan ulama di berbagai daerah Indonesia mengganggu kenyamanan masyarakat. Mereka khawatir, serangan itu tiba di kampung mereka.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Cyber Troops, Pasukan Pemburu Hoaks ala Pelajar Kebumen
Padahal, seperti dikonfirmasi oleh kepolisian, serangan terhadap marbot ataupun kiai musala oleh orang gila yang benar-benar terjadi hanya tiga kali. Dan itu jauh di bawah angka 20 lebih kasus yang beredar di masyarakat.
Hoax, bagi pelajar Kebumen telah menjadi barang basi. Sebab, mereka memiliki grup khusus beranggotakan ribuan pelajar dan mahasiswa Kebumen. Namanya, Cyber Troops. Tugasnya adalah mengonfirmasi, mengklarifikasi, dan tentu saja melawan hoaks.
Mereka pun berupaya menularkan bagaimana menyikapi kabar mendebarkan, bikin cemas, dan kadang mengkhawatirkan masyarakat.
Maraknya hoaks atau berita bohong yang tersebar di media sosial membuat pelajar dan masyarakat Kebumen prihatin. Mereka pun mendeklarasikan pernyataan sikap antihoaks, isu sentimen SARA, dan radikalisme.
Kamis, 15 Maret 2018, sebanyak 1.200 orang yang terdiri dari pelajar dan mahasiswa "tumplek blek" di Alun-alun Kebumen untuk mendeklarasikan antihoaks. Menariknya, dalam deklarasi itu turut pula ratusan tukang becak dan tukang ojek pangkalan atau opang.
Advertisement
3 Pesan Penting Deklarasi Anti-Hoaks
Ada tiga poin penting yang dibacakan serempak. Rincinya, menolak hoaks yang dapat mengancam disintegrasi bangsa, menolak isu SARA dan radikalisme, serta mendukung keutuhan NKRI.
Massa juga berjanji mendukung upaya kepolisian untuk meninndak penyebaran hoax, termasuk mengusut dan memproses hukum pelaku pembuat dan penyebar hoaks.
"Deklarasi ini sebagai momentum melawan hoaks yang dapat memecah belah masyarakat dan mengganggu kamtibmas, apalagi saat ini tahapan Pilgub Jateng 2018 sudah berjalan," Kapolres Kebumen, AKBP Arif Bahtiar menerangkan, melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jumat, 16 Maret 2018.
Deklarasi antihoaks tersebut merupakan bagian dari kampanye untuk mengedukasi masyarakat agar lebih kritis terhadap informasi. Masyarakat pula diajak untuk bersikap bijak dalam merespons informasi yang kadang tak benar.
Ada bahaya besar yang mengancam bila hoaks dan juga fitnah dibiarkan terus berkembang. Munculnya ujaran kebencian (hate speech), hingga upaya provokatif. Semua itu sangat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
"Di sinilah peran masyarakat diperlukan untuk memutus mata rantai berita hoaks. Kalau memang tidak benar, jangan disebarluaskan," Arif menegaskan.