Liputan6.com, Jakarta - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menilai, penundaan proses hukum kepala daerah yang tersangkut korupsi memiliki banyak mudarat. Salah satunya, tersangka dapat menghilangkan barang bukti.
"Kalau dia menghilangkan barang bukti, proses penegakan hukumnya akan terhambat. (Kasus) Bisa berjalan di tempat dan tidak akan membuahkan hasil yang maksimal," ujar Samad di Cikini Jakarta Pusat, Sabtu (17/3/2018).
Advertisement
Abraham Samad menilai, jika penundaan penetapan tersangka diumumkan setelah pilkada selesai, hal tersebut dapat membawa konsekuensi lebih buruk untuk tranparansi kepemimpinan di daerah.
Dia tidak ingin masyarakat nantinya memiliki pemimpin yang terjerat kasus korupsi.
"Coba kita bayangkan misalnya calon kepala daerah terpilih itu adalah tersangka. Saya pikir tidak ada negara di dunia ini yang seperti begini. Ini saya rasa merusak peradaban," ucap Abraham Samad.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tak Bisa Diintervensi
Sementara itu, Direktur Eksekutir Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mendukung KPK meneruskan proses hukum calon kepala daerah. Dia menilai proses hukum tidak dapat diintervensi oleh politik.
"Kita adalah negara hukum tidak boleh dikang-kangangi dengan politik. Kalau sampai proses atas para tersangka ditunda maka ini menpelihatkan secara telanjang mata ada diskriminasi pada warga negara hanya karena calon," tutur dia.
Titi menuturkan KPK telah menyelamatkan demokrasi di Indonesia dengan menangkap para pejabat negara yang tejerat kasus korupsi.
Jangan sampai, kata dia, masyarakat memilih pemimpin yang telah menjadi tersangka korupsi.
"Ketika ada OTT (operasi tangkap tangan), satu itu ironis satu lagi alhamdulillah. Publik dapat tau informasi utuh calonnya supaya tidak ada spekulasi KPK dibawa ke ranah politik sesuai prosedur dan alamiah," Titi menandaskan.
Advertisement