Medan Magnet Kutub Utara-Selatan Tak Stabil, Pertahanan Bumi Melemah?

Studi terbaru ungkap ketidakstabilan magnet kutub utara dan selatan yang membuat pertahanan alami Bumi melemah. Seperti apa?

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 18 Mar 2018, 12:00 WIB
Magnetosfer adalah area luas yang mengelilingi Bumi yang diproduksi dari medan magnet Bumi. Kehadirannya melindungi Bumi dari partikel radikal. (NASA)

Liputan6.com, Rochester - Ada kesenjangan kekuatan yang terus melebar di antara kutub magnet utara dan selatan, sehingga membuat kekuatan pertahanan alami Bumi kian melemah sepanjang satu abad terakhir.

Selain sebagai tenaga pendorong utama sistem kompas kedua kutub tersebut juga berperan penting sebagai pelindung Bumi dari bahaya radiasi Matahari dan berbagai benda angkasa luar lainnya.  

Dilansir dari News.com.au pada Minggu (18/3/2018), melemahnya kekuatan pertahanan alami Bumi itu biasanya terjadi di satu titik, yakni berupa sebuah lubang besar yang mencakup wilayah jantung Amerika Selatan, sebagian besar selatan Samudera Atlantik, dan Afrika.

Wilayah yang berada di dalam cakupan lubang besar terkait kerap dijuluki sebagai 'Anomali Atlantik Selatan'.

Anomali medan magnet ini memungkinkan lebih banyak radiasi berenergi tinggi, menembus Bumi lebih dalam melalui orbit dekat, atmosfer dan bahkan permukaan tanah.

Dalam beberapa dekade terakhir, hal tersebut menggangu banyak sistem komputer satelit dan Stasiun Antariksa Internasional.

Pada tahun 2016, satelit observasi X-ray Hitomi milik Jepang, yang diharapkan mampu mempelajari lubang hitam dan supernova, sempat terpental saat melewati celah magnet terkait, dan membuatnya berputar-putar tidak terkendali.

Sebuah studi baru, yang diterbitkan di jurnal ilmiah Geophysical Research Letters, telah menggali kembali pada waktunya untuk mengetahui berapa lama anomali magnet ini aktif di daerah tersebut, dan apa artinya bagi masa depan manusia.

 

Simak video tentang prediksi wajah Bumi jika semua es di kutub mencair berikut: 


Pernah Terjadi di Masyarakat Pertanian Kuno

Ilustrasi Bumi (NASA)

Ahli geofisika dari University of Rochester, Profesor John Tarduno, bekerja sama dengan sekelompok arkeolog, mempelajari artefak lumbung tanah liat, yang digunakan oleh beberapa petani tertua di dunia untuk menyimpan biji-bijian hasil pertaniannya.

Artefak lumbung tersebut didapat dari peninggalan masyarakat  kuno yang tinggal di Lembah Sungai Limpopo, sebuah lokasi yang berbatasan dengan Zimbabwe, Afrika Selatan, dan Botswana.

Pembuatan lumbung tanah liat itu, suatu waktu, pernah menunjukkan proses yang tidak biasa. Pada saat pembakaran, muncul reaksi 'pelepasan' mineral magnetik yang membentuk baris layaknya jarum penunjuk kompas.

Garis terkait membentang sejajar dari menghubungkan titik utara dan selatan.

Hal itu terjadi berulang kali, dan kemudian dipelajari oleh komunitas petani kala itu sebagai penanda habisnya waktu bercocok tanam di suatu wilayah, sehingga mau tidak mau harus pindah ke tempat lain.

"Masyarakat suku Bantu yang saat ini tinggal di sana, adalah kelompok pertama yang mempraktikkan pertanian," kata Profesor Tarduno.

"Jadi pada saat kekeringan, Anda bisa membayangkan hal itu (anomali) cukup menegangkan bagi populasi terkait. Dan mereka berlatih, menurut arkeolog, sejenis pembakaran ritualistik. Mereka benar-benar akan membakar desa mereka dan kemudian memulai lagi. "

Pergeseran dan putaran di medan magnet pada suatu wilayah telah terbentuk lebih dari seribu tahun lalu.

"Kami pikir kami melihat beberapa episode yang serupa dengan apa yang terjadi hari ini, yaitu medan magnet yang beroperasi tidak normal seperti yang terlihat di Afrika," kata Profesor Tarduno.


Pelemahan Mulai Berkembang Sejak 1.000 Tahun Terakhir

Ilustrasi medan magnet Bumi. (Sumber Wikimedia)

Inti permasalahannya, menurut ahli geologi, adalah gangguan di inti luar interior bumi (2.900 km di bawah permukaan tanah), di mana terdapat ‘kolam pelelehan’ dari logam cair yang menghasilkan medan magnet.

"Jika kita melihat simulasi numerik terbaik dari pembalikan medan magnet, ini adalah jenis pola yang kita lihat tepat sebelum pembalikan," kata Profesor Tarduno. "Kami tidak tahu apakah arus (anomali) akan mengarah pada pembalikan penuh."

Terakhir kali kutub magnet bumi terbalik adalah terjadi sekitar 780.000 tahun yang lalu. Menurut catatan geologi, sekitar 40.000 tahun yang lalu, jarak medan magnet mengalami 'goyangan' yang dramatis, tetapi tidak sampai membuatnya berbalik arah.

Akan tetapi, ini adalah proses yang membutuhkan waktu ribuan tahun untuk terungkap. Namun, dalam ranah geologi, jika tanda-tandanya mulai tampak saat ini, maka hal itu dianggap lebih cepat dari yang seharusnya, dan berpotensi menimbulkan bencana yang besar di kemudian hari.

"Kami sudah lama tahu bahwa medan magnet telah berubah, tapi kami tidak benar-benar tahu apakah hal tidak biasa untuk wilayah terkait merupakan siklus atau bukan," kata fisikawan University of Rochester, Dr. Vincent Hare.

Lumbung-lumbung tanah liat yang terbakar menunjukkan kemiringan yang sama di medan magnet terjadi sekitar 400-450 Sebelum Masehi, 700-750 Sebelum Masehi, dan 1225-1550 Sebelum Masehi. Bukti tersebut berarti menandakan bahwa pelemahan medan magnet saat ini, sejatinya telah berkembang dalam beberapa waktu.

"Kami mendapatkan bukti kuat bahwa ada sesuatu yang tidak biasa mengenai batas inti-mantel di bawah benua Afrika, yang berdampak penting pada pola medan magnet global," kata Profesor Tarduno.

"Kami sekarang tahu bahwa perilaku yang tidak biasa ini telah terjadi setidaknya beberapa kali sebelum 160 tahun terakhir, dan merupakan bagian dari pola jangka panjang yang lebih besar," kata Dr Hare.

"Namun, terlalu dini untuk mengatakan dengan pasti apakah perilaku ini akan menghasilkan pembalikan kutub penuh."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya