Liputan6.com, Ghouta Timur - Serangan udara besar-besaran kembali terjadi di Ghouta Timur pada Sabtu, 17 Maret 2018. Sebuah wilayah yang diduga sebagai salah satu basis utama pemberontak setempat.
Pamerintah setempat, bersama dengan beberapa kelompok relawan, telah berusaha mengawal evakuasi dari kawasan Ghouta Timur.
Dilansir dari CNN pada Minggu (18/3/2018), Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan, lebih dari 12.000 orang telah mengungsi dalam beberapa hari terakhir. Sementara itu, Duta Besar Suriah untuk PBB, mengatakan bahwa jumlah pengungsi tercatat lebih dari 40.000 jiwa.
Beberapa foto dan tayangan video yang muncul di media massa, menunjukkan ratusan warga sipil -- beberapa di antaranya tengah menggendong anak di tangan -- bergegas mengungsi kawasan yang lebih aman di luar Ghouta.
Para anggota Bulan Sabit Merah berupaya mengoordinasikan para warga Ghouta Timur dalam satu jalur, menuju tempat pengungsian sementara yang lebih aman.
Baca Juga
Advertisement
Kawasan Ghouta Timur telah menjadi target sasaran sejak 2012. Namun, baru beberapa waktu lalu, militer Suriah mulai bergerak maju melalui desa-desa di bagian timur, sebelum kemudian memecah wilayah pemberontak di pinggiran kota menjadi tiga bagian, pada pekan lalu.
Serangan udara tersebut dilakukan dengan dukungan Rusia, tetapi bertentangan dengan seruan PBB yang mendesak adanya gencatan senjata.
Staffan de Mistura, utusan khusus PBB untuk Suriah, pada hari Jumat menyebut serangan udara tersebut sebagai situasi yang mengerikan bagi para warga sipil di Ghouta Timur.
"Bahkan untuk orang-orang berpengalaman, seperti relawan kemanusian yang bertugas misalnya, (serangan) ini adalah situasi yang kritis, di mana orang-orang seperti berada di ujung tanduk, kesulitan menentukan nasib hidupnya di keesokan hari,” ujar Mistura.
Lebih dari itu, Mistura mendesak para pasukan di kedua belah pihak, militer Suriah dan pemberontak, membiarkan terlebih dahulu para pengungsi berjalan dengan selamat.
Simak video mengenai pemborbadiran basis pemberontak Suriah di kawasan Ghouta Timur berikut:
Turki Bantah Serang Bangunan Rumah Sakit
Dua kelompok militer Turki yang memerangi para militan Suriah, bertemu di Afrin utara pada hari Sabtu lalu, demikian dikutip dari kantor berita pemerintah Turki, Anadolu.
Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan Turki kehilangan banyak pasukan, tetapi juga berdalih bahwa banyak "teroris" juga terbunuh atau tertangkap.
"Kami adalah orang yang sabar dan yakin akan mencapai kemenangan, dan kami baru saja mulai membuktikannya," ujar Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Turki, dalam kapasitasnya sebagai anggota NATO, meluncurkan sebuah operasi militer dengan nama 'Operasi Ranting Zaitun' pada 20 Januari lalu.
Operasi tersebut menargetkan kelompok pemberontak Kurdi yang berada di utara Suriah, berbatasan dengan Turki. Tujuan utamanya adalah membersihkan provinsi Afrin dari bahaya berkembangnya organisasi terorisme.
Sejak itu, pertempuran keduanya kerap berlangsung sengit, dan hampir selalu menelan korban jiwa dari kalangan warga sipil.
Pimpinan sebuah rumah sakit besar di Afrin mengatakan, sebanyak sembilan orang tewas saat fasilitas layanan kesehatan tersebut dibom minggu ini.
"Situasinya sangat buruk, ada laporan puluhan jenazah diupayakan keluar dari Afrin, dan banyak orang terlihat panik berlari mengungsi dari serangan tersebut," kata Dr. Jawan Muhammed, pimpinan rumah sakit terkait.
Turki membantah telah mengebom rumah sakit tersebut dan merilis video -- yang menurut pejabat --menunjukkan sebuah bangunan rumah sakit dalam keadaan baik.
Namun, menurut salah seorang manajer umum rumah sakit terkait, gambar yang dirilis Turki hanya menunjukkan bagian dari kompleks rumah sakit, bukan bangunan utama yang terkena serangan bom.
Advertisement