Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR Bambang Soesatyo menegaskan, dengan berlakunya revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD atau UU MD3 yang kini telah menjadi UU Nomor 2 Tahun 2018, maka tidak membuat DPR kebal hukum.
“Enggak ada alasan bagi DPR, siapa bilang DPR kebal (hukum)? Enggak ada. Kalau DPR kebal, enggak ada yang ditangkap, tapi kemarin banyak ditangkap,” ujar pria yang karib disapa Bamsoet ini dalam acara ngopi bareng pengacara kondang Hotman Paris di Kopi Johny kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Minggu (18/3/2018).
Advertisement
Hal ini termasuk juga jika ada anggota DPR yang dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jadi UU MD3 itu berlaku diluar 3 pidana khusus (yaitu) korupsi, terorisme, dan narkoba. Jadi kalau 3 itu terjadi, itu bisa langsung diperiksa atau pidana seumur hidup,” ucapnya.
Bamsoet menegaskan, dirinya dan anggota DPR juga sama seperti masyarakat. Tidak ada kebal hukum sama sekali.
“Jadi enggak ada DPR kebal, sama seperti masyarakat lainnya, DPR tidak kebal hukum. Apakah bisa, paksa KPK? Ya apa urusannya. Jangankan KPK, masyarakat biasa mau kritik engga apa-apa. Justru kami kan sedang bikin lomba kritik,” kata dia.
Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, seharusnya yang disadari apa yang tertuang dalam UU MD3 adalah kebutuhan DPR.
“Jadi sering diplintir, sering diasumsikan kita membentengi diri dengan perundang-perundangan, DPR antikritik, DPR mau menang sendiri, antidemokrasi padahal apa yang tertuang dalam pasal yang dikritisi masyarakat, ya itu semua menyangkut apa yang kita jalani sulit,” kata dia.
Misalnya, lanjut Bamsoet, bagaimana ketika DPR tidak memiliki UU yang bersifat memaksa terhadap pemerintah atau para rekan lainnya.
“Bagaimana kami DPR yang bertugas pengawasan, legislasi, dan anggaran kalau posisi tidak kuat? Bagaimana kami bisa mengawasi? Kalau yang diawasi lebih kuat, DPR tidak bisa apa-apa,” terangnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tak Ada Sanksi
Bamsoet mengatakan, dalam perjalanan DPR belakangan ini, ada permasalahan yang timbul. Yaitu ketidakhadiran pemerintah saat dipanggil DPR. Kala itu, parlemen tidak memiliki kewenangan atau pun sanksi terhadap mereka yang mangkir.
Karena itu, DPR membuat UU agar pemerintah atau pihak datang saat dipanggil ke Gedung Kura-kura.
“Itulah inti dalam UU MD3, panggil paksa. Tapi dalam sejarah panggil paksa di DPR ini, panggil paksa bukan baru ada, tapi sudah sejak ada UU MD3, panggil paksa sudah dicantumkan pun tidak datang. Karena apa? Mekanismenya apa?,” terangnya.
Sebagai mekanismenya, dalam UU MD3 ini ditambahkan kata wajib bagi siapa pun yang dipanggil DPR untuk datang.
“Nah makanya kita tambahkan, wajib, polisi wajib melaksanakan permintaan DPR, jadi kata wajib itulah yang baru. Pemerintah, kepala lembaga wajib hadir bila dipanggil DPR, tapi kemudian diubah pemerintah 'siapa saja', itulah yang memang harus direvisi MK harus dikembalikan ke asalnya,” jelas Bamsoet.
Advertisement