Pengusaha: Impor Garam Industri 3,7 Juta Ton Sesuai Kebutuhan

Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia menyoroti tak hanya suplasi domestik tetapi juga harga garam lokal.

oleh Agustina Melani diperbarui 19 Mar 2018, 13:35 WIB
Ilustraasi foto Liputan6
Ilustraasi foto Liputan6

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana impor garam 3,7 juta ton pada 2018. Kuota garam tersebut untuk keperluan industri. Pelaku usaha menilai kuota tersebut sesuai perkiraan kebutuhan industri.

Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk menuturkan, total kebutuhan garam buat industri diperkirakan 3,7 juta ton. Kebutuhan garam industri tersebut diperlukan untuk industri pakan ternak, pengasinan ikan, penyamakan kulit, makanan dan minuman, kimia, manufaktur, farmasi, tekstil dan sebagainya.

Sedangkan produksi dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Apalagi kualitas garam untuk industri dan konsumsi berbeda. Kualitas garam industri minimal memiliki kandungan natrium klorida (NaCL) tinggi minimal 97 persen. Kalsium dan magnesium dengan maksimal 600 ppm dengan kadar air yang rendah. 

Tony menuturkan, impor garam 3,7 juta ton tersebut juga dilakukan sesuai kebutuhan dan dilakukan bertahap. Ditambah juga melihat hasil produksi lokal. 

"Estimasi produksi petani sekitar 1,6 juta ton ditambah produksi PT Garam 0,35 juta ton. Kebutuhan garam industri estimasi 3,7 juta ton dan garam konsumsi kebutuhannya 650 ribu ton per tahun," ujar Tony saat dihubungi Liputan6.com, Senin (19/3/2018).

Garam industri dan konsumsi, Tony menuturkan perlu kualitas yang baik dan sesuai syarat Standar Nasional Indonesia (SNI). Kualitas produksi dalam negeri pun belum dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

“Sebenarnya belum. Banyak kotorannya sehingga perlu dicuci,” kata dia.

Selain suplai domestik yang jadi sorotan, masalah harga juga menjadi pertimbangan pelaku usaha. Menurut Tony, harga garam lokal cukup tinggi. "Harga garam lokal di atas Rp 2.000 per kilogram sama dengan Rp 2 juta per ton. Bahkan mereka minta Rp 2.700 per kilogram. Kalau garam impor USD 25-USD  40 atau Rp 350 ribu-Rp 560 ribu per ton tiba di Indonesia,” ujar Tony.

Ia mengharapkan, kualitas produksi dari dalam negeri terus membaik sehingga dapat penuhi kebutuhan industri. Ada beberapa syarat untuk memenuhi hal itu antara lain mutu sesuai spesifikasi yang dibutuhkan, harga mengacu pada harga dunia,d an jaminan konsisten dan pasokan yang berlanjut.

“Mutu sebenarnya bisa diuji di lab independen. Mutu yang diharapkan itu NaCL minimal 95 persen dan kandungan logam yang sangat kecil,” kata Tony.

Tony juga ingin hasil panen garam 2018 dapat dipasarkan emlalui gudang garam nasional. Ini agar mutu, volume dan harga dapat dijaga.

Terkait pemerintah memutuskan rekomendasi izin impor garam industri kini berada di wewenang Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Tony menyambut positif hal tersebut. Ia menilai,  Kementerian Perindustrian sebagai pembina industri sehingga bertanggung jawab urusan pengamanan pasokan sebagai bahan baku industri termasuk garam.

 


Alasan Wewenang Impor Garam Kini di Kementerian Perindustrian

banner infografis impor garam

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani peraturan pemerintah (PP) terkait garam industri. Satu hal yang diatur dalam poin ini adalah pengalihan kewenangan rekomendasi izin impor garam industri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ke Kementerian Perindustrian (Kemenperin).  

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengungkapkan, rekomendasi izin impor garam industri kini beralih ke Kemenperin, sesuai dengan PP baru tersebut.

"Supaya ini-nya (rekomendasi) jalan. Artinya kebutuhan garamnya sudah mendesak, tidak ada jalan keluarnya, dan itu yang harus dilakukan (PP)," tegas Darmin di kantornya, Jakarta, Minggu 18 Maret 2018.

Asal tahu, awalnya rekomendasi impor garam industri berada di Kemenperin. Namun muncul Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, Petambak Garam.

Dalam pasal 37 (ayat) 3 menyebutkan, impor komoditas perikanan dan pergaraman menteri terkait harus mendapatkan rekomendasi dari menteri (KKP). Aturan ini dipertegas lagi oleh Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 66 Tahun 2017 tentang Pengendalian Impor Komoditas Pergaraman.

Pada Pasal 9 (1) disebutkan rekomendasi impor garam diterbitkan oleh menteri (KKP) dan diberikan kepada menteri perdagangan. "Nah sejak 2017 situasinya sudah sulit. Jadi ya itu tidak bagus untuk iklim usaha di Indonesia," kata Darmin.

PP garam industri dengan kewenangan rekomendasi impor ada di Kemenperin tersebut, diakui mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu akan berjalan terus alias permanen.

"Ya itu akan berjalan terus, karena itu kan PP. Kecuali ada revisi lain. Jika tidak, ya akan jalan terus (PP)," tegas Darmin.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya