Diduga Terima Suap dari Moamar Khadafi, Mantan Presiden Prancis Ditangkap

Mantan presiden Prancis, Nicolas Sarkozy, ditahan oleh pihak kepolisian atas tuduhan kasus suap dalam kampanye pilpres pada 2007 silam.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 20 Mar 2018, 18:20 WIB
Penahanan atas Nicolas Sarkozy diduga menjadi kali pertamanya dilakukan polisi kepada mantan kepala negara Prancis, Selasa (1/7/14). (REUTERS/Pascal Rossignol)

Liputan6.com, Paris - Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy ditahan oleh pihak kepolisian pada Selasa pagi, sebagai bagian dari penyelidikan tentang dugaan suap jutaan euro dari eks diktator Libya, Moamar Khadafi.

Sumber otoritas peradilan yang mengurus kasus terkait, mengatakan kepada kantor berita Associated Press, bahwa Sarkozy sementara ditahan di kantor polisi Nanterre, di barat Paris.

Dilansir dari Time.com pada Selasa (20/3/2018), Sarkozy dan mantan kepala stafnya telah membantah melakukan kesalahan dalam kasus tersebut, yang melibatkan dana untuk memenangkan kampanye presiden pada 2007 silam.

Meskipun penyelidikan telah dilakukan sejak 2013, namun kasus tersebut baru menarik perhatian luas, tiga tahun setelahnya.

Seorang pengusaha Prancis keturunan Lebanon, Ziad Takieddine mengaku kepada situs investigasi online, Mediapart, bahwa dia mengirimi Sarkozy dan mantan kepala stafnya Claude Gueant, sebuah paket dari Libya berisi uang tunai sebesar 5 juta euro, atau sekitar Rp 85,6 miliar.

Saat ini, penyidik masih terus memeriksa beberapa klaim bukti yang menuding Khadafi diam-diam menyumbangkan dana senilai total 50 juta euro, atau sekitar Rp 850 miliar, untuk mendukung Sarkozy di persaingan pemilu 2007.

Besaran dugaan 'dana panas' itu diketahui dua kali lipat dari aturan batas sumbangan dana kampanye, yakni sebesar 21 juta euro, atau sekitar Rp 355 miliar.

Dalam hasil wawancara situs Mediapart yang dirilis pada November 2016, Takieddine mengaku dititipi uang sebesar 5 juta euro dari Tripoli.

Uang yang ditaruh dalam koper itu diberikan oleh kepala intelijen di era pemerintahan Khadafi, dalam tiga kali kesempatan pada medio 2006 dan 2007. Selanjutnya, titipan tersebut disampaikan langsung ke Sarkozy, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Prancis, di kantor Kementerian Dalam Negeri di Paris.

 

Simak video tentang wanita yang berenang di sungai Seine ini untuk dukung perjanjian iklim berikut: 


Hubungan Kompleks Sarkozy-Khadafi

Muammar Khadafi saat pertemuan dengan negara-negara uni afrika. Foto diambil pada 5 Juli 2005 (CRIS BOURONCLE / AFP)

Sementara itu, Takieddine diketahui sempat berurusan dengan penegak hukum Prancis selama bertahun-tahun, yakni dalam kasus dugaan pemberian suap pada kampanye politikikus konservatif Edouard Balladur di pemilihan presiden 1995, melalui komisi penjualan kapal selam Prancis ke Pakistan.

Menurut surat kabar Le Monde, para penyelidik baru-baru ini menyerahkan kepada hakim sebuah laporan, di mana mereka merinci bagaimana uang beredar dalam tim kampanye Sarkozy.

Pada Januari lalu, seorang pengusaha Prancis yang dicurigai berperan dalam skandal pembiayaan politik terkait, Alexandre Djouhri, ditangkap di London atas sebuah surat perintah yang dikeluarkan oleh Prancis.

Djouhri dituduh terlibat dalam praktik kecurangan dan pencucian uang yang berkaitan dengan kemenangan Sarkozy. Penangkapan dirinya, menurut laporan surat kabar Le Monde, didasarkan pada temuan bukti-bukti yang disita di rumahnya di Swiss.

Sarkozy memiliki hubungan yang kompleks dengan Khadafi. Segera setelah menjadi presiden Prancis, Sarkozy mengundang pemimpin Libya tersebut ke Prancis dengan dalih kunjungan kenegaraan, dan menyambutnya dengan pujian tinggi.

Tetapi Sarkozy kemudian menempatkan Prancis di garis terdepan serangan udara pimpinan NATO terhadap pasukan Khadafi, justru mmebantu pemberontak menggulingkan rezimnya pada 2011.

Ini bukan pertama kalinya Sarkozy menghadapi masalah hukum. Pada bulan Februari 2016, ia dijatuhi dakwaan awal oleh hakim Prancis, karena diduga melakukan pembelanjaan ilegal pada kampanye pemilihan kembali 2012.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya