Empat Ledakan Terjadi dalam Sebulan, Texas Ditutup Sementara

Bom kembali meledak di Texas, Amerika Serikat. Sudah empat kali ledakan terjadi salam satu bulan, meninggalkan misteri bagi polisi.

oleh Afra Augesti diperbarui 20 Mar 2018, 19:13 WIB
Polisi membawa anjing pelacak di lokasi ledakan di Austin, Texas (18/3). Area di sekitar lokasi ledakan telah diblokir dan otoritas mewawancarai tetangga dan mencari saksi. (Nick Wagner / Austin American-Statesman via AP)

Liputan6.com, Texas - Serangkaian ledakan mematikan melanda Austin, Texas, Amerika Serikat. Bulan ini tercatat sudah ada empat kali serangan ledakan, sehingga pihak berwenang terpaksa menutup sementara akses masuk dan keluar di negara bagian ini.

Setelah tiga ledakan yang terjadi pada awal Maret, di mana menewaskan dua orang dan sempat membingungkan penyelidikan, kepala polisi kota tersebut pada Minggu 18 Maret 2018 meminta tersangka untuk melakukan kontak atau menyerahkan diri.

Tapi malam itu juga, bom lain kembali meledak dan melukai dua orang. Peristiwa ini semakin memperdalam misteri kasus tersebut.

Hari ini, ledakan kembali terjadi di dekat markas besar FedEx. Dua orang karyawan perusahaan jasa pengiriman itu dilaporkan terluka. Namun tak ada korban meninggal.

Menurut Kepala Kepolisian Austin, Texas, Brian Manley, seorang remaja berusia 17 tahun bernama Draylen Mason, terbunuh pada 12 Maret pagi dan ibunya juga terluka. Keduanya menjadi korban ledakan bom pertama. Sepotong kawat ditemukan di pintu dapur rumah mereka.

Kira-kira lima jam kemudian, wanita 75 tahun, Esperanza Herrera, terluka parah dan dilarikan ke rumah sakit karena kasus serupa. Saat itu kondisinya kritis dan dia meregang nyawa.

Dua kasus tersebut memiliki kesamaan dengan kematian pria berusia 39 tahun di Texas, Stephan House, yang tewas pada 2 Maret 2018 akibat bom parsel yang diletakkan di depan rumahnya.

Polisi meyakini, empat insiden ini saling berkaitan satu sama lain. Dua korban tewas adalah warga keturunan Afrika-Amerika dan keluarga mereka saling mengenal. Diduga pelaku melancarkan serangannya dengan motif rasis, demikian menurut The Guardian, Selasa (20/3/2018).

Serangan tersebut terjadi di sebelah timur kota Texas, di mana terdapat jalan bebas hambatan Interstate 35. Secara historis, jalan ini bertindak sebagai garis pemisah antara daerah berpenduduk mayoritas kulit putih di sisi barat, serta penduduk kulit hitam dan Hispanik di sisi lain.


Kota Dijaga Ketat Oleh Polisi

Agen FBI berkumpul di lokasi ledakan di Austin, Texas, (18/3). Sedikitnya dua orang terluka akibat insiden ini setelah beberapa hari tiga bom paket membunuh dua orang di kota yang sama pada awal bulan ini. (Nick Wagner/Austin American-Statesman via AP)

Austin menyambut ribuan pengunjung pada minggu lalu. Mereka hendak menghadiri festival tahunan South by Southwest. Seorang pria ditangkap pada Sabtu 17 Maret karena mengancam akan meledakkan bom.

Ia mengatakan hal ini kepada panitia penyelenggara melalui surat elektronik, sehingga konser terpaksa dibatalkan. Tetapi polisi mengatakan bahwa tersangka tidak terkait dengan empat ledakan itu.

Sejak ledakan keempat, Texas dijaga ketat oleh polisi. Warga diminta untuk tetap tinggal di dalam rumah dan tidak melakukan perjalanan ke luar daerah.

"Kami tidak mau mengklasifikasikan kasus ini sebagai terorisme, sebagai kejahatan kebencian, karena kami belum cukup bukti," kata Manley.

Polisi berjaga-jaga di pintu masuk utama Texas sejak Senin 19 Maret sore waktu setempat.

"Pagi ini, ketika saya meninggalkan rumah, saya bahkan takut untuk membuka pintu. Saya berpikir mungkin saja ada kawat yang ditaruh seseorang di ambang pintu saya," aku seorang warga lokal.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya