Polemik Cuti Jokowi, PPP: Partai Pendukung Tak Usah Bahas Terlalu Jauh

Polemik bermula dari permintaan dua partai pendukung agar Jokowi tidak mengambil cuti saat Pilpres 2019.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 21 Mar 2018, 13:06 WIB
Presiden Joko Widodo berbicara di Forum CEO Lunch saat pertemuan ASEAN-Australia Special Summit 2018 di Sydney (17/3). Jokowi pidato di depan ratusan CEO, pelaku usaha kecil dan menengah di ASEAN-Australia Bussiness Forum.(Mark Metcalfe/Pool Photo via AP)

Liputan6.com, Jakarta - Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani ikut mengomentari pro-kontra cuti Jokowi di Pemilihan Presiden 2019. Ia meminta partai pendukung pemerintah tidak terlalu ikut campur.

"Parpol tidak usah ikut masuk diskursus ini terlalu dalam," katanya kepada Liputan6.com, Rabu (21/3/2018).

Isu cuti presiden menjadi polemik. Awal mulanya, permintaan PDIP dan Golkar agar Jokowi tidak cuti dalam helatan Pilpres 2019 nanti.

Asrul mengingatkan cuti presiden bukan preseden baru. Hal serupa pernah terjadi saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) maju Pilpres di periode kedua.

"Kalau tidak salah Pak SBY ambil cuti waktu hari kampanye," ucap Arsul.

Karena itu, menurut dia, keputusan cuti ada di tangan Jokowi. Asrul berpendapat, Jokowi yang tahu kebutuhan cutinya.


Penjelasan KPU

Presiden Jokowi bersama para pelajar Indonesia di Royal Botanic Garden, Sydney Australia (foto: biro pers setpres)

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari meluruskan pernyataan terkait tidak wajibnya seorang presiden untuk cuti ketika kembali berkontestasi dalam pilpres. Menurut Hasyim, cuti tetap diharuskan terhadap presiden sekalipun, ketika sang presiden ingin ikut kembali mencalonkan diri di pilpres mendatang.

"Untuk pilpres, pada dasarnya kalau misalnya orang yang masih menduduki jabatan sebagai presiden itu nyalon lagi, maka kemudian punya hak untuk kampanye, dalam gunakan haknya dibentukkan UU harus cuti di luar tanggungan negara," ucap Hasyim di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/3/2018).

Hasyim menjelaskan, cuti di luar tanggungan negara diperlukan, agar presiden tidak menggunakan fasilitas negara ketika kampanye. Kecuali mengenai keamanan, presiden petahana tetap mendapatkan fasilitas keamanan setingkat Paspamres.

"Supaya walaupun seseorang itu masih memiliki jabatan presiden, ketika kampanye tidak menggunakan fasilitas jabatannya, ini agar setara dengan pasangan lain yang tidak sedang duduki jabatan presiden," ujar dia.

Hasyim pun menyebutkan, nantinya surat izin cuti berupa surat pernyataan yang harus disampaikan kepada pihak KPU.

"Disampaikan kepada KPU bahwa pada hari ini sedang cuti kampanye," sebutnya.

Mekanisme aturan kampanye untuk Pilpres 2019 memang belum ada. Namun, Hasyim menegaskan, mekanisme akan segera diatur. Aturan itu akan hadir guna membedakan kegiatan presiden pada masa kampanye nantinya.

"Oh iya makanya kan diatur jadwal. Jadwal kampanye kan diatur sehingga kemudian kalau sudah ada jadwal, presiden harus mengatur diri, menata diri, kira-kira hari apa, tanggal berapa, akan melakukan kampanye," ucap Hasyim.

Komisioner KPU ini mengatakan, metode kampanye banyak macamnya. Seperti rapat terbatas atau terbuka. "Itu supaya tahu ini sedang menjalankan tugas, fungsi, sebagai presiden atau sedang sebagai pribadi yang mencalonkan diri," imbuh Hasyim.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya