Pria Demak Berhenti Jadi Pilot demi Kesejahteraan Tetangga

Sayang kreativitas perajin tak didukung sepenuhnya oleh Dinas Koperasi dan UMKM Jateng sehingga hanya 16 ribu dari 6,3 juta perajin yang bisa difasilitasi Pemerintah Provinsi Jateng.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 21 Mar 2018, 19:30 WIB
Ershad, rela berhenti jadi pilot karena ingin memajukan desanya melalui kerajinan perak. (foto: Liputan6.com/edhie prayitno ige

Liputan6.com, Semarang - Tepat tengah hari saat dunia sibuk dengan "hari tanpa bayangan", ibu-ibu di Desa Mijen Barat RT 04 RW 01, Kebonagung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, tetap beraktivitas. Mereka bekerja dalam senyap. Mereka adalah perajin perak.

Sesekali memang terdengar gumaman atau gurauan, tapi tak menghentikan tangan ibu-ibu ini bekerja. Ini susana yang tertangkap jelas saat "hari tanpa bayangan" berlangsung. Suasana di rumah sentra perhiasan perak Zem Silver ujung gang desa Mijen.

Sumiyati, salah satu ibu-ibu pekerja itu, bercerita, ia memilih bekerja di kerajinan perak karena bisa menghasilkan lebih banyak rupiah. Kerajinan yang dibuat, antara lain Bros, kalung, gelang dan aneka pernak-pernik perhiasan perak.

"Ketimbang nganggur di rumah, enakan kerja seperti ini, Mas," kata Sumiyati kepada Liputan6.com, Rabu (21/3/2018).

Sumiyati bercerita, tiap hari mampu mengerjakan pesanan 10 biji aksesori perhiasan mulai bros, kalung, dan sejenisnya. Hanya pekerjaan sambilan untuk menambah penghasilan. Ia hanya buruh, bukan perajin perak.

"Sehari dapat upah Rp 50 ribu. Sudah mendingan bisa buat uang belanja tambahan," kata Sumiyati.

Ia yang sudah bekerja selama setengah tahun sebagai perajin perhiasan perak mengaku sering menemu kendala saat menggarap pesanan. Selain diburu waktu karena banyaknya pesanan, peralatan yang ada masih kurang memadai. Solusinya adalah ketelatenan.

Mudrikah, pekerja lain, menyebutkan ketelatenan memang menjadi kunci pengerjaan barang kerajinan. Ketelitian saat memasang untaian benang logam yang diperoleh dari limbah pabrik menjadi hal yang dicontohkannya.

"Ini lagi bikin isian buat bros. Kesulitannya kalau pas pasang kabel logamnya lepas, saya harus mengulanginya dari awal lagi. Biar bagus dan awet. Beginilah perajin perak manual," kata Mudrikah.

 


Ada Profesi Pilot yang Dikorbankan

Mengerjakan perhiasan perak butuh teliti dan telaten karena masih dikerjakan secara handmade. (foto: Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Keberadaan rumah sentra perhiasan perak Zem Silver adalah monumen bagi "hijrahnya" Ershad, laki-laki berusia 31 tahun yang bekerja sebagai pilot sebuah maskapai penerbangan swasta.

"Iya. Saya dulu memang pilot di sebuah perusahaan penerbangan swasta. Tapi saat melihat perekonomian masyarakat di sini, saya akhirnya resign dan pulang ke desa. Kebetulan istri saya asli desa ini," kata Ershad.

Di desa, Ershad kemudian mendirikan sebuah badan usaha berbentuk UKM perhiasan perak. Semua diawali dari nol. Tanpa pengalaman memadai.

"Awalnya hanya satu dua ibu-ibu yang membantu saya bekerja, sekarang sudah ada tiga puluhan," kata Ershad.

Mulai membangun dengan tabungan seadanya. Namun, pendekatan Ershad adalah membangkitkan kebanggaan di hati ibu-ibu warga desa. Bangga menjadi perajin.

"Syukurlah bisa jalan meski pasang surut, namun dalam lima tahun terakhir banyak permintaan perhiasan perak dari luar maupun dalam negeri," kata Ershad.

Keramahan menjadi salah satu kunci sukses Ershad. Ia mengenal secara personal siapa-siapa saja yang menjadi pelanggannya, atau siapa yang pernah mampir, atau bahkan hanya mampir.

"Ini salah satu custumer kita dari Galeri Nusantara Jakata. Mereka sedang melihat wadah keris yang diproduksi di sini," kata Ershad memperkenalkan pelanggannya kepada Liputan6.com.

Dalam sebulan, pesanan rata-rata mencapai 5 hingga 10 ribu perhiasan berbagai jenis. Pesanan paling banyak datang dari luar negeri. Sebuah perhiasan ia banderol dengan harga termurah Rp 80 ribu sampai Rp 4 juta.

Ershad mengatakan memilih menekuni bisnis perhiasan perak karena tidak banyak pesaing di Indonesia. Praktis, katanya sentra industri logam di Indonesia cuma terdapat di Boyolali, Tegal, Yogyakarta, dan Bali.

"Daerah-daerah itu kan hanya fokus pada satu kerajinan perak misal handycraft. Nah kalau di sini, memproduksi semua produk kerajinan. Mulai perhiasan, wadah keris, bros dan pernak-pernik sampai miniatur hiasan perak bisa diproduksi," kata Ershad.

 


Digemari di Eropa

Ershad meyakini mampu menjadi pemain perhiasan perak di level dunia jika mendapat dukungan peralatan memadai. (foto: liputan6.com / edhie prayitno ige)

Potensi pasar domestik sangat terbuka sehingga Ershad yakin akan menjadi pemain utama di kancah global. Apalagi bahan baku logam gampang ditemui di lingkungan rumahnya. Ershad menyebut ada banyak pengepul barang bekas yang rutin memasok bahan baku logam kepadanya.

Agustus 2018 nanti Desa Mijen Barat Kebonagung, akan diresmikan sebagai sentra industri logam oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto. Ershad mengaku masih mencari dukungan agar memperoleh dukungan peralatan produksi modern yang efisien.

Sementara itu, pemilik Galeri Nusantara, Adi Wijaya, mengakui kualitas perhiasan perak yang dihasilkan di Desa Mijen Barat sangat bagus. Perhiasan buatan warga Desa Mijen Barat bisa booming di Eropa mengingat perilalu orang-orang bule yang menggandrungi perhiasan perak dengan ciri khas nuansa budaya yang sangat kental.

"Orang Barat suka pernak pernik khas Jawa. Di sana lagi booming. Makanya, saya selalu pesan kemari untuk diekspor ke Perancis, Belanda dan Suriname," kata Adi.

Daniel Teguh Basuki, manajer pemasaran Galeri Nusantara mengklaim, perhiasan buatan warga Desa Mijen Barat sempat dipakai seorang kontestan Indonesia yang berlaga dalam ajang Miss Universe.

"Kualitasnya bisa menandingi barang ekspor lainnya. Untuk itulah, kita percaya pada kualitas perajinnya," kata Daniel.

 


UMKM Tak Berinovasi Atau Birokrat yang Malas?

Dari 6,3 juta UMKM hanya 16 ribu yang diurusi Dinas Koperasi dan UMKM dengan alasan pemngrajin tak inovatif. (foto : liputan6.com/edhie prayitno ige)

Data di Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah ada 6,3 juta UMKM. MenurutSucahyo, Kepala Seksi Pemasaran Dinkop dan UMKM Jateng Sucahyo menyebutkan bahwa dinas hanya mampu menangani 16 ribu UMKM dari 6,3 juta itu.

Alasannya sepele karena karakter pelaku usaha kurang berinovasi. Pemerintah hanya bisa memfasilitasi melalui program yang ada saat ini.

"Kita punya anggaran Rp 40 miliar dan yang digunakan untuk akses pemasaran UMKM hanya Rp 3 miliar. Itu nanti dimanfaatkan latihan marketing online sekaligus pengenalan produk skala nasional maupun internasional," kata Sucahyo.

Tak dijelaskan oleh Sucahyo mengenai keengganan birokrasi membuat program baru yang bisa mendorong kreatifitas pengrajin. Daya serap anggaran yang rendah juga tak disebut sebagai sebuah kemalasan. Karena dalam setiap program selalu ada sub mata anggaran belanja pegawai, honor panitia, dan lain-lain. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya