Liputan6.com, Jakarta Konsultan politik asal Inggris, Cambridge Analytica, tengah berada di pusaran kontroversi di banyak negara, akibat tudingan skandal pencurian data pribadi pengguna Facebook.
Mengutip laporan CNBC pada Rabu (21/3/2018), Cambridge Analytica disebut telah melakukan praktik curang berbasis data pengguna Facebook itu sejak 2014 lalu.
Praktik kotornya itu dimulai dengan memanfaatkan aplikasi prediksi kepribadian, This Is Your Digital Life, yang diciptakan oleh seorang akademisi asal Inggris, Aleksandr Kogan.
Aplikasi tersebut telah diunduh lebih dari 270.000 kali. Konon, aplikasi itu memberikan peluang pencurian data pribadi pada 50 pengguna Facebook.
Baca Juga
Advertisement
Selanjutnya, rangkuman informasi tersebut diteruskan ke Strategic Communication Laboratories (SCL), dan didistribusikan ke Cambridge Analytica, yang merupakan anak perusahaannya.
Adapun popularitas Cambridge Analytica mulai mencuat di permukaan, setelah berhasil membantu memenangkan Donald Trump dalam Pilpres Amerika Serikat pada 2016.
Namun, buah manis tidak bisa dipegang lama-lama oleh Cambridge Analytica, karena sejak pekan lalu, muncul banyak pemberitaan mengenai skandal pencurian data pribadi Facebook yang dituduhkan kepadanya.
Selain AS, dugaan skandal politis ini juga terjadi di beberapa negara lainnya, seperti Kenya, Malaysia, dan bahkan Indonesia. Berikut penjelasan lengkapnya.
Simak video tentang kehebohan publik Amerika Serikat terhadap skandal Cambridge Analytica berikut:
1. Kenya
Mengutip laporan yang dilansir oleh BBC pada hari Rabu, jasa Cambridge Analytica telah digunakan sebanyak dua kali untuk mendukung kemenangan Presiden Uhuur Kenyatta, yakni pertama pada 2013 dan yang kedua terjadi pada 2017 lalu.
Oleh Partai Jubilee, partai yang dipimpin oleh Presiden Kenyatta, penunjukan SCL Group – dan Cambridge Analytica di dalamnya – tidak lebih dari sewa jasa konsultan untuk membangun nilai jual dirinya dalam pilpres di Kenya.
Namun, koalisi oposisi utama negara itu - Aliansi Super Nasional (Nasa) - telah menyerukan penyelidikan penuh dilakukan terhadap Presiden Kenyatta dan krooni-kroni politiknya.
"Ini adalah perusahaan kriminal yang jelas ingin menumbangkan kehendak rakyat - melalui manipulasi, melalui propaganda," kata Norman Magaya, salah seorang anggota Nasa.
Advertisement
2. Brasil
Skandal Cambridge Analytica juga disebut tengah berupaya mengambil peran dalam perang politik di Brasil, terkait penyelenggaraan pemilu presiden di tahun 2018 ini.
CA Ponte, sebuah kemitraan antara Cambridge Analytica dan firma konsultan lokal Ponte Estrategia, menurut laporan situs Bloomberg, telah telah berhubungan dengan perwakilan dari tiga kandidat potensial.
Direktur kemitraan tersebut, André Torretta, mengatakan kepada surat kabar El Pais, bahwa dia telah didekati oleh dua tim kampanye presidensil, tetapi belum juga menemukan titik temu kesepakatan.
3. Meksiko
Sempat muncul laporan pada Oktober lalu bahwa kepala operasional Cambridge Analytica di Meksiko, Arielle Dale Karro, telah memasang iklan di halaman Facebook untuk orang asing yang tinggal di negara tersebut.
Unggahan tersebut mencari orang-orang "dengan pengalaman politik yang signifikan", yang tertarik untuk menjadi manajer kampanye di salah satu dari delapan negara bagian Meksiko.
Beberapa waktu setelahnya, Cambridge Analytica membantah bahwa Karro tengah melakukan pekerjaan politik untuknya.
Bantahan itu juga menegaskan bahwa Cambridge Analytica tidak bekerja untuk partai politik apa pun di Meksiko.
Advertisement
4. India
Cambridge Analytica merupakan bagian dari cabang SCL Group di India, yang salah satu jasanya berupa manajemen kampanye politik.
Mengutip dari laporan BuzzFeed News, layanan jasa lembaga konsultan politik ini dimanfaatkan oleh dua partai politik utama di India, yakni partai Bharatiya Janata (BJP) dan Partai Kongres yang tengah berkuasa.
Menurut wakil presiden cabang tersebut, Himanshu Sharma, Cambridge Analytica telah berhasil mengelola empat kampanye pemilihan untuk BJP, tidak lebih dari itu.
5. Malaysia
Seorang anggota partai oposisi, Partai Pribumi Bersatu Malaysia, menuntut penjelasan dari Perdana Menteri Najib Razak, tentang penggunaan jasa Cambridge Analytica untuk memanipulasi pemilih dalam pemilu terakhir di Negeri Jiran.
Dilansir dari Channel News Asia pada Selasa, 20 Maret 2018, Wan Saiful Wan Jan, wakil ketua strategi dan kebijakan pada partai yang dipimpin oleh Dr Mahathir Mohamad itu, mempertanyakan peran CA Political, sebuah perusahaan yang terkait dengan Cambridge Analytica, dalam pemilihan umum terakhir Malaysia.
Cambridge Analytica mengklaim di situs mereka bahwa pihaknya tidak membantu Najib memenangkan pemilu presiden Malaysia.
"Situs CA Political mengatakan bahwa mereka mendukung Barisan Nasional di negara bagian Kedah, dengan target penyampaian pesan kampanye mereka di proyek perbaikan sekolah sejak 2008," tambah Wan Saiful.
Advertisement
6. Indonesia
Merujuk pada catatan kinerja yang ditampilkan di situs resminya, Cambridge Analytica menyebut pernah berkiprah di Indonesia pada Pemilu 1999 silam.
Meski begitu, tidak ditulis siapa klien yang menggunakan jasanya, kecuali penyebutan bahwa mereka pernah bekerja untuk sebuah partai besar di pemilu yang dilakukan pasca-geger reformasi itu.
Namun, Cambridge Analytica menulis beberapa indikator yang mempersulit proses kerjanya di Indonesia, seperti jumlah penduduk yang besar, beragamnya bahasa daerah yang digunakan, dan kondisi krisis ekonomi yang kala itu masih menyisakan cukup banyak masalah.