DPR: Revisi UU Minerba Bisa Ketok Palu di Juli 2018

DPR menargetkan revisi Undang-Undang‎ (UU) Nomor 4 Tahun 2009 paling lambat bisa selesai Juli 2018

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 21 Mar 2018, 17:06 WIB
Regulasi baru pemerintah tentang pertambangan minerba merupakan bentuk kehadiran negara dalam mengendalikan sektor pertambangan, mineral, dan batubara.

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menargetkan revisi Undang-Undang‎ (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) paling lambat bisa selesai Juli 2018. Saat ini, rancangan perombakan payung hukum tersebut akan disampaikan pimpinan DPR.

Anggota Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha mengatakan, penyelesaian revisi UU Minerba jauh lebih maju ketimbang UU Nomor 22 Tahun ‎2001 tentang Minyak dan Gas bumi (migas) yang saat ini juga sedang direvisi.

"Lebih maju dari Undang-Undang Migas. Lagi harmonisasi," kata Satya dalam sebuah diskusi pertambangan, di Jakarta, Rabu (22/3/2018).

Menurut Satya, draf revisi UU Minerba sudah dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR, kemudian akan dilanjutkan ke pimpinan DPR untuk ditentukan pembahasan tingkat berikutnya pada Panitia Kerja (Panja) atau Panitia Khusus (Pansus).

"Draf sudah di Baleg dan akan disampaikan ke pimpinan DPR," ucapnya.

Satya melanjutkan, proses berikutnya adalah pembicaraan dengan pemerintah diwakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba).

Dia memperkirakan tahapan tersebut diperkirakan akan memakan waktu satu bulan. Kemudian pada Juni atau Juli 2018 proses tersebut rampung dan UU Minerba baru diterbitkan.

"Ini Ketua DPR katakan supaya produk UU kalau bisa jalan periode ini, maka jadi catatan komisi," tandas Satya. 


Freeport Harus Tunduk dengan UU Minerba

Perubahan Status Kontrak Freeport Indonesia

Indonesia for Global Justice (IGJ) meminta kepada pemerintah Indonesia untuk tidak menghiraukan ancaman gugatan PT Freeport Indonesia dan terus konsisten dalam mengimplementasikan amanat Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).

Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti menilai bahwa upaya hukum yang akan dilakukan oleh Freeport terhadap pemerintah Indonesia adalah strategi kuno yang dipakai untuk meningkatkan posisi tawar.

“Jangan sampai pengalaman gugatan Newmont pada 2014 terulang lagi. Newmont menggugat pemerintah Indonesia ke ICSID (International Center for the Settlement of Investment Disputers) untuk meningkatkan posisi tawar," kata Rachmi dalam keterangan resminya di Jakarta, pada 21 Februari 2017. 

Terbukti, lanjut Rachmi setelah Newmont mencabut gugatannya pada 25 Agustus 2014, kemudian pemerintah Indonesia mengeluarkan izin ekspor untuk Newmont terhitung sejak 18 September 2014 hingga 18 Maret 2015.

"Gugatan Freeport Indonesia nantinya hanya akan menambah daftar panjang pengalaman Indonesia atas gugatan Investor terhadap Negara atau yang dikenal dengan istilah Investor-State Dispute Settlement (ISDS)," jelas dia.

Berdasarkan Kontrak Karya (KK), sambung Rachmi, mekanisme penyelesaian sengketa yang dipilih adalah melalui UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law). Sejauh ini, 60 persen dari gugatan ISDS terhadap Indonesia ada di sektor tambang.

Menurutnya, Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan ASEAN yang konsisten menolak ISDS. Penolakan ini didasari atas dampak ISDS terhadap hilangnya ruang kebijakan (policy space) negara.

Apalagi, ‘chilling effect’ yang ada pada mekanisme ISDS secara tidak langsung telah menjadi alat oleh korporasi multinasional untuk memberikan kekebalan hukum atas pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan nasional. Pemerintah Indonesia harus konsisten dengan posisinya menolak ISDS, khususnya dalam kasus Freeport.

“Ini bukan soal pemerintah Indonesia wanprestasi atas pelaksanaan isi KK. Tapi, memang Freeport enggan menjalankan UU Minerba dan menggunakan mekanisme ISDS untuk menghindar dari kewajibannya. Jadi, pemerintah jangan mau tunduk pada gugatan Freeport dan terus paksa Freeport Indonesia untuk tunduk pada aturan UU Minerba”, tegas Rachmi.

Sebagaimana diketahui, dengan berlakunya UU Minerba, maka seluruh bentuk KK dan Perjanjian Karya harus segera diubah menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) setelah habis masa waktunya dan melakukan penyesuaian isi perjanjian atau kontrak dengan ketentuan UU Minerba paling lambat 1 tahun setelah UU Minerba berlaku. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya