Liputan6.com, Jakarta Komisaris Utama Garuda Indonesia Jusman Syafii Djamal mendapat penghargaan tertinggi dari dunia pendidikan Tiongkok sebagai profesor emeritus keuangan. Penghargaan tersebut diberikan setelah Jusman memberikan pidato tentang pentingnya masa depan Indonesia dan China untuk memperhatikan secara serius kebijakan pembangunan sektor maritim melalui insiatif, yang disebutnya sebagai Jalur Sutera Abad 21.
Penganugerahan gelar sendiri berlangsung di aula Guangdong University of Finance, Guangzhou, Selasa (20/3/2018) dan langsung disampaikan sendiri oleh Rektor Prof. Yong Heming disaksikan Direktur Kerjasama Internasional Prof. Liu Peifu, dan pimpinan universitas lainnya serta sekitar seratus mahasiswa kampus ternama di bidang keuangan tersebut.
Advertisement
Rektor Yon Heming dalam sambutannya mengatakan, pemberian gelar ini merupakan penghormatan kepada Jusman atas pemikirannya dalam membantu memperkenalkan konsep stabilisasi situasi krisis keuangan Indonesia dengan memakai pendekatan stabilisasi aerodinamika pesawat terbang.
“Sumbangan pemikirannya penting dalam mempelajari dinamika keuangan internasional dan lebih dariitu adalah terbangunnya relasi yang kuat bagi kedua negara, terutama di bidanp pendidikan keuangan,” kata Rektor yang memimpin kampus dengan 1200 staf pengajar dan 23.000 mahasiwa dalam dan luar negeri.
Saat krisis keuangan melanda Indonesia tahun 1997-1998, pemerintah memperkenalkan Teori Zig-Zag sebagai salah satu upaya untuk menstabilkan mata uang rupiah yang merosot hebat. Jusman yang menjabat sebagai Direktur Sistem Senjata dan Sistem Antariksa PT IPTN diminta Presiden BJ Habibie untuk ikut mencari solusi dari persoalan moneter itu.
Dengan latar belakang insinyur penerbangan, maka Jusman menyarankan pendekatan model matematika matrik koefisien pengaruh “aeroelastic” terhadap struktur pesawat akibat turbulensi hingga menggunakan pendekatan instability dan maneuverability untuk pada pesawat tempur F-16, mengingat pesawat tempur memang dirancang untuk kondisi tidak stabil.
Sebelumnya mantan menteri perhubungan itu juga pernah menerima gelar professor kehormatan dari Universitas Sains dan Teknologi Zhejiang. Gelar tersebut diberikan atas sumbangsihnya membangun kerjasama riset dan teknologi kedua negara.
Peran Indonesia dan China
Sementara itu, dalam pidato ilmiahnya yang berjudul “A Silk Road in the 21th Century: New Paradigm to Build Stronger Relationship Between The People of Indonesia and China”, Jusman mengemukakan bahwa Indonesia dan China dapat memainkan peran yang lebih besar di kawasan dan global, dengan memberdayakan kembali sektor maritimnya dengan perspektif baru yang lebih luas guna menjawab tantangan gobal yang kian kompleks.
“Baik Indonesia dan china harus memiliki keberanian dan kesanggupan untuk melindungi investasi, industri dan infrastrukturnya dari berbagai ancaman eksternal. Untuk bisa menjadi negara yang kuat di bidang ekonomi dan teknologi, tentu saja harus melihat sektor maritime sebagai kekuatan pendorong pertumbuhan yang efektif,” katanya.
Kombinasi antara ketiga aspek kekuatan, yaitu ekonomi, maritime dan teknologi tersebut tanpa diragukan akan menjadi kekuatan yang besar. Indonesia dan China harus menjadikan sector maritimnya sebagai peta jalan (road map) yang kuat bagi hubungan internasional di masa depan.
Jusman mencontohkan bagaimana kemajuan China atas kebijakan One Belt One Road yang dijalankannya di lautan. Dengan pertumbuhan ekonomi maritim yang cepat dan optimisasi industry maritimnya, akan menjadikan kawasan pantai sebagai fokus dari pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dapat memunculkan peningkatan ketahanan eksternal dan mempercepat pertumbuhan perusahaan-perusahan, perpindahan personel dan juga keuangan di seluruh dunia.
Hal ini tidak saja merefleksikan kemampuan China yang besar terhadap penggunaan sumber daya kelautan untuk pengembangan taransportasi dan energi, tetapi juga bagi kepentingan keamanan nasionalnya di berbagai level, seperti energi, industry, admnistrasi sosial dan pelayanan publik.
“Dalam sejarahnya China memiliki jalur sutera yang menghubungkan Tiongkok dengan berbagai negara lainnya sehingga mampu membangun kebesaran negara di masa itu. Dalam terminology baru saat ini Jalur Sutera dapat disebut sebagai ‘One Belt and One Road’ dengan pendekatan hubungan internasional dan ekonomi serta kelautan yang serba baru,” kata Jusman.
Advertisement
Kehidupan Maritim Indonesia
Inisiatif “One Belt and One Road” juga memasukan di dalamnya ide mengenai “maritime silk Road”. Sehingga pengertian “Belt and Road’ bukanlah pembentukan mekanisme baru, tetapi ide dan inisiatif mengenai pembangunan yang hubungan bilateral dan multilateral antara China dengan negara-negara lainnya yang relevan.
Dalam paparan yang dihadiri sekitar seratus mahasiswa itu, Jusman menyebutkan sejarah Indonesia yang juga besar dalam hal kekuatan laut, mulai dari jaman kerajaan maritime hingga petualangn para pelaut Indonesia yang mencapai Afrika Selatan. Hal itu diperkuat lagi dengan pengakuan internasional atas hukum laut Idonesia yang dikenal sebagai Deklerasi Juanda tahun 1957 yang menjadikan wilayah laut Indonesia sebagai satu kesatuan perairan nasional. Jadi laut bukan lagi sebagai pemisah tetapi sebagai pemersatu.
“Sebagai negara kepulauan Deklerasi Juanda merupakan kekuatan besar bagi Indonesia dalam mempengaruhi tatanan kehidupan internasional. Selain menambah wilayah hokum nasional, juga menjadi kekuatan untuk kembali membangun kejayaan di laut, mengingat multiplyer effect yang dihasilkannya amat luar biasa bagi masa depan Indonesia,” kata Jusman lagi.
Untuk memastikan kerjasama yang efektif di masa depan antara dua negara, perlu dilakukan dialog yang intens dan setara untuk kepentingan Bersama. Baik Preisden Jokowi dan Presiden Xi Jinping sama-sama menekankan hubungan kerjasama yang setara. Tanpa kesetaraan seluruh kerjasama internasional tidak akan terlaksana dengan baik.
Inisatif One Belt and One Road serta Poros Maritim bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kerjasama yang didasarkan atas hubungan persahabatan antara China dan Indonesia. Hal itu tidak saja meningkatkan kesejahteraan kawasan tetapi juga akan meningkatkan taraf hidup masyarakat, stabilitas dan keamanan kawasan dan memberikan sumbangsih terhadap perdamaian dunia.
“Secara historis Baik Indonesia dan China telah membangun persahabatannya di lautan. Dengan adanya kebijakan Poros Maritim dari Presiden Jokowi dan One Belt One Road dari Presiden China Xi Jinping maka kedua negara masuk dalam perspektif baru yang perlu ditindaklajuti dengan seksama,” katanya.
Simak juga video menarik berikut ini: