Liputan6.com, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Ahmad Basarah, menilai pernyataan terdakwa kasus korupsi Proyek E- KTP Setya Novanto gegabah. Ia menuding Novanto punya maksud terselubung.
"Itu merupakan pernyataan yang secara hukum gegabah dan strategi untuk menjadikan majelis hakim dan penuntut umum tidak fokus untuk membuktikkan kesalahan terdakwa (Setya Novanto)," ucap Basarah kepada Liputan6.com, Kamis (22/3/2018).
Advertisement
Dalam persidangan e-KTP, Novanto menyebut ada aliran dana kepada dua politisi PDIP, Puan Maharani dan Pramono Anung. Masing-masing, menurut Novanto, mendapat 500 ribu dolar Amerika.
Basarah mengatakan, Novanto bukanlah orang yang melihat, mendengar, mengalami sendiri peristiwa itu. Ia hanya mendasarkan kesaksiannya dari pernyataan orang lain yang juga tersangka dalam kasus korupsi E-KTP.
Menurut Basarah, pernyataan Novanto tidak dapat dikualifikasikan sebagai saksi yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, sepanjang tidak dilengkapi dan didukung dengan alat bukti lainnya.
"Dalam hukum acara Pidana kesaksian Setya Novanto ini disebut sebagai Terstimoniun de auditu yaitu kesaksian karena mendengar dari orang lain yang tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti langsung," jelas anggota Komisi III DPR RI ini.
Konsekuensinya, menurut Basarah, kesaksian Novanto tak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan juga tidak memiliki kekuatan pembuktian yang menentukan.
"Dengan demikian keterangan terdakwa tidak dapat dianggap sebagai kebenaran materiil tanpa dikuatkan dengan alat bukti yang lain," papar Basarah.
Kredibilitas Pernyataan
Dia juga menuturkan, kredibilitas seseorang yang memberikan keterangan di pengadilan sangat mempengaruhi bobot kebenaran keterangan yang diberikannya. Selama ini, menurut Basarah, Setya Novanto adalah orang yang dikategorikan tidak kooperatif dalam menghadapi kasus hukum yang menimpanya.
Sejumlah tindakan Novanto, lanjut dia, menghambat penuntasan kasus ini. Basarah mencontohkan Novanto kerap mangkir memenuhi panggilan KPK, masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) hingga memberi keterangan berbelit-belit dalam persidangan.
"Ini Hanyalah bagian strategi untuk lolos dari jerat hukum dan mengaburkan perkara yang menjeratnya," pungkas Basarah.
Advertisement