Liputan6.com, Palembang - Para tersangka perusakan Kapel Katolik Santa Zakaria di Kabupaten Ogan Ilir , Sumatera Selatan (Sumsel), sudah mengakui kesalahannya.
Aksi anarkis yang dilakukan dilakukan 12 orang pada Kamis dini hari, 8 Maret 2018, di Desa Mekar Sari, Kecamatan Rantau Alai, Kabupaten OI Sumsel, diakui tindakan spontan dan tanpa persiapan secara matang.
Sebanyak 10 tersangka yang merupakan warga Kecamatan Rantau Alai sudah diamankan anggota Ditreskrimum Polda Sumsel, yaitu Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Afifudin alias Afit (56), Kepala Desa (Kades) Rantau Alai Aswin alias Ilyas (45), dan Usmanadi alias Anom (43).
Baca Juga
Advertisement
Lalu Haryono alias Yono (32), Panhar (30), Yusri alias Wahri (39), Anwari alias Wahri (39), Wahri alias Wahri (41), Mara Halim alias Pande (39), dan Irwan Alias Wanita Kopo (36). Sedangkan dua orang tersangka lainnya masih buronan.
Salah satu tersangka Usmanadi mengatakan, revitalisasi Kapel Santa Zakaria Ogan Ilir yang sudah rampung empat hari sebelum perusakan membuatnya kesal. Tersangka juga menyebutkan kapel tersebut tidak mempunyai izin yang lengkap dari pejabat daerah setempat.
"Saya tidak suka melihat kapel itu, apalagi sudah diperbaiki jadi lebih bagus. Jadi secara spontan saja saya ingin merusak kapelnya, seperti kesetanan. Tapi sekarang saya menyesal," kata warga Kabupaten Ogan Ilir kepada Liputan6.com, saat diinterogasi di Mapolda Sumsel, saat ditulis Jumat (23/3/2018).
Diberi Uang Konsumsi
Sebelum merusak, Usman meminta bantuan kepada Afifuddin dan Aswin. Dua orang pejabat Kecamatan Rantau Alai ini menyambut baik dan memberikan uang sebesar Rp 2 juta untuk keperluan konsumsi.
Usmanadi juga mengajak beberapa orang warga Kecamatan Rantau Alai untuk membantunya merusak Kapel Katolik tersebut. "Saat merusak Kapel Santa Katolik cuma membutuhkan waktu satu jam. Kami langsung buru-buru kabur, agar tidak ketahuan," ujarnya.
Kapolda Sumsel Irjen Pol Zulkarnain Adinegara mengakui motif para tersangka perusakan Kapel Katolik Santa Zakaria ini dilatarbelakangi ketidaksukaan dengan peresmian rumah ibadah tersebut.
Para tersangka bisa terjerat Pasal 170 KUHP dan Pasal 187 KUHP. Khusus tersangka Kades dan Kepala SMA Kecamatan Rantau Alai juga dijerat Pasal 55 junto Pasal 55 KUHP dengan ancaman di atas 12 tahun penjara.
"Walaupun hanya memerintahkan, tetapi hukumannya sama dengan melakukan. Karena oknum kades dan kepsek ini menjadi penyandang dana dan aktor intelektual," ucap Kapolda.
Anggota Polda Sumsel kini masih mengejar dua tersangka lain yang kemungkinan terlibat karena ikut-ikutan saja.
"Warga Sumsel jangan terprovokasi dengan kejadian ini, karena ini murni kasus kriminal. Tidak ada hubungannya dengan SARA. Kita harus tetap menjaga Sumsel tetap aman dan rukun antarsesama," katanya lagi.
Sebelumnya, Gubernur Sumsel Alex Noerdin juga menghimbau agar kondisi Zero Conflict tetap dipertahankan di Sumsel. Karena selama ini, tidak pernah ada kasus yang menyerempet tentang perbedaan SARA di Sumsel.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement