Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta tidak mempersoalkan impor tembakau yang dilakukan oleh industri rokok dalam negeri. Lantaran keran impor yang dibuka tidak sebanding dengan kontribusi ekspor produk rokok yang dilakukan industri selama ini.
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengatakan, selama ini pemerintah selalu menilai impor tembakau yang dilakukan oleh industri sangat besar.
Baca Juga
Advertisement
Padahal impor tembakau tersebut hanya sekitar 100 ribu ton, sedangkan tembakau lokal yang diserap oleh industri mencapai 200 ribu ton per tahun.
"Kebutuhan 300 ribu ton, pasokan 200 ribu ton, impor antar 100 ribu ton atau lebih. Tembakau ini sangat tergantung pada cuaca. Di 2016 (produksi tembakau) rendah karena curah hujan, maka kebutuhan impor naik," uja dia dalam diskusi bertema Peranan Tembakau dalam Pembangunan Nasional, di Jakarta, Jumat (23/3/2018).
Selanjutnya
Oleh sebab, itu lanjut Budidoyo, impor tersebut mau tidak mau harus dilakukan karena suplai tembakau tidak mampu mencukupi kebutuhan industri.
"Jadi kenapa kita mesti impor? Karena antara kebutuhan dan suplai memang tidak seimbang. Di Indonesia itu problemnya karena produktivitas kita rendah, tata niaga kurang baik. Jadi itu satu keniscayaan untuk tembakau," jelas dia.
Selain itu, impor yang dilakukan oleh industri rokok merupakan bahan baku, bukan produk jadi. Impor tembakau tersebut dibutuhkan sebagai bahan baku untuk memproduksi rokok yang juga diekspor ke negara lain.
"Neraca ekspor tembakau, orang sering mengatakan bahwa di Indonesia ini impornya gede. Impor ini gede, tapi perlu dipahami bahwa impor kita ini berupa bahan mentah, sementara ekspor berupa produk olahan. Secara volume memang impor itu besar, tapi secara nilai ekspor kita jauh lebih banyak. (Ekspor) USD 1 miliar, sebagian besar ke Asia tapi juga ada yang ke Eropa," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement