Liputan6.com, Jakarta - Para pemimpin Uni Eropa pada Kamis (22/3/2018), mendesak media sosial untuk menjamin praktik tranparansi dan melindungi sepenuhnya informasi pribadi para pengguna. Imbauan ini muncul di tengah skandal penyalahgunaan 50 juta data pengguna Facebook.
"Media sosial dan berbagai platform digital lain harus bisa menjamin praktik transparansi, serta melindungi sepenuhnya privasi orang-orang dan data pribadi. Undang-Undang Uni Eropa dan nasional harus dihormati dan ditegakkan," kata para pimpinan Uni Eropa setelah menghadiri pertemuan di Brussel, seperti dikutip dari Reuters, Senin (26/3/2018).
Baca Juga
Advertisement
Penyalahgunaan data pengguna terjadi sebelum regulasi perlindungan data Uni Eropa yang baru saja berlaku, sehingga Facebook terhindar dari denda.
Uni Eropa memberlakukan denda hingga empat persen dari omzet global bagi pihak-pihak yang melanggar peraturan tersebut. Regulasi baru ini mulai berlaku pada Mei 2018.
Lebih lanjut, pimpinan Parlemen Eropa Antonio Tajani mengundang CEO Facebook Mark Zuckerberg untuk menjelaskan masalah yang sebenarnya terjadi.
Seperti diketahui, perusahaan konsultasi politik asal Inggris, Cambridge Analytica (CA), dituding menyalahgunakan puluhan juta data pengguna Facebook.
"Kami mengundang Mark Zuckerberg untuk menjelaskan bagaimana Cambridge Analytica menggunakan data pribadi jutaan orang untuk memengaruhi Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) dan referendum Brexit," jelas Tajani.
Mark Zuckerberg Minta Maaf
Zuckerberg sendiri sudah menyampaikan permintaan maaf terkait masalah tersebut. Ia berjanji Facebook akan memperketat akses developer terhadap informasi pengguna, sebagai bagian dari rencana meningkatkan perlindungan privasi.
Komisioner Keadilan Uni Eropa, Vera Jourova, menilai Facebook harus berusaha lebih keras lagi untuk mendapatkan kepercayaan para pengguna. Menurutnya, dibutuhkan lebih dari satu pengumuman untuk memperbarui kepercayaan pengguna terhadap Facebook.
"Ini sangat serius karena kita di sini menyaksikan ancaman terhadap demokrasi, pluralisme demokrasi. Hal ini membahayakan pemilihan umum bebas orang-orang di Eropa," tuturnya.
(Din/Isk)
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement