ICW Minta KPK Tak Terayu Bantahan Politikus yang Disebut Terima Duit E-KTP

Terdakwa kasus e-KTP, Setya Novanto, mengungkapkan adanya aliran dana korupsi proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun untuk Rapimnas Golkar pada 2012.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 24 Mar 2018, 11:01 WIB
Ilustrasi Korupsi (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus e-KTP Setya Novanto, mengungkapkan adanya aliran dana korupsi proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun untuk Rapimnas Golkar pada 2012. Golkar pun membantah aliran dana Rp 5 miliar melalui keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, tersebut.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan wajar, jika Partai Golkar membantah aliran dana dalam kasus e-KTP itu. Namun, dia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak percaya begitu saja dengan pengakuan ini.

"Soal aliran dugaan aliran dana di Rapimnas Partai Golkar, selayaknya SOP, mereka (Golkar) akan bantah. Ini enggak bisa diamini oleh KPK," ucap Emerson dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Sabtu (24/3/2018).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta terus menelusuri pernyataan Setya Novanto, kasus e-KTP. (Liputan6.com/Putu Merta Surya Putra)

Oleh karena itu, dia meminta KPK menelusuri keterangan Setya Novanto tersebut. "Wajib ditelusuri. Betul apa enggak," kata Emerson.

Dia menegaskan, ini berlaku dengan penyebutan sejumlah nama yang dikatakan oleh Setya Novanto. KPK harus menelusuri Setya Novanto berbohong atau tidak soal aliran dana kasus e-KTP.

"Menarik. Ini kengerian tapi enggak tahu apa itu kengibulan. Itu yang perlu ditelusuri KPK. Kan dalam korupsi enggak dikenal oposisi atau pendukung. Kan rata dibagikan," ujar Emerson.


Keterangan Setya Novanto

Terdakwa dugaan korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto saat memberi kesaksian pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3). Sidang mendengar kesaksian terdakwa. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Setya Novanto mengungkap 10 nama yang turut menerima uang korupsi e-KTP, antara lain Puan Maharani dan Pramono Anung.

Saat itu, Puan yang menjabat Ketua Fraksi PDIP dan Pramono selaku Wakil Ketua DPR disebut Setya Novanto mendapatkan aliran duit e-KTP masing-masing US$ 500 ribu.

Selain Puan dan Pramono, mantan Ketua DPR RI itu menyeret nama Olly Dondokambey, Ganjar Pranowo, Melchis Markus Mekeng, Chaeruman Harahap, Mirawan Amir, Tamsil Linrung, Arif Wibowo, dan M Jafar Hafsah.

Saat proyek e-KTP bergulir, Chairuman dan Ganjar Pranowo menjabat pimpinan serta Arief Wibowo anggota Komisi II. Sementara Mekeng, Olly, dan Tamsil merupakan pimpinan Badan Anggaran DPR.

Setya Novanto menyebut para anggota DPR tersebut mendapat jatah masing-masing US$ 500 ribu dengan total seluruhnya US$ 3,5 juta.

Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga mengatakan, ada penerimaan Rp 5 miliar dari proyek e-KTP berasal dari Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Direktur PT Murakabi Sejahtera sekaligus tersangka atas kasus yang sama. Uang tersebut digunakan untuk kegiatan Rapimnas Partai Golkar 2012.

"Uang Rp 5 miliar untuk Rapimnas. Menurut Irvanto dia hanya terima bungkusan diantar ke teman-teman dewan," ujar Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 22 Maret 2018.


Bantahan

Terdakwa dugaan korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto menyimak keterangan saksi Wakil Ketua MPR RI, Mahyudin pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (15/3). Mahyudin saksi yang meringankan terdakwa. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ganjar dan Olly Dondokambey telah membantah pernah menerima duit e-KTP.

"Saya klarifikasi karena ini sudah di ujung dan perlu untuk dikomunikasikan ke publik. Yang pertama Bu Mustokoweni pernah menjanjikan kepada saya mau memberikan langsung dan saya tolak. Sehingga publik mesti tahu sikap menolak saya," kata Ganjar saat bersaksi untuk terdakwa Setnov di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (8/2/2018).

Sementara itu, Puan mengatakan, "Ya saya juga baru mendengar apa yang disampaikan SN kemarin. Apa yang disampaikan beliau itu tidak benar," kata Puan Maharani di kantor Menko PMK, Jakarta, Jumat (23/3/2018).

Menanggapi keterangan Setya Novanto, PDIP melalui Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto membantahnya. Hasto menilai pernyataan Novanto tersebut agar pengajuan status justice collaborator(JC) dikabulkan oleh KPK.

"Kami juga mengamati kecenderungan terdakwa dalam kasus tipikor menyebut sebanyak mungkin nama, demi menyandang status justice collaborator. Apa yang disampaikan Pak Setya Novanto hari ini pun, kami yakini sebagai bagian dari upaya mendapatkan status tersebut demi meringankan dakwaan," ujar Hasto dari surat keterangan yang diterima Liputan6.com.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya