Pengusaha Pesimistis Penurunan Tarif Tol Bisa Tekan Ongkos Logistik

Pengusaha logistik meminta pemerintah lebih baik fokus pada upaya mengurangi kemacetan di jalan tol ketimbang penurunan tarif.

oleh Septian Deny diperbarui 26 Mar 2018, 06:40 WIB
Kendaraan memadati jalan Tol Cawang Grogol di MT Haryono menuju Cikampek atau Jagorawi, Jakarta, (29/12). Mulai tanggal 30 Desember 2015 hingga 3 Januari pukul 24.00 WIB, semua truk angkutan barang dilarang masuk Tol Jakarta. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jokowi berencana untuk menurunkan tarif tol. Namun hal tersebut dinilai tidak efektif menurunkan biaya logistik jika jalan tol masih sering mengalami kemacetan.

Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Zaldy Ilham Masita mengatakan, sebenarnya mahal atau murah tarif sebuah ruas tol merupakan hal yang wajar dan tidak bisa ditentukan dengan nominal rupiah. Karena tarif biasanya disesuaikan dengan layanan yang diberikan badan usaha jalan tol (BUJT).

"Tarif tol mahal atau tidak, itu relatif. Tergantung service levelnya," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (25/3/2018).

Namun bagi pelaku usaha logistik, tarif dikatakan mahal bila ruas tol tersebut sering mengalami kemacetan. Hal ini yang membuat biaya logistik di Indonesia menjadi tidak efisien.

"Kalau tarif seperti sekarang tapi tolnya sering macet, ya akan mahal. Karena sama saja dengan jalan biasa," kata dia.

Oleh sebab itu, Zaldy menyarankan, lebih baik pemerintah fokus mengatasi kemacetan di jalan tol, ketimbang mengurusi masalah tarif. Sebab penurunan tarif justru dikhawatirkan membuat jalan tol semakin macet.

"Kalau tidak macet, maka tarif tol (yang berlaku) sekarang termasuk murah. Jalan tol yang lancar lebih penting daripada penurunan tarif tol," tandas dia.


Jokowi Minta Tarif Tol Turun

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menerima pimpinan bank umum Indonesia di Istana Negara, Jakarta, Kamis (15/3). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil sejumlah menteri dan operator jalan tol ke Istana pagi ini. Pemanggilan tersebut salah satunya terkait dengan tarif tol yang berlaku saat ini.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, Presiden Jokowi mempertanyakan soal mekanisme perhitungan tarif tol. Sebab, selama ini dirinya sering mendengar keluhan dari para pengguna tol jika tarif tersebut terlalu mahal.

‎"Beliau menanyakan tarif tolnya ini bagaimana cara menghitungnya, dia mendengar keluhan para pengemudi," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada 22 Maret 2018. 

Basuki menjelaskan, dalam 40 tahun terakhir, tarif dasar untuk menentukan tarif tol berbeda-beda. Seperti pada era 1980-2000, rata-rata tarif dasarnya sekitar Rp 212-Rp 416 per kilometer (km).

"Jadi ini tarif tol selama 4 dekade mulai 1980 hingga 2000 ini kan ada ruas tolnya dari jagorawi ke palimanna kanci ini tarifnya Rp 212-R 416 per km. Ini di mana dulu, ini sekian. Sedangkan 2000-2010 ini seperti contohnya Ulujami dan Cipularang ini Rp 709 per km," kata dia.

Menurut dia, tarif tersebut kemudian terus meningkat. Untuk 2015 hingga yang akan dioperasikan pada tahun ini, rata-rata tarif dasarnya antara Rp 150-Rp 1.500 per km. Namun tarif ini dinilai terlalu mahal.

"Pada tahun 2011 Surabaya-Mojokerto, Bogor, Bali ini Rp 900-Rp 1000 per km.‎ Untuk 2015 ini yang baru beroperasi hingga 2018 nanti ini Rp 750-Rp 1.500 per km. Ini yang disebut mahal," ungkap dia.

Basuki mengungkapkan, sebenarnya kenaikan tarif tol ini seiring dengan kenaikan inflasi. Selain itu, juga terkait dengan biaya konstruksi yang juga meningkat. ‎"Kalau lihat inflasi ini masih bisa dibilang wajar terlalu lihatnya dari mana. Ini karena untuk biaya kontruksinya ini pajak, bunga," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya