ICW: KPK Harus Telusuri Temuan Greenomics Soal Izin Perkebunan

Greenomics Indonesia menemukan data pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan selama 13 tahun di Indonesia terakhir bermasalah.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 25 Mar 2018, 08:07 WIB
Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW, Emerson Yuntho saat menjadi pembicara dalam diskusi 'Remisi dalam Perspektif Penegakan Hukum, HAM, dan Pemberantasan Korupsi' di Jakarta, Minggu (29/3/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Greenomics Indonesia menemukan data pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan selama 13 tahun di Indonesia terakhir bermasalah. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai, KPK bisa mengusut jika adanya indikasi penyalahgunaan izin lahan lewat temua Greenomics tersebut. 

Dalam data Greenomics memperlihatkan, Menteri Kehutanan periode 2009-2014 Zulkifli Hasan, yang kini Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) memecahkan rekor sebagai menteri yang paling banyak memberikan izin-izin perkebunan kepada pelaku bisnis tertentu.

"Apakah ada malapraktik atau tidak itu kan KPK harus buktikan. Harus ditelusuri karena memang untuk menelusuri itu kan dia harus buka dokumen-dokumen tersebut. Radar KPK harusnya berjalan untuk ini. Karena ada gerakan nasional penyelamatan sumber daya alam," ucap Emerson di Jakarta, ditulis Minggu (25/3/2018).

Dia memberikan contoh, dari penelusuran yang KPK sudah lakukan selalu mengarah bahwa izin usaha tambang, kebun dan hutan, ada sangkut pautnya dengan modal politik. "Terlebih untuk mereka di tahun-tahun politik," ucap Emerson.

Dia meminta KPK harus menggunakan kacamata kuda, untuk menindaklanjuti. Apalagi ada bukti dan saksi yang valid.

"Sepanjang bukti kuat dan saksi valid, itu wajib ditindaklanjuti," Emerson memungkas.


Temuan Greenomics

Pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit tak hanya memicu dampak lingkungan, namun juga dampak sosial masyarakat. (Foto: B Santoso/Liputan6.com)

Greenomics Indonesia meminta Politisi Senior PAN Amien Rais mempelajari data pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan selama 13 tahun terakhir. Studi lembaga itu menunjukan selama periode 2004-2017, kawasan hutan yang dilepas untuk izin perkebunan kepada para pelaku bisnis tertentu lebih dari 2,4 juta hektar.

Luasnya lebih dari 36 kali lipat luas DKI Jakarta. Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, Vanda Mutia Dewi, mengatakan lebih dari 90 persen izin perkebunan yang telah diterbitkan itu, merupakan izin-izin ekspansi perkebunan sawit yang diberikan kepada para pelaku bisnis.

"Izin-izin perkebunan yang diberikan pada era Presiden Joko Widodo, seluas lebih dari 200 ribu hektar, atau di bawah 9 persen," kata Vanda Mutia Dewi, dalam keterangan persnya, Rabu (21/3/2018).

Sebelumnya, Amien memicu polemik dengan pernyataannya. Ia menyebut program pembagian sertifikat pemerintahan Jokowi hanya pembohongan. Nyatanya, menurut dia, 74 persen negeri ini dimiliki kelompok tertentu.

Studi Greenomics Indonesia juga memperlihatkan, Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan periode 2009-2014, kini Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), memecahkan rekor sebagai menteri yang paling banyak memberikan izin-izin perkebunan kepada para pelaku bisnis tertentu.

Ia tercatat memberi izin, dengan luas 1,64 juta hektar, atau hampir 25 kali lipat luas DKI Jakarta. Izin-izin perkebunan yang diterbitkan oleh Zulkifli Hasan setara dengan hampir 70 persen dari total luas izin perkebunan yang telah diberikan kepada para pebisnis selama periode 2004-2017.

"Angka tersebut belum termasuk luas areal perkebunan sawit yang 'diputihkan' dari stempel kawasan hutan pada periode ketika Zulkifli Hasan menjabat sebagai Menteri Kehutanan," lanjut Vanda.

Sementara itu, Menteri Kehutanan MS Kaban periode 2004-2009, menerbitkan izin-izin perkebunan kepada para pelaku bisnis tertentu seluas hampir 600 ribu hektar, atau setara hampir 9 kali lipat luas DKI Jakarta.

Menurut Vanda, luas izin-izin perkebunan yang diberikan oleh Menteri Kaban tersebut, setara hampir 24 persen dari total luas izin yang diberikan selama 2004-2017. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya