Negara ASEAN+3 Diminta Kompak Atasi Krisis Kemanusiaan di Rohingya

Bamsoet berharap Indonesia mampu mengembangkan berbagai kerja sama internasional

oleh Muhammad Ali diperbarui 25 Mar 2018, 14:54 WIB
Seorang anak pengungsi muslim Rohingya melihat dari sebuah tenda di kamp pengungsi Thankhali di Distrik Ukhia, Bangladesh, (12/1). Sekitar 655.000 orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh sejak Agustus 2017 lalu. (Munir UZ ZAMAN/AFP)

Liputan6.com, Jenewa - Negara yang tergabung dalam Association of Southeast Asian Nations Plus Three (ASEAN+3) diminta dapat segera membantu menyelesaikan krisis kemanusiaan yang dialami etnis Rohingya, Myanmar.

Hal itu disampaikan Ketua DPR Bambang Soesatyo dalam pertemuan bilateral dengan Ketua Parlemen Vietnam, Turki, Argentina, Sudan dan delegasi negara ASEAN+3 di sela-sela acara Inter Parliement Union (IPU) ke-138 yang berlangsung 24-26 Maret, Jenewa, Swiss, Sabtu 24 Maret 2018.

"Apabila konflik di Rakhine terus terjadi, dan tidak ada penyelesaian konkret bagi etnis Rohingya, masa depan ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang stabil, damai dan terbuka tentu saja akan terancam," kata Bambang Soesatyo dalam keterangannya, Minggu (25/3/2018).

Indonesia dipastikan terus mendesak pemerintah Myanmar untuk menciptakan stabilitas dan menghentikan kekerasan di Rukhine.

“Bahkan Indonesia mendorong Myanmar melaksanakan rekomendasi Komisi Kofi Annan,” ujar pria yang akrab disapa Bamsoet ini.

Ia mengajak Turki untuk terus bekerja sama mengatasi krisis Rohingya khususnya di forum OKI.

Ajakan itu disambut baik oleh Turki. Indonesia dan Turki sebagai negara berpopulasi Muslim terbesar dinilai paling berpengaruh di dunia

Khusus terhadap Ketua Parlemen Vietnam Nguyen Thi Kim Nga, Bamsoet meminta Vietnam bisa bekerja sama dalam pemberantasan illegal fishing.

Tak hanya itu, hubungan bilateral melalui kerja sama di bidang otomitif diharapkannya dapat meningkatkan target nilai perdagangan Indonesia-Vietnam dari US$ 5 miliar pada tahun 2015 menjadi US$ 10 miliar pada 2018.

Bamsoet juga meminta anggota IPU untuk mendukung Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020. Persiapan dan kampanye Indonesia menuju pemilihan anggota tidak tetap Dewan Keamanan sudah dilaksanakan sejak 2015.

"Dengan begitu, kami berharap Indonesia dapat lebih berkontribusi menciptakan dunia yang lebih aman dan damai. Termasuk di ASEAN," ucap Bamsoet.

Bamsoet berharap Indonesia mampu mengembangkan berbagai kerja sama internasional, termasuk dengan negara tergabung dalam MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan dan Turki). Ia memandang forum konsultasi middle powers yang dibentuk pada 2013 ini semakin baik dan saling memperkuat.

 

Saksikan video menarik berikut ini:


Indonesia Ketua MIKTA

Suasana lokasi pengungsian Rahkhine State di Kamp Jamtoli, Sub Distrik Ukhiya, Distrik Cox's Bazar, Bangladesh, Minggu (28/1). (Liputan6.com/Pool/Rusman Biro Pers Setpres)

Saat ini Indonesia menjadi ketua MIKTA setelah terpilih pada pertemuan tingkat Menteri tanggal 13 Desember 2017 di Istambul, Turki.

Bamsoet meminta anggota MIKTA bisa lebih meningkatkan peran dan kerja sama di forum-forum global. Untuk menjaga konsistensi kerja sama antarparlemen dalam MIKTA, berbagai pertemuan formal dan informal harus terus digelar secara berkelanjutan.

"Pertemuan antardelegasi Parlemen MIKTA dalam berbagai forum antarparlemen harus lebih sering dilakukan. Kita harus memanfaatkan forum pertemuan  untuk saling memberikan dukungan dan menciptakan hubungan kerja sama yang lebih solid," ungkap Bamsoet.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya