Harga Menggiurkan, Puluhan Rumah Joglo di Gunungkidul Menghilang

Keberadaan rumah adat Jawa atau Joglo di Gunungkidul kian hari kian menyusut.

Oleh JawaPos.com diperbarui 26 Mar 2018, 10:36 WIB
Sebuah desa di Gunungkidul bernama Ngloro ini terdapat lebih dari 70 unit Joglo yang masih lestari. (Ridho Hidayat/JawaPos.com)

Gunungkidul - Keberadaan rumah adat Jawa atau Joglo di Gunungkidul kian hari kian menyusut. Perkembangan zaman, hingga iming-iming rupiah dan harga yang terus melambung membuat warga rela melepas rumah Joglo yang dimilikinya kepada para kolektor atau pemburu rumah Joglo.

Di Desa Ngloro, Kecamatan Saptosari, sebuah desa yang berjarak sekitar 25 kilometer dari pusat kota Wonosari, keberadaan rumah Joglo saat ini tinggal menyisakan sekitar 70 unit saja. Padahal dulu setiap rumah mempunyai arsitek rumah jawa, Joglo.

Untuk diketahui, Kecamatan Saptosari memiliki 6 dusun, yakni Ngloro, Gebang, Karangnongko, Pule, Tekik, dan Pringsurat.

Minggu (25/3) siang, JawaPos.com bersama seorang perangkat desa setempat, berkesempatan melihat beberapa rumah Joglo yang hingga kini masih terawat, meski usianya sudah di atas 50 tahun.

"Bisa dikatakan hampir tiap tahun berkurang. Tapi kami terus berusaha untuk melestarikannya," kata Agung Nugroho, Kepala Bidang (Kabid) Kemasyarakatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Ngloro, Kecamatan Saptosari.

Dikatakannya, harga jual untuk rumah Joglo yang masih dalam kondisi bagus mencapai lebih dari Rp 200 juta. Uang sebesar itu cukup menggiurkan bagi masyarakat desa, apalagi tuntutan perekonomian yang semakin tinggi.

"Rumah Joglo disini biasanya dilepas untuk biaya sekolah anak, cari kerja atau karena memang mau ganti bangunan yang lebih modern. Harga yang cukup tinggi, tapi banyak juga yang mau beli," ucapnya.

Tingginya harga rumah Joglo, tergantung dari kondisinya. Ukuran saka guru (tiang penyangga), maupun isi dari furniture-nya. "Kalau yang model klasik, dari mulai gentengnya genteng kripik (tipis), bisa sangat mahal," ucapnya.

Padahal bangunan rumah Joglo sebanyak lebih dari 70-an unit itu masuk dalam kategori rumah cagar budaya. Terbukti dengan berbagai piagam penghargaan yang pernah diterima dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta pada 2011 silam.

Supardi Wiyono, 63, warga RT 17/4, Desa Ngloro mengatakan, sekitar tahun 2000-an silam, rumah Joglo miliknya pernah mendapat penghargaan dari Gubernur DIJ Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai pelestari rumah adat cagar budaya.

Namun kondisi saat ini ia lebih memilih untuk menjualnya dengan harga kisaran Rp 250 juta. "Sudah ada yang nawar tapi belum sesuai," ucapnya.

Baca berita menarik lainnya dari JawaPos.com di sini.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya